200 Pengacara Bali Cermati Potensi Pelanggaran Hukum di Pilgub Bali
(Baliekbis.com), Sekitar 200 pengacara yang tergabung dalam Tim Advokasi dan Hukum Mantra-Kerta menggelar bimbingan teknis (bimtek) dalam rangka meningkatkan kualitas dan sinergisitas para stakeholder partai dengan Tim Advokasi Mantra-Kerta dalam menghadapi kecurangan Pilgub Bali. Cawagub Bali I Ketut Sudikerta yang membuka acara bimtek di Denpasar, Sabtu (12/5) mengatakan, potensi pelanggaran dalam Pilgub sangat besar. “Proses dan tahapan dalam Pilgub Bali sudah pasti tidak luput dari potensi persoalan hukum. Tim advokasi sangat berperan melakukan pencermatan, penelaan hukum, bukan hanya sekadar memenangkan pasangan Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra-I Ketut Sudikerta (Mantra-Kerta), tetapi yang paling penting adalah edukasi politik kepada masyarakat tentang demokrasi itu sendiri,” ujarnya.
Dalam Bimtek tersebut, ratusan pengacara mendengarkan testimoni potensi pelanggaran Pilgub oleh Dewa Nyoman Sukrawan. Pentolan PDIP ini sudah sangat berpengalaman dalam pertarungan politik, mulai dari Pilgub Bali dan Pilkada Buleleng. Menurut Sukrawan, potensi pelanggaran Pilgub itu sangat banyak, dan bervariasi. Beberapa yang disebutkan antara lain keberpihakan aparatur negara mulai KPUD, Bawaslu, penyalagunaan hibah Bansos, kesalahan teknis dan prosedur yang disengaja oleh penyelenggara dan pengawas, intimidasi oleh Paslon. “Setiap tahapan Pilgub sudah tentu ada banyak pelanggaran. Dan yang paling krusial adalah ada di KPPS, ada di TPS,” ujarnya.
Menurut Sukrawan, potensi paling besar kecurangan ada di TPS dan dilakukan oleh KPPS. Ada beberapa modus yang bisa dilakukan. Beberapa di antaranya adalah saat distribusi surat panggilan atau undangan atau formulir C6. Biasanya ada pengumuman kepada warga tetapi tidak dilakukan, atau dilakukan tidak optimal. Saat mengantar formulir C6 ke rumah masing-masing, petugas akan bertanya berapa orang dalam rumah itu. Sudah pasti ada anggota keluarga yang sedang tidak berada di rumah. Kalau ini yang terjadi maka petugas akan membawa pulang formulir C6 dan bahkan formulir tidak diantar lagi. Ini kesempatan petugas untuk mencoblos sisa surat suara yang ada. Modus lain adalah permainan anggota KPPS di TPS. Begitu ada sisa suara, maka sisa suara itu akan dikantongi oleh petugas, dengan sudah tercoblos terlebih dahulu kepada pasangan yang mereka dukung. Misalnya sisa kerta suara sebanyak 80 suara, maka mereka akan mencoblos suara yang mereka dukung. Ada juga modus lain dimana ada jaringan KPPS yang meminta ada pemilih yang harus coblos di rumah. Ini sangat hati-hati. Karena di saat saksi ke rumah tersebut, maka di TPS akan terjadi pencoblosan secara massal. Modus lain adalah anggota KPPS akan membuat surat suara itu tidak sah dengan cara petugas mencoblos dua kandidat sekalian, sehingga surat suara itu tidak sah. Modus lain adalah melakukan suap di saksi. “Kalau saksi kita dibayar Rp 300 ribu misalnya, maka akan ada orang yang mendekati, merayu, memberikan uang, rokok, makan enak dan sebagainya. Sehingga saat dilakukan perhitungan suara, akan dilakukan secara cepat, dengan surat suara yang sudah tercoblos, atau surat suara tidak sah, tetapi dihitung sah,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Tim hukum dan advokasi Togar Situmorang mengatakan, ada beberapa sistem kerja yang disepakati dan beberapa hal penting yang akan diawasi secara khusus. Secara umum bisa disebutkan antara lain pengawasan hibah Bansos, pengawasan terhadap keberpihakan penyelenggara dan pengawas terhadap kandidat tertentu, penyalahgunaan wewenang yang merugikan paslon tertentu, manipulasi data di TPS dan sebagainya. “Penyalahgunaan Dana Hibah Bansos, Serangan fajar bisa dalam bentuk uang, intimidasi dan kekerasan lainnya, manipulasi kertas suara dan sebagainya akan menjadi perhatian dan sebagainya,” ujarnya. (nwm)