Ahli Pidana Sebut, Kasus Zainal Tayeb Ada Tindak Pidananya
(Baliekbis.com), Sidang dengan terdakwa Zainal Tayeb, Selasa (19/10/2021) dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli hukum pidana dari Universitas Udayana (Unud), I Gusti Ketut Ariawan.
Dari persidangan yang digelar secara daring (dalam jaringan) tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung lebih menekankan pada penjelasan Pasal 266 ayat (1) KUHP tentang Menyuruh menempatkan keterangan palsu.
Diketahui, Pasal 266 ayat (1) KUHP adalah pasal yang digunakan jaksa untuk menjerat pria yang pernah menjadi promotor tinju dunia ini dalam dakwaannya.
Dari semua pertanyaan yang diajukan jaksa, ahli berpendapat apa yang dilakukan terdakwa merupakan tindak pidana. Ahli menyebutkan, ada pernyataan atau keterangan palsu yang tertuang dalam akta No. 33 yaitu mengenai luas tanah yang disebutkan 13.700 M2 (dari 8 SHM) tapi ternyata setelah dihitung luasnya hanya 8.892 M2. “Jadi di sinilah pandangan saya sudah ada keterangan palsu,” jelas Ahli.
Sementara tim kuasa hukum terdakwa yang dimotori Syarmila Tayeb juga tidak luput memberondong ahli dengan sejumlah pertanyaan. Namun sayang, sejumlah pertanyaan kuasa hukum terdakawa banyak yang tidak bisa dijelaskan ahli karena dianggap masuk ke ranah perdata.
Atas hal itu, Ketua Majelis Hakim I Wayan Yasa sempat menegur kuasa hukum terdakwa. “Jadi begini ya, ahli ini adalah ahli pidana bukan perdata, jadi silakan ditanya hal-hal yang menyangkut pidana saja,” cetusnya.
Pertanyaan kuasa hukum terdakwa yang dianggap masuk ke ranah perdata adalah soal adanya salah satu poin perjanjian dalam akta No. 23 yang kurang lebih isinya menyebut “jika di kemudikan hari ada perselisihan harus diselesaikan secara perdata”.
Mengenai hal ini, ahli tidak bisa menjawab karena itu bukan ranah pidana. “Saya tidak bisa menjawab, mungkin bisa ditanyakan ke ahli perdata,” jawab ahli singkat.
Zainal Tayeb menjadi terdakwa atas kasus dugaan menyuruh menempatkan keterangan palsu di dalam akta otentik. Akibat perbuatan itu, saksi korban Hedar Giacomo mengalami kerugian sekitar Rp 21,6 miliar. (ist)