Air Makin Menipis, Keberlangsungan Subak Mengkhawatirkan
(Baliekbis.com), Persediaan air belakangan ini makin menipis. Kondisi ini akan berdampak pada keberlangsungan kegiatan petani dan subak. Apalagi minat generasi muda bertani makin sedikit. Bertani dianggap kurang menjanjikan.
Demikian antara lain mengemuka pada acara Reses Anggota DPD RI dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M., Selasa (23/7) di Kantor DPD RI Perwakilan Bali, Renon Denpasar.
Reses yang mengangkat tema “Pengelolaan DAS Pakerisan: Program Aksi Peduli Lingkungan” menghadirkan narasumber dari Forum DAS Dr. Ir. Pande Ketut Diah K., akademisi, praktisi dan tokoh masyarakat. Reses dipandu Tim Ahli Nyoman Baskara didampingi Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja.
Pekaseh dari Gianyar Ketut Sunarta mengatakan dengan pemilikan lahan terbatas sekitar 30 are, sulit bagi petani untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
“Menjadi petani tidak menjanjikan. Dulu di sawah banyak ada petani, sekarang sudah jarang terlihat,” ujarnya. Ia mengaku cemas dengan kondisi sekarang ini dimana air makin terbatas yang mana akan berpengaruh terhadap subak.
Sementara itu Dr. Diah mengatakan pada DAS (Daerah Aliran Sungai) Pakerisan ada vegetasi, air dan tanah. Dengan vegetasi ini, air bisa dikelola dengan baik.
Untuk itu penting ditentukan vegetasi apa yang akan ditanam. Dengan vegetasi seperti pohon bambu bisa menampung air yang nantinya bisa dimanfaatkan subak untuk pertanian.
Namun menurutnya, saat ini limbah banyak terbuang ke DAS. Fasilitas pariwisata juga banyak di lingkungan DAS. Selain limbah pertanian banyak masuk DAS, sampah plastik juga banyak dibuang ke sungai. Ini mengotori aliran sungai.
Menurut Mangku Pastika meski secara makro, ekonomi Bali dikatakan tumbuh positif, angka kemiskinan rendah dan pengangguran menurun, namun masalah lingkungan masih menjadi ancaman. “Untungnya orang Bali masih sadar menjaga lingkungannya. Kita punya landasan Tri Hita Karana untuk menjaga dan menyayangi lingkungan,” ujar Mangku Pastika.
Gubernur Bali 2008-2018 ini mengingatkan pentingnya menjaga alam dan air. “Subak yang merupakan warisan dunia dan diakui UNESCO menjadi tanggung jawab kita untuk dijaga keberadaannya,” ujarnya.
Karena itu, berbagai aturan yang terkait dengan lingkungan dan subak ini perlu diperkuat. Peserta diskusi juga mempertanyakan kondisi subak saat ini, subak siapa yang asuh? “Data subak juga tidak jelas, simpang siur. Lantas bagaimana mau berdayakan subak kalau gak pasti datanya. Padahal subak diakui sebagai warisan dunia,” ujar salah seorang peserta. (bas)