Akbar Tanjung: Golkar Harus Tetap Dua Besar
(Baliekbis.com), Di balik suara Golkar yang terus merosot setelah Pemilu 2004, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Parta Golkar Ir. Akbar Tanjung mengatakan partai berlambang beringin ini harus bisa tetap bertahan di posisi dua besar. “Kita di 2004 menjadi pemenang, maka tak tertutup peluang untuk menang lagi. Tapi setidaknya harus tetap bertahan di dua besar,” ujar Akbar Tanjung saat ditanya kondisi Golkar di sela-sela menghadiri kegiatan ICNT ( International Conference National Trusts) yang memasuki hari ke-dua di Taman Nusa Gianyar, Selasa (12/9).
Dikatakan untuk meraih semua itu memang bukan perkara mudah. Apalagi Golkar saat ini tengah dihadapkan pada sorotan dan cobaan terkait masalah e-KTP yang tentu berdampak pada citra partai. Di lain sisi peserta pemilu yang bertambah jumlahnya dan penetapan parliamentary threshold 4 persen, sehingga membuat persaingan semakin ketat. Dalam kondisi ini kalau tidak hati-hati dan ada strategi yang tepat untuk menghadapi dua agenda besar politik nanti di 2018 terkait pilkada serentak dan pileg serta pilpres 2019, maka tak tertutup kemungkinan suara partai bisa turun lagi. Bahkan kalau sampai di bawah dua digit bisa terancam tereleminasi kalau perolehannya di bawah 4 persen. Akbar menyebutkan, tahun 2004 Golkar menjadi pemenang dengan perolehan 128 kursi di DPR. Namun tahun 2009 suara Gonkar turun menjadi 106 dan tahun 2014 turun lagi hingga tinggal 91 kursi. “Jadi kita sudah kehilangan 37 kursi. Kalau ini tak dipersiapkan dengan sungguh–sungguh dengan strategi yang tepat dan kesiapan untuk perbaikan serta perubahan-perubahan baik strategi termasuk perubahan terhadap orang-orang yang akan jadi tokoh dalam kepemimpinan partai, maka bisa menyebabkan suara partai terus turun,” ujarnya.
Terkait mengangkat citra partai, Akbar mengatakan kalau memang dianggap penting dan situasinya serius bisa saja dilakukan langkah-langkah perubahan dalam sistem kepemimpinan partai (Golkar). Bisa saja dilakukan munaslub. “Saya juga dulu terpilih melalui munaslub, lalu Novanto juga terpilih melalui munas luar biasa. Itu kan terjadi karena ada sesuatu yang luar biasa. Jadi bukan tak mungkin itu akan dilakukan saat ini kalau kondisinya memang harus demikian,” ujar pendiri Akbar Tanjung Institut ini. Ditegaskan parpol akan menghadapi agenda politik tak lama lagi yakni tahun 2018 untuk pilkada serentak dan 2019 pilpres dn legislatif. Jadi semua ini membutuhkan kesiapan dan strategi yang betul-betul bagus. Parpol seluruhnya akan terfokus pada upaya menyongsong agenda politik tersebut. “Saya yakin seluruh parpol fokus di sini untuk mencapai keinginan atau targetnya masing-masing,” tegasnya. Apalagi dikaitkan dengan penetapan parliamentary threshold 4 persen. Ini akan cukup berat tingkat persaingannya. Sebab kalau perolehan suara di bawah itu, otomatis tak bisa punya wakil di DPR. Seperti pada 2014 dimana parliamentary threshold yang hanya 3,5 persen tercatat ada 4 parpol yang akhirnya tak punya wakil karena perolehannya kurang dari itu. Dan tahun 2019 ini, parliamentary threshold naik jadi 4 persen dan jumlah partai makin bertambah. Ini jelas akan menyebabkan persaingan yang sangat ketat.
Ada empat partai baru yakni Perindo, PSI, Partai Idaman dan Beringin Karya. Belum lagi partai sebelumnya yang gagal akan ikut lagi. Kalau sebelumnya hanya 12 parpol, ke depan bisa sekitar 17 partai yang akan berlaga. Jadi makin ketat kompetisinya dan mereka akan berjuang maksimal untuk dapat suara banyak. Ia merinci kalau saat ini ada 560 kursi di DPR dimana partai harus dpat 4 persen, maka minimal harus punya 22 atau 23 kursi. Ini cukup tinggi, kalau tak hati-hati, bisa beresiko besar, jelasnya. “Apalagi partai kami tengah mengalami cobaan dan sorotan terkait e-KTP. Kalau tak hati-hati dan didukung strategi tepat maka bisa beresiko bagi kelangsungan partai, bahkan kalau sampai di bawah angka 4 persen itu bisa tereliminasi. Ditanya adanya kekuatan luar ikut bermain, mantan Ketua DPR-RI ini mengatakan bisa saja terjadi. Sebagai pesaing tentu ingin mendapatkan kekuatan dan kekuasaan dengan menjatuhkan lawn-lawan politik, paling tidak secara imej atau menarik tokoh-tokoh lawan politiknya untuk bergabung. Jadi banyak cara untuk menang dan dalam dunia politik itu sah-sah saja sepanjang masih dalam aturan permainan yang disepakati. (bas)