Akulturasi Budaya Bali-Tionghoa Sebagai Produk Wisata Minat Khusus di Bali Antarkan Made Sendra Sabet Gelar Doktor Pariwisata
(Baliekbis.com), Sidang Terbuka Promosi Doktor Fakultas Pariwisata Universitas Udayana yang digelar secara daring, Jumat (18/3) menandai kelahiran seorang doktor pariwisata baru di Unud. Sidang dengan promovendus I Made Sendra, M.Si., merupakan sidang terbuka promosi doktor ke-79 di Fakultas Pariwisata Unud. Sidang dipimpin oleh Dr. I Wayan Suardana, SST.Par., M.Par. bersama penguji Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. (Promotor); Prof. Dr. Ida Bagus Wiyasa Putra, SH., M.Hum. (Kopromotor 1); Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. (Kopromotor 2); Prof. Dr. I Nyoman Sedana, M.A., Dr. Drs. I Nyoman Sunarta, M. Si, Dr. Drs. I Putu Anom, M.Par., Dr. Drs. Ida Bagus Pujaastawa, M.A., dan Dr. Yohanes Kristianto, S.Pd., M.Hum.
Di hadapan dewan penguji, promovendus mempertahankan disertasinya yang berjudul “Model Pengembangan Produk Wisata Minat Khusus Berbasis Akulturasi Warisan Budaya Bali-Tionghoa”.
Promovendus menyoroti pengembangan pasar wisatawan asal Tiongkok di Bali yang telah memunculkan respon negatif di kalangan pemangku kepentingan pariwisata Bali. Hal ini disebabkan karena kunjungan wisatawan Tiongkok tergolong tinggi, tetapi impikasi ekonominya rendah. Pariwisata Bali dijual murah, karena paket wisata yang dijual di Tiongkok didominasi oleh aktivitas berbelanja di toko oleh-oleh milik agen perjalanan dan operator tur Tiongkok. Wisatawan Tiongkok tidak diberi kesempatan untuk menikmati Bali seutuhnya sebagai destinasi pariwisata budaya, sehingga kesan mereka terhadap pengalaman berwisata di Bali dominan pengalaman buruk dan menyebut paket wisata belanja di Bali penuh dengan penipuan.
Sementara di sisi lain, Sendra mengatakan keunikan kebudayaan Bali merupakan faktor penarik wisatawan Tiongkok berkunjung ke Bali. Menurutnya, terdapat segmen pasar di antara kunjungan wisatawan masal asal Tiongkok yang merencanakan perjalanan mereka secara independen dan tidak membeli paket wisata melalui agen perjalanan di Tiongkok.
Menurutnya, segmen pasar ini dapat dijadikan pangsa pasar minat khusus dengan produk wisata berbasis akulturasi budaya Bali-Tionghoa. Namun, Sendra melihat potensi ini belum dilirik oleh stakeholders pariwisata Bali secara maksimal.
Promovendus mengusulkan model pengembangan produk wisata Hibridisasi Budaya Bali-Tionghoa menjadi produk wisata heritage melalui proses komodifikasi sejarah. Proses komodifikasi melibatkan proses seleksi artefak sejarah dan budaya berdasarkan interpretasi secara emik dan etik dilakukan oleh para pemangku kepentingan pariwisata. Interpretasi emik adalah proses penafsiran nilai-nilai intrinsik (nilai kearifan lokal), seperti nilai-nilai sejarah, ilmiah, spiritual, estetika, dan sosial yang terdapat di dalam warisan sejarah dan akulturasi budaya (Vihara Buddha/Kongco di Pura Ulun Danu Batur, Cerita Rakyat Pernikahan Raja Jaya Pangus dan Ratu Kang Ching Wei, Komunitas Etnis Tionghoa di Desa Carangsari).
Interpretasi etik adalah interpretasi nilai ekstrinsik (nilai konteks kekinian) untuk memberikan nilai tambah pada produk sejarah dan budaya. Penafsiran etik didasarkan pada pentingnya pemanfaatan warisan sejarah dan budaya sebagai daya tarik pangsa pasar wisatawan minat khusus. Penafsiran etik menghasilkan produk storynomics dan heritage trail. Storynomics produk wisata sejarah dan budaya sangat penting untuk menarik wisatawan dengan menciptakan konten narasi secara kreatif dan inovatif. Konten kreatif dan inovatif berbasis kearifan lokal dan kekuatan budaya menjadi DNA destinasi pariwisata.
Dengan kata lain, narasi produk sejarah dan budaya harus dapat menciptakan keterikatan secara emosional dari kesamaan unsur-unsur genetika budaya Bali-Tionghoa, keterikatan tempat, dan keterikatan sosial. Heritage trail adalah jejak peninggalan sejarah dan budaya berupa jalur yang menghubungkan fitur-fitur sejarah yang membentuk suatu pola perjalanan dalam suatu kawasan heritage.
Promovendus merupakan dosen tetap di Fakultas Pariwisata Unud. Pria kelahiran Denpasar, 22 Agustus 1965 ini menamatkan pendidikan sarjana pada Program Studi Sejarah di Fakultas Sastra Unud pada tahun 1989. Gelar master dalam bidang ilmu Kajian Jepang diperolehnya pada tahun 1997 dari Universitas Indonesia (UI). Sendra sempat menjabat beberapa posisi penting di Fakultas Pariwisata antara lain Dekan Fakultas Pariwisata Unud (2013-2017), Direktur Indonesia Tourism Confucius Institute (TCI) (2020-2025), dan Ketua Komisi 1 Senat Fakultas Pariwisata Unud (2017-sekarang).
(sumber: www.unud.ac.id)