Atasi Krisis Air, Bali Perlu Bangun Waduk untuk Penuhi Kebutuhan Pertanian
(Baliekbis.com), Tantangan pertanian di Bali saat ini cukup kompleks. Selain keterbatasan lahan yang diolah petani, minimnya SDM juga masalah air. “Penggunaan air di Bali sangat besar. Kalau tidak ada sumber-sumber air baru maka pertanian akan semakin terancam,” ujar Kadis Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Bali Ida Bagus Wisnuardhana di sela-sela acara Focus Group Discussion (FGD) dengan tema” Pokok pokok Pikiran dalam Pembangunan Pertanian Bali ke Depan”, Jumat (4/5) di Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Bali. Hadir dalam FGD Ketua HKTI Bali Prof.Dr.Ir. Nyoman Suparta dan sekretaris Dr. Ir. Dewa Nyoman Sudita,MP.
Dikatakan Wisnuardhana penggunaan air saat ini sangat besar baik untuk konsumsi, ternak dan pertanian. Bahkan penggunaan air semakin tinggi akibat pariwisata. “Turis yang ke Bali lebih besar dari jumlah penduduk Bali sendiri. Kehadiran turis ini juga memakai air yang cukup besar,” ujar Wisnuardhana setelah mendengar pemaparan pelaku pariwisata yang juga menekuni bisnis agro, Bagus Sudibia. Karena itu ke depan harus dibangun waduk-waduk untuk bisa mendukung kegiatan pertanian. Bali menurut Wisnuardhana memiliki curah hujan yang cukup besar. Kalau limpahan air hujan ini bisa ditampung tentu akan mencukupi kebutuhan petani sehingga kegiatan usaha tani bisa berjalan maksimal. Apalagi air menjadi salah satu limiting factor untuk bertani saat ini.
Selain masalah air diakui alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian juga cukup besar.
Setahunnya alih fungsi ini mencapai 400 hektar. Di sisi lain kepemilikan lahan usaha tani juga rendah. “Petani rata-rata hanya memiliki lahan 35 are. Ini jauh dari ideal yakni 2 hektar,” jelasnya.
Kondisi ini akhirnya berdampak pada SDM petani yang semakin menurun karena rendahnya pendapatan petani. Di lain sisi petani masih terbebani masalah pajak yang terus meningkat. Diakui memang berbagai upaya telah dilalukan pemerintah termasuk pengembangan Simantri yang kini jumlahnya 750 unit. Kalau simantri ini sudah berhasil mengangkat pendapatan petani. Namun untuk membantu petani dengan subsidi saprodi termasuk pajak belum bisa maksimal karena terkendala anggaran. Namun Wisnuardhana optimis sektor pertanian akan berkontribusi lebih besar apalagi ada perda yang mengatur tentang tata ruang yang bisa menekan alih fungsi termasuk mendukung pemasaran hasil pertanian ke sektor pariwisata. FGD yang diikuti puluhan pelaku usaha tani dan yang terkait juga dirangkai dengan peringatan HUT ke-45 HKTI. (bas)