Bahas Aturan Turunan UU Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Adi Susanto: SID pada Awak Kapal Niaga agar Dihilangkan
(Baliekbis.com),I Nengah Yasa Adi Susanto S.H.,M.H.,CHT., selaku Ketua Bidang Hukum DPD Himpunan Lembaga Pelatihan Kerja (HILLSI) Bali menegaskan agar negara memberikan pelindungan maksimal terhadap TKI dari pra penempatan, masa penempatan hingga pasca penempatan.
Demikian dikatakan Adi Susanto saat sosialisasi terkait UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia di Hotel Grand Mega Resort Kuta dari tanggal 18 sampai 19 Maret 2019.
Sosialisasi merupakan kerja sama Kementerian Ketenagakerjaan Indonesia dengan Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Alam Provinsi Bali yang diikuti BP3TKI Bali, Polda Bali, Imigrasi maupun instansi serta organisasi swasta lainnya.
I Nengah Yasa Adi Susanto S.H.,M.H.,CHT. ikut diundang untuk memberikan masukan terkait aturan turunan dari UU Nomor18 Tahun 2017. Khususnya pembahasan terkait Peraturan Pemerintah tentang Pasal 64 terkait Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan.
Bro Adi panggilan pria yang juga Ketua DPW PSI (Partai Solidaritas Indonesia) Bali ini
menambahkan Biro Hukum Kementerian Ketenagakerjaan sedang mencari masukan terkait Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan.
Pihaknya mengajukan usulan agar SID (Seafarer Identity Document) pada awak kapal niaga dihilangkan dan diganti dengan perjanjian penempatan. “Selama ini banyak crew atau Pekerja Migran Indonesia (PMI) mengeluhkan keharusan untuk mendapatkan SID karena hanya di Jakarta saja satu-satunya tempat untuk mendapatkan SID ini. Jadi biaya atau cost yang dibutuhkan cukup besar,” tambah Adi yang juga Caleg DPR RI Dapil Bali dari PSI ini.
Selain penghapusan SID, pria yang juga Direktur LSP LPK Monarch Bali ini juga mengusulkan di RPP terkait Penempatan dan Pelindungan Pelaut Awak Kapal dan Pelaut Perikanan ini agar PMI dibebaskan dari biaya-biaya pembuatan dokumen seperti Buku Pelaut, Paspor dan Basic Safety Training (BST).
Pihaknya mengusulkan kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan agar negara mensubisidi biaya-biaya tersebut. Kontribusi devisa yang diberikan PMI ratusan triliun jumlahnya setiap tahun tapi anehnya negara justru mengambil keuntungan lagi dari PMI ketika mereka mengurus dokumen sebagai persyaratan untuk bekerja di luar negeri.
“Prinsipnya negara harus membantu PMI karena mereka adalah Pahlawan Devisa, pemutus rantai kemiskinan serta membawa multiflier effect di lingkungan asal para PMI ini,” tutup Adi Susanto yang juga mantan Sommelier selama 10 tahun di Celebrity Cruises ini. (wbp)