“Bali Berkisah”, Ruang Perjumpaan Anak Muda Menyelami Kekayaan Sastra dan Budaya Bali
Sebagai sister festival dari Ubud Writers & Readers Festival, Bali Berkisah hadir sebagai ruang perjumpaan bagi anak muda untuk menyelami kekayaan sastra dan budaya Bali. Festival ini tidak sekadar merayakan literasi, tetapi juga menjadi wadah eksplorasi isu sosial-budaya melalui diskusi, karya kreatif serta pertemuan lintas disiplin seni.
(Baliekbis.com), Yayasan Mudra Swari Saraswati dengan bangga mempersembahkan Bali Berkisah. Dengan semangat kebersamaan dan kolaborasi, festival ini berupaya menyebarkan kecintaan pada sastra, budaya, dan kearifan lokal Bali kepada generasi penerus.
Festival ini akan berlangsung pada Sabtu dan Minggu, 22-23 Maret 2025, dengan Graha Yowana Suci sebagai venue utama. Beberapa sesi akan berlangsung di ARTOTEL Sanur dan The Meru Sanur, sementara program sekolah akan diadakan di SDN 11 dan 15 Dauh Puri Denpasar.
Demikian antara lain terungkap dalam acara Press Call yang menghadirkan pembicara Made Chandra (perupa dan penulis), Putu Tiwi (Penulis buku ‘Melawan Bahasa Patriarki’), Wangsa Loka (Travel Content Creator dan penulis), Carma Mira (Dosen dan penulis cerpen Berbahasa Bali) dan Dwi Emayanti selaku Ketua Yayasan Mudra Swari Sarasawati & Festival Manager yang juga memandu acara Press Call.
Selama dua hari penuh, Bali Berkisah akan menghadirkan 37 penulis, seniman, dan budayawan muda Bali yang akan berbagi kisah dan wawasan dalam berbagai format acara, termasuk mendongeng, bincang-bincang inspiratif, lokakarya kreatif, tur sejarah, peluncuran buku, diskusi sastra, hingga pertunjukan seni.
Festival ini juga menjadi kesempatan istimewa bagi para penikmat sastra untuk bertemu dengan penulis senior Bali, seperti Wayan Jengki Sunarta, Tan Lio Ie, dan Mas Ruscita Dewi. Tidak hanya dari Bali, festival ini juga mengundang nama-nama besar, termasuk Dee Lestari dan Henry Manampiring, yang akan turut serta dalam percakapan lintas budaya.
“Ada begitu banyak kisah berharga dari Bali, baik yang berasal dari tradisi maupun yang muncul dalam realitas sosial saat ini, yang perlu dirawat dan dibagikan ke generasi berikutnya. Festival ini lahir dari keinginan untuk menciptakan ruang bagi penulis, seniman, dan masyarakat untuk terus menggali, mendokumentasikan, serta menghidupkan kembali cerita-cerita ini. Harapannya, ini tidak hanya menjadi ajang apresiasi, tetapi juga sarana untuk melahirkan kisah-kisah baru yang akan terus beresonansi di masa depan,” ujar Program Manager Bali Berkisah, Gustra Adnyana.
“Melalui topik-topik diskusinya, Bali Berkisah tidak hanya merawat kisah-kisah lama, tetapi juga membuka ruang bagi generasi muda untuk menginterpretasikan ulang warisan budaya mereka. Festival ini mengajak mereka untuk berperan aktif dalam menciptakan narasi Bali yang relevan di masa kini dan masa depan,” sambungnya.
Bali Berkisah juga memperkenalkan suara-suara baru dalam dunia literasi, seni, dan budaya Bali. Beberapa di antaranya adalah Made Chandra, perupa muda yang mengeksplorasi wayang Kamasan; Putu Tiwi, penulis dan akademisi dengan fokus pada sosiologi gender dan budaya; Wangsa Loka, seorang Travel Content Creator yang menuangkan pengalaman perjalanannya dalam buku “Kelana, Paths Will Guide You to Find the Soul”, yang segera terbit; serta Carma Mira, penulis dan dosen Sastra Jawa Kuno di Universitas Udayana, yang akan meluncurkan kumpulan cerpen berbahasa Bali berjudul “Blabur ring Pasisi Sanur” di Bali Berkisah.
Masih banyak lagi deretan nama yang akan mengisahkan cerita-cerita luar biasa dan menggugah. Untuk memperluas jangkauan dan keterlibatan anak muda, Bali Berkisah telah menyelenggarakan berbagai kegiatan pendahuluan dalam rangka “Road to Bali Berkisah” sejak Februari 2025. Acara ini mencakup pameran seni, piknik sastra, pembacaan puisi, serta klub buku yang tersebar di beberapa titik di Denpasar, Kuta, dan Seminyak.
Selain itu, Bali Berkisah turut menyelenggarakan lomba menulis puisi yang mendapat antusiasme tinggi dari puluhan siswa-siswi tingkat SD, SMP, dan SMA se-Bali. Setelah melalui proses seleksi, kompetisi ini menetapkan tiga pemenang: Ni Made Agustini Ayu Candri Pratiwi (SMA N 1 Kubu), Ida Ayu Saira Suamba (SMP Taman Rama Jimbaran), dan Luh Putu Ira Vinaya Putri (SDN 2 Dangin Puri). Inisiatif ini bertujuan untuk merangkul komunitas di luar lingkaran sastra konvensional, membuka ruang dialog baru, serta menemukan lebih banyak pencerita yang siap berbagi kisahnya tentang Bali.
“Bali Berkisah lahir dari kecintaan kami terhadap sastra dan budaya Bali, serta semangat untuk menghadirkan ruang bagi generasi muda dalam merayakan dan mengembangkan warisan mereka. Festival ini bukan hanya tentang kata-kata, tetapi juga tentang membangun komunitas, berbagi cerita, dan menginspirasi satu sama lain. Kami berharap Bali Berkisah menjadi tempat di mana tradisi dan inovasi bertemu, melahirkan kisah-kisah baru yang akan terus hidup di masa depan,” ujar Janet DeNeefe, Pendiri Yayasan Mudra Swari Saraswati dan Ubud Writers & Readers Festival.
Festival ini terselenggara berkat dukungan dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan Tahun 2024.
Dipersembahkan oleh Yayasan Mudra Swari Saraswati dan Ubud Writers & Readers Festival, festival ini diharapkan menjadi tonggak penting dalam merawat dan mengembangkan ekosistem sastra serta kebudayaan Bali di tengah arus perubahan zaman.
“Generasi muda memegang peran penting dalam menjaga eksistensi sastra Bali, namun kontribusi mereka tidak harus dilakukan dengan cara yang sama. Sastra Bali begitu luas, dan setiap individu dapat berkontribusi sesuai minatnya—menjadi pencipta, penikmat, mendukung lewat media digital, atau membangun komunitas literasi. Yang terpenting, sastra Bali terus hidup dan berkembang melalui berbagai cara,” ujar Carma Mira, seorang dosen dan penulis puisi.
Carma mengemukan adanya tantangan dan peluang dalam mempertahankan karya sastra. Tantangannnya, minat masyarakat akan Karya Sastra Bali Modern masih rendah. Bahkan banyak yabg tidak tahu Sastra Bali modern. Tantangan juga pada publikasi dan persaingan di media digital.
Namun ia melihat peluang yang cukup menarik dengan hadirnya teknologi digitalisasi seperti penerbitan bisa secara digital selain cetak. Juga dukungan pemerintah sangat membantu.
“Ini adalah momen yang berharga, bukan hanya untuk mempelajari sastra atau mengetahui agenda yang telah dijadwalkan, tetapi juga kesempatan terbaik untuk membangun koneksi. Saya yakin orang-orang yang datang ke Bali Berkisah bukanlah sembarang orang. Tidak semua orang tertarik pada dunia penulisan atau sastra, sehingga kehadiran mereka di Bali Berkisah menunjukkan adanya ketertarikan yang mendalam. Acara ini bukan sekadar wadah yang telah disediakan, tetapi juga ruang bagi kita untuk bertumbuh dan membangun jaringan yang mungkin akan menentukan siapa kita di masa depan,” ujar Wangsa Loka.
Tentang Pemandu & Pembicara
Pemandu Dwi Ermayanthi – Ketua Yayasan Mudra Swari Saraswati sekaligus Festival Manajer dari Ubud Writers & Readers Festival, Ubud Food Festival, Ubud Artisan Market, dan Bali Berkisah.
Made Chandra – seorang perupa muda asal Bali. Dalam berkarya ia kerap menggunakan wayang Kamasan sebagai bagian dalam eksplorasinya. la berusaha untuk menarik sejauh mungkin bagaimana tradisi bisa menjadi subjek yang bisa berbicara tentang sesuatu di luar dirinya. Selain berkarya ia kerap menulis beberapa catatan kecil perihal budaya, tradisi maupun seni rupa.
Putu Tiwi – menyelesaikan pendidikan terakhirnya di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran. Ia memiliki ketertarikan pada bidang sosiologi gender dan sosiologi budaya. Buku terakhirnya, Melawan Bahasa Patriarki diterbitkan pada tahun 2023 oleh Penerbit Semut Api.
Wangsa Loka – Seorang perempuan asal Bali yang berkarir sebagai Travel Content Creator selama tiga tahun terakhir, ia berkelana mengunjungi tempat-tempat baru dan bertemu banyak orang yang mengubah hidupnya.
Seluruh pengalaman berkesan itu ia tuangkan dalam sebuah buku yang akan segera terbit berjudul Kelana, Paths Will Guide You to Find the Soul.
Carma Mira – adalah seorang penulis dan dosen di Program Studi Sastra Jawa Kuno, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana. Bukunya yang berjudul “Ngantosang Ulungan Bulan” meraih hadiah Sastra Rancage untuk sastra Bali modern tahun 2024. Kumpulan cerpen berbahasa Balinya, “Blabur ring Pasisi Sanur” akan diluncurkan di Bali Berkisah. (ist)
Leave a Reply