Bandara Ngurah Rai Tolak Bagi Hasil, Tamba: Aturan Bukan Kitab Suci, Bisa Diubah
(Baliekbis.com), DPRD Bali dan sejumlah komponen masyarakat meminta PT Angkasa Pura (PAP) Ngurah Rai memberikan kontribusi kepada Pemprov Bali, dengan membagikan keuntungan pengelolaan bandara Ngurah Rai. Selama ini tidak ada kontribusi dari PAP Ngurah Rai untuk Pemprov Bali. Permintaan itu menyusul adanya rekomendasi Gubernur Bali Made Mangku Pastika kepada PAP Ngurah Rai untuk reklamasi 40 hektar kawasan pemanfaatan untuk perluasan bandara Ngurah Rai.
Perluasan bandara itu untuk menambah fasilitas parkir pesawat (apron) dan terminal untuk persiapan pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali pada Oktober mendatang. Reklamasi kawasan itu kini dimulai, setelah PAP Ngurah Rai mengantongi Izin Pelaksanaan Reklamasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada 18 Mei lalu. Pengerjaan tahap pertama untuk membangun apron dengan dana Rp2,2 triliun ditargetkan selesai akhir Agustus mendatang.
Permintaan pembagian hasil tersebut kembali disampaikan wakil rakyat di Renon ini saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPRD Bali dengan Direksi PAP Ngurah Rai, di gedung DPRD Bali, Jumat (25/5). Ketua Komisi III DPRD Bali Nengah Tamba usai memimpin RDP tersebut mengatakan, selama ini Bali tidak mendapatkan kontribusi dari Bandara Ngurah Rai. Menurut dia, Bali seharusnya mendapatkan penyisihan keuntungan dari Bandara Ngurah Rai. “Hampir 17 ribu orang asing masuk Bali dari Bandara Ngurah Rai, namun Bali tidak mendapat kontribusi apapun dari Bandara Ngurah Rai,” kata Tamba.
Bakal calon anggota DPR RI dengan tagline TMS (Tamba Menuju Senayan) ini mengatakan, Bali hidup dari Pariwisata, dan pariwisata hidup dari kebudayaan Bali. Bandara Ngurah Rai menjadi besar dan kunjungan sangat tinggi karena pariwisata Bali berbasis budaya tersebut. Namun peran dari Bandara Ngurah Rai untuk menjaga rutinitas budaya, adat dan agama yang ada di Bali tidak ada.
Apalagi dengan adanya perluasan bandara Ngurah Rai, maka kunjungan wisatawan akan meningkat ke Bali, dan itu memberi keuntungan besar bagi PAP Ngurah Rai. “Mestinya ada penyisihan dana keuntungan untuk budaya Bali. Budaya Bali kuat, pariwisata tetap akan berjalan, maka Bandara menjadi ramai dan keuntungan meningkat,” jelasnya.
Bagi Tamba kondisi ini yang harus disadari. Sebab, keberadaan bandara Ngurah Rai hingga menjadi hebat seperti sekarang tak lepas dari kebudayaan Bali yang menjadikan Bali salah satu destinasi pariwisata terbaik di dunia. “Ini yang harus dirawat. Ketika ada undang – undang bagi hasil, untuk daerah dengan hasil tambang, Bali tidak ada, karena Bali mengandalkan pariwisata. Mestinya Bandara bisa memberikan kontribusi terhadap Bali,” katanya.
Tamba mengakui bahwa dari sisi aturan, bagi hasil oleh PAP itu memang tidak bisa. Namun, ia menegaskan bahwa aturan itu bisa diubah jika perusahaan BUMN memang memiliki komitmen untuk berkontribusi bagi Bali. “Aturan apa di Republik ini yang tidak bisa diubah. Aturan itu bukan kitab suci. Kita mendorong agar agar aturan itu bisa diubah agar ada kontribusi perusahaan BUMN termasuk PT Angkasa Pura untuk berkontribusi nyata bagi Bali,” tegasnya.
Namun, permintaan Dewan itu tak bisa dipenuhi PAP Ngurah Rai, karena masih dijegal regulasi. General Manager PT Angkasa Pura Ngurah Rai, Yanus Suprayogi, mengatakan, PAP sebagai BUMN terikat dengan aturan. Adapun aturan saat ini kata dia, tidak bisa membagi hasil keuntungan pengelolaan Bandara Ngurah Rai kepada Pemprov Bali. Jika aturannya memungkinkan pihaknya bisa mengakomodir permintaan itu. “Saat ini aturan tidak memungkinkan bagi hasil. Kami sebagai BUMN melekat aturan. Tidak bisa keluar dari aturan. Besaran tarif aja ada aturan. Tarif ini untuk apa juga ada aturan,” jelas Yanus Suprayogi.
Kendati demikian, lanjut dia, masih ada untuk mendapatkan pembagian keuntungan dari pengelolaan bandara Ngurah Rai. Pemprov Bali harus berinvestasi ke PAP Ngurah Rai. Dari sisi aturan, investasi itu diperbolehkan. Besarnya investasi juga disesuaikan dengan kemampuan keuangan Pemprov Bali. “Kita bisa akomodir (pembagian hasil) kalau Pemprov berinvestasi ke kita. Contohnya investasi untuk pembangunan Apron. Itu juga dilakukan di bandara di daerah lainnya,” jelasnya.
Menanggapi saran Yanus Suprayogi tersebut, Sekretaris Komisi III DPRD Bali Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, kemampuan keuangan Pemprov Bali saat ini tak cukup untuk berinvestasi di bandara Ngurah Rai. APBD Provinsi Bali yang kini mencapai Rp6,5 Triliun saja masih terdapat defisit yang besar untuk membiayai pembangunan.
Solusi yang bisa dilakukan, kata Politisi vokal PDI Perjuangan asal Buleleng ini, Pemprov Bali meminjam dana dari pihak lain. Opsi kedua, lanjut dia, Perusahaan Daerah (Perusda) milik Pemprov Bali yang berinvestasi di PAP Ngurah Rai. Namun, karena dana yang dimiliki masih terbatas, Perusda juga butuh pinjaman dari pihak ketiga untuk berinvestasi. “Perusda bisa pinjam dana dari pihak ketiga untuk investasi. Itu dimungkinkan,” kata Kariyasa. (tms)