Bangun Museum Agung Pancasila, Gus Marhaen: Saya Ingin Pancasila dan NKRI Terus Digelorakan
“Ini persembahan saya kepada Indonesia dan dunia. Apalagi Bali jadi pusat pariwisata, Museum Agung Pancasila ini juga akan jadi bagian daya tarik wisata sejarah”.
(Baliekbis.com),Sukses mendirikan Museum Agung Bung Karno dan kini tengah menyelesaikan sejumlah areal bagian dari Gedung Trisakti Kawasan Taman Proklamasi Renon Denpasar, tak membuat Ketua Yayasan Perpustakaan Bung Karno sekaligus pendiri Museum Agung Bung Karno, Gus Marhaen berpuas diri.
Gus Marhaen kini kembali membangun “masterpiece” Museum Agung Pancasila berlantai lima di atas lahan 25 are di Gang Pancasila, Renon, Denpasar. “Saya buat Museum Agung Pancasila karena ingin Pancasila dan NKRI terus digelorakan,” kata Gus Marhaen, Minggu (21/6/2020) ditemui di areal pembangunan gedung Museum Agung Pancasila ini serangkaian refleksi peringatan hari wafatnya Bung Karno 21 Juni 2020 yang merupakan bagian peringatan bulan Juni sebagai Bulan Bung Karno.
“Ini persembahan saya kepada Indonesia dan dunia. Apalagi Bali jadi pusat pariwisata, Museum Agung Pancasila ini juga akan jadi bagian daya tarik wisata sejarah,” imbuh Gus Marhaen.
Bahkan karya “masterpiece” lainnya yang juga akan dipasang di areal Museum Agung Pancasila ini adalah patung kayu Presiden pertama RI Ir. Soekarno atau Bung Karno setinggi 11 meter. Yang lebih membanggakan lagi patung ini akan menjadi patung kayu tertinggi di dunia kebanggaan Bali dan Indonesia. “Saya ingin patung kayu Bung Karno ini tercatat dalam sejarah dunia sebagai patung kayu tertinggi di dunia,” kata Gus Marhaen.
Hingga saat ini pembuatan patung kayu Bung Karno ini masih dikerjakan secara bertahap. Saat ini baru rampung pahatan bagian kepala dengan tinggi hampir 2 meter yang dibuat oleh tukang dari Angantaka Denpasar atas arahan dari Gus Marhaen selaku inisiator dan desainernya.
Patung kayu Bung Karno ini dibuat dari kayu khusus yakni kayu suar. Saat ini kayu untuk bagian badan Bung Karno masih dicari ke sejumlah daerah di Jawa karena memang tergolong sulit mendapatkan kayu kualitas bagus yang panjang dan ukuran diameter besar. “Untuk biaya material kayu saja sampai Rp 450 juta belum biaya tukang dan menghaluskan patung kayu ini agar bagus,” ungkap Gus Marhaen.
Sementara secara keseluruhan Museum Agung Pancasila dengan gedung lima lantai ini ditaksir menghabiskan anggaran lebih dari Rp 6 miliar. “Tapi itu hanya untuk biaya bangun gedung. Belum lagi isinya seperti lukisan tentang Bung Karno dan kaitan dengan Pancasila,” ungkap Gus Marhaen.
Satu lukisan ukurannya 150 cm x 115 cm bisa mencapai Rp 15 juta. Nantinya akan ada 150 buah lukisan ditambah juga berbagai dokumen sejarah lainnya tentang Pancasila termasuk berbagai buku tentang Pancasila.
Gus Marhaen tidak menargetkan berapa tahun gedung Museum Agung Pancasila ini rampung. Namun ia mengaku akan berjuang all out agar gedung ini segera rampung.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, pembangunan gedung juga tetap berjalan dengan memperhatikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Ada lebih dari 20 pekerja yang terlibat setiap harinya.
Hal ini juga sebagai bagian komitmen Gus Marhaen membantu menyambung perekonomian dan sumber pendapatan para buruh agar tetap mampu menghidupi keluarganya saat pandemi Covid-19 masih berlangsung.
“Seperti itulah dedikasi saya disamping berkarya mengerjakan sejarah, di sisi lain saya berpikir bagaimana dalam ruang lingkup kemanusiaan. Contohnya tenaga kerja biar mereka itu tidak kelaparan di masing-masing rumahnya. Ada kurang lebih sekitar 24 KK yang bekerja membangun Gedung Museum Agung Pancasila, saya usahakan maksimal buruh ini tidak di-PHK,” papar Gus Marhaen.
Saat ditanya dengan anggaran Rp 6 miliar lebih kenapa dirinya tidak memilih misalnya berinvestasi dengan membuat hotel melainkan memilih bekerja untuk sejarah dengan mendirikan Museum Agung Pancasila, Gus Marhaen berseloroh bahwa dirinya saat mati ingin meninggalkan nama baik dan ingin dikenang dalam tinta emas perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
“Harimau mati meninggalkan belang. Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan nama. Menuju kematian saya, sebagai pekerja sejarah saya ingin meninggalkan nama baik dan dikenang,” ungkap Gus Marhaen. (ist)