Beberapa TPID di Indonesia Kunker ke Bali
(Baliekbis.com), Puluhan Ketua TPID dari berbagai daerah di Indonesia, Kamis (27/1) melakukan Capacity Bulinding dan Study Banding Tim Pengendalian Inflasi Daerah di Kantor Bank Indonesia Denpasar. Beberapa TPID tersebut di antaranya Sekda Provinsi Sumatera Selatan selaku Ketua TPID Provinsi Sumatera Selatan, TPID Provinsi Riau, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Aceh, Provinsi Gorontalo, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan selaku Wakil Ketua TPID Provinsi Sumatera Selatan, Hamid Ponco Wibowo, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Riau selaku Wakil Ketua TPID Provinsi Riau Ismet Inono. Juga hadir Ketua TPID Kota Denpasar, Sekda Kota Denpasar A.A.N Rai Iswara, Ketua TPID Kabupaten Badung, diwakili Asisten II Dewa Apramana, Ketua TPID Kota Lubuklinggau, Sekda Kota Lubuklinggau Parigan, Ketua TPID Kota Palembang, Sekda Kota Palembang Harobin, Ketua TPID Kabupaten Goronatalo, Sekda Kabupaten Gorontalo Hadijah Tayeb, Ketua TPID Kota Goronatalo, Sekda Kota Gorontalo Ismail Madjid, Ketua TPID Kabupaten Pohuwato, Sekda Kabupaten Pohuwato Djoni Nento, Ketua TPID Kabupaten Hulu Sungai Utara HSU, Sekda Kabupaten HSU Eddyan Noor Idur, Ketua TPID Kabupaten Pidie, Sekda Kabupaten Pidie. Amiruddin
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana dalam paparannya menjelaskan perkembangan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan II 2016 menunjukkan peningkatan menjadi sebesar 6,53% (yoy) dibandingkan capaian pada triwulan 1 2016 sebesar 6,05%, dan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nasional sebesar 5,18% (yoy) dan Kawasan Timur Indonesia sebesar 5,9% (yoy). Perekonomian Bali dari sisi penawaran, didominasi oleh lapangan usaha akomodasi makan dan minum dengan share sebesar 23%, konstruksi sebesar 9% dan transportasi dan pergudangan sebesar 9%. Dari sisi penawaran, ekspansi kinerja perekonomian Bali di triwulan II 2016 didorong oleh membaiknya kinerja beberapa lapangan usaha (yang memiliki share besar terhadap perekonomian Bali), yaitu Penyediaan Akomodasi Makan dan Minum, Transportasi dan Pergudangan, dan Konstruksi. Dari sisi penggunaan, ekspansi kinerja perekonomian Bali pada triwulan II 2016 didorong oleh ekspansi tiga komponen utama yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan konsumsi LNPRT.
Iman menambahkan perkembangan ekonomi kabupaten/kota di Bali tahun 2015 pada umumnya tumbuh sebesar 6% ke atas dengan pertumbuhan tertinggi di Kabupaten Gianyar yaitu sebesar 6,34%(yoy) dan terendah di Kabupaten Karangasem sebesar 6,00%. Kondisi tersebut yang menopang pertumbuhan ekonomi Bali di 2015 tercatat sebesar 6,04% (yoy) diatas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 4,79%. Memasuki triwulan III 2016, pertumbuhan ekonomi Bali diperkirakan meningkat dalam kisaran 6,42% – 6,82% (yoy). Optimisme tersebut didorong oleh beberapa faktor antara lain masuknya periode peak season pariwisata (libur musim panas Australia dan Eropa), meningkatnya permintaan domestik sejalan dengan adanya perayaan hari raya keagamaan yang berlangsung di Triwulan III (Idul Fitri, Idul Adha, Galungan, dan Kuningan), dorongan stimulus fiskal berupa penyelesaian pembangunan proyek infrastruktur pemerintah, relaksasi ketentuan transhipment.
Faktor lainnya yakni telah selesainya pembangunan dan perbaikan beberapa proyek infrastruktur yang dapat mendorong peningkatan produksi antara lain berupa proyek irigasi, ekspektasi pelaku usaha ke depan seiring dengan rencana relaksasi LTV (KPR), pemberlakuan tax amnesty, dan tendensi penurunan suku bunga perbankan (dampak implementasi BI 7 days repo rate). Untuk keseluruhan tahun 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali memperkirakan akan tumbuh pada kisaran 6,15%-6,55% (yoy), meningkat dibandingkan capaian 2015 sebesar 6,04% (yoy). Dari sisi permintaan, perkiraan peningkatan didorong oleh hampir semua komponen. Dari komponen konsumsi Pemerintah, perkiraan peningkatan terjadi seiring dengan adanya pembayaran gaji PNS ke 14 yang mulai dilakukan pada tahun 2016 yang berpotensi mendorong realisasi belanja pemerintah. Di samping itu, akselerasi peningkatan dana desa dengan pagu tahun 2016 mencapai Rp 416 miliar, lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 185 miliar diperkirakan dapat turut menjadi pendorong realisasi dana desa tahun 2016 yang di Juni 2016 telah mencapai 60%, lebih tinggi dibandingkan realisasi Juni 2015 yang sebesar 38,25%. Kebijakan bebas visa yang telah ditempuh oleh pemerintah sejak tahun 2015, telah memberikan peningkatan yang signifikan pada jumlah kunjungan wisman antara lain dari China, Inggris, India dan Uni Emirat Arab sehingga memberikan efek multiplier pada pertumbuhan ekonomi Bali.
Komitmen Pemerintah Daerah dalam mendukung pembangunan perekonomian, terutama pembangunan infrastruktur diperkirakan akan juga turut motor penggerak akselerasi peningkatan kinerja konsumsi pemerintah di tahun 2016. Sejalan dengan perkembangan tersebut, optimisme akselerasi pada komponen investasi didorong oleh optimisme pelaku usaha seiring dengan tendensi penurunan suku bunga kredit perbankan (investasi dan modal kerja) di Provinsi Bali sebagai respon terhadap penurunan suku bunga BI Rate dan implementasi penggunaanBI 7-days Repo Rate. Dukungan kemudahan regulasi terkait dengan investasi penghapusan bidang usaha restoran dari Daftar Negatif Investasi dan penghapusan sejumlah Perda, ditambah dengan rencana relaksasi ketentuan LTV untuk kredit Perumahan turut mendukung optimisme peningkatan kinerja investasi. Peningkatan konsumsi rumah tangga di tahun 2016 diperkirakan mengalami perbaikan seiring dengan kenaikan UMP dan potensi menurunnya harga BBM dan LPG, terjaganya TTL sepanjang tahun 2016 serta dengan pencairan gaji ke14 bagi PNS.
Dijelaskan Bali dengan jumlah penduduk 4,1 juta jiwa memiliki keunikan tersendiri dibandingkan daerah lainnya yakni sebagai daerah tujuan wisata dengan wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik yang mencapai 10 juta orang, Bali harus menyiapkan ketersediaan pangan yang cukup. Bali juga memiliki keunikan dengan cukup banyak kegiatan upacara keagamaan dan hari raya keagamaan (misalnya Nyepi, Galungan, Kuningan, Saraswati, Pagerwesi, dan Siwaratri), tentunya hal ini memerlukan supply komoditas yang memadai agar tidak menimbulkan tekanan inflasi di Bali. Dengan kondisi tersebut, inflasi Bali selama ini lebih banyak bersumber dari komponen harga bergejolak yaitu komoditas yang berasal dari tanaman pangan dan hortikultura.
Oleh karena itu, berbagai upaya pengendalian inflasi telah dan akan terus dilakukan oleh seluruh TPID se-Provinsi Bali, lebih difokuskan untuk menstabilkan komponen komoditas harga bergejolak, antara lain melalui upaya mencukupi supply melalui peningkatan produktifitas maupun memperpendek mata rantai jalur distribusi. Berbagai langkah strategis bersama yang telah ditempuh dalam wadah TPID telah menunjukkan capaian yang menggembirakan dengan tingkat inflasi tahun 2015 sebesar 2,75% (yoy) turun dari 8,43 % di tahun 2014 dan merupakan capaian inflasi yang terendah dalam kurun waktu 29 tahun terakhir. Melalui upaya pengendalian inflasi yang dilakukan oleh TPID dengan capain inflasi yang berada pada level yang rendah ikut mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan daya beli masyarakat. Harga yang terkendali juga ikut mendorong tingkat kemiskinan di Bali turun hampir 0,5%, dari 4,74% pada Maret 2015 menjadi 4,25% di periode Maret 2016, atau hampir 1% bila dibandingkan tingkat kemiskinan September 2015 yang mencapai 5,25%. (ist)