Belajar dari Pengamanan IMF-WB, Eko Cahyono: Bali Perlu Terapkan Keamanan Berbasis Teknologi Kecerdasan Buatan
(Baliekbis.com), Ekonom yang juga pemerhati teknologi digital H.M. Eko Budi Cahyono, S.E.,M.M.,M.H., memandang Bali perlu mengembangkan pengamanan berbasis teknologi AI (Artificial Intelligence) khususnya di pintu masuk Bali seperti Bandara Ngurah Rai maupun pelabuhan.
Hal itu mengacu suksesnya pertemuan tahunan IMF-WB di Bali yang tidak terlepas dari campur tangan penerapan teknologi surveillance terkini berbasis kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang disediakan oleh perusahaan bernama Nodeflux bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia. Keberhasilan pengamanan acara itu juga didukung pihak TNI, segenap komponen masyarakat dan pihak terkait lainnya.
“Mengingat Bali sebagai destinasi pariwisata kelas dunia yang setiap hari dikunjungi puluhan ribu wisatawan baik mancanagera maupun domestik maka dari aspek keamanan harus benar-benar terjaga dan tidak bisa dengan cara-cara yang biasa. Tapi harus adaptif dengan perkembangan teknologi kekinian dan futuristik,” kata Eko Cahyono yang juga caleg DPR RI dapil Bali nomor urut 2 dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), Jumat (19/10).
Penerapan pengamanan berbasis teknologi AI menurut Eko Cahyono lebih mampu mencegah potensi gangguan keamanan yang lebih masif dan berdampak buruk. Selain memang jauh lebih efektif dan efisien juga datanya dapat diakses real time. Ia mencontohkan salah satu bentuk penerapan teknologi AI dalam pengamanan ini yakni dengan fitur pengenalan wajah (Face Recognition/FR) yang sudah mulai diterapkan di sejumlah bandara internasional negara maju seperti di Changi Airport Singapura dan Sydney Airport Australia.
Contoh teknologi lainnya yakni Airport Security Web yang sudah mulai diterapkan pertengahan tahun 2018 ini di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sistem ini berfungsi memonitor operasional para petugas keamanan secara digital dengan sistem berbasis web. “Jadi Bandara Ngurah Rai juga perlahan bisa menerapkan Airport Security Web kemudian baru mengarah ke sistem keamanan berbasis AI seperti Face Recognition,” tegas pria yang juga pendiri Ekonomi Bali Creatif itu.
Teknologi pengamanan canggih ini dipandang diperlukan bagi Bali mengingat Pulau Dewata ini sangat bergantung dengan pariwisata yang juga rentan dan sensitif dengan isu-isu keamanan. Apalagi jika sampai gangguan keamanan skala besar seperti ancaman terorisme.
Sebab Bali dua kali punya pengalaman pahit dengan aksi teroris dimana saat terjadi Bom Bali 1 pada 12 Oktober 2002. Kemudian Bom Bali 2 pada 1 Oktober 2005. Untuk itu Eko mengingatkan jangan anggap Bali sudah sepenuhnya aman dari ancaman teroris atau aksi bom bunuh diri.
“Kita harus tetap waspada dan jangan terlena dengan gemerincing dollar yang terus masuk Bali tapi lupa berinvestasi pada peningkatan keamanan dengan teknologi terkini,” tegas pria penulis buku ekonomi bisnis “best seller” berjudul “Sukses Ada di Pikiran dan Infrastruktur Ekonomi”.
Untuk itulah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali bersama dengan otoritas Bandara Ngurah Rai dan pihak terkait lainnya di pintu masuk Bali serta pihak kepolisian maupun juga TNI serta para perusahaan pengembang teknologi surveillance diharapkan duduk bersama merancang sebuah blue print pengamanan Bali berbasis teknologi AI atau teknologi lainnya. Hal ini agar mampu meminimalkan potensi ancaman keamanan serta dapat menangani gangguan keamanan dengan cepat.
“Hal itu selain untuk menjaga keamanan masyarakat Bali, juga memberikan rasa aman dan nyaman Bali wisatawan yang datang ke Bali,” tegas Eko. Pemprov Bali bekerja sama dengan pemerintah kabupaten/kota juga diharapkan memasang lebih kamera pemantau (CCTV) di tempat-tempat umum, pusat pemerintahan, objek vital seperti juga destinasi/objek pariwisata. Sebab semakin banyak CCTV yang terpasang, semakin akurat pihak berwenang bisa memantau keamanan.
“Misalnya di seluruh Tiongkok tercatat sekitar 170 juta CCTV terpasang yang juga dibekali teknologi kecerdasan buatan. Jadi CCTV ini mampu mengenali wajah, jenis kelamin, usia, dan langsung mengeceknya ke database kependudukan yang dimiliki oleh Pemerintah Tiongkok. Data dari CCTV ini juga terintegrasi dengan pihak keamanan sehingga bisa digunakan aparat keamanan misalnya untuk menangkap pencuri dan memasukkanya dalam daftar pencarian orang hanya dalam hitungan menit,” papar Eko.
Namun Eko mengakui investasi untuk penyiapan teknologi pengamanan canggih berbasis kecerdasan buatan memang cukup mahal. Tapi harga itu tentu sebanding dengan benefit yang diciptakan. Sebab pariwisata Bali ini mahal. Sedikit saja ada gangguan keamanan kerugian yang ditimbulkan sangat besar. Misinya saja akibat erupsi Gunung Agung yang membuat beberapa kali Bandara Ngurah Rai sempat tutup. “Apalagi jika gangguan keamanan diakibatkan ulah manusia dalam skala yang masif. Jadi investasi untuk pengamanan ini wajib demi masa depan pariwisata Bali,” pungkas Eko. (emc)