Bendesa Adat Pagan: Putus Mata Rantai Covid-19 “Sumerta Gede Bersatu” Siap Terapkan PKM
(Baliekbis.com),Bendesa Adat Pagan, Sumerta Kauh, Kecamatan Denpasar Timur Dr, I Wayan Subawa,SH,MH mengatakan tiga desa adat yang kini tergabung dalam Desa Adat Sumerta Gede yakni Desa Sumerta Kauh, Desa Adat Pagan dan Desa Tanjung Bungkak sudah mengajukan pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) ke Pemkot Denpasar.
Wayan Subawa juga mengatakan Pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia secara global saat ini telah banyak mengubah tatanan dan gaya hidup di masyarakat.
“Khususnya di Pulau Bali, saat ini sudah banyak cara dan kebijakan dilakukan pemerintah dalam memutus mata rantai penyebaran Pandemi Covid-19 yang belum ada obatnya ini,” terangnya, Rabu (3/6/2020).
Subawa yang juga mantan Sekda Badung ini menjelaskan sejak dilaksanakannya PKM di Kota Denpasar yakni pada tanggal 15 Mei 2020 yang lalu, pihaknya sudah bersepakat untuk tiga Desa Adat seperti Desa Sumerta Kauh, Desa Adat Pagan dan Desa Tanjung Bungkak membentuk sebuah nama baru dengan nama Desa Adat Sumerta Gede.
“Kami bentuk nama Desa Sumerta Gede untuk tiga Desa Adat ini tidak terlepas dari histori keperbekelan tempo dulu, dimana ketiga Desa Adat ini pernah berada di bawah naungan payung satu Perbekel,” jelasnya.
PKM yang sudah diajukan dalam rapat hari Rabu, 27 Mei 2020 lalu, ketiga Desa Adat ini telah sepakat untuk bersama-sama mengajukan pelaksanaan PKM. Kecuali ada hal-hal yang sifatnya sangat otonomi, keputusan nantinya bisa diambil masing-masing Desa Adat.
“Pengajuan pelaksanaan PKM di Desa Adat Sumerta Gede ini sudah diajukan ke Kantor Camat, dan tinggal menunggu hasil verifikasi dari tim Pemkot Denpasar tentang kesiapan Desa Adat Sumerta Gede dan memutuskan selanjutnya kapan dapat dimulainya pelaksanaan PKM tersebut,” imbuhnya.
Dalam Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 32 Tahun 2020 ada disebutkan Desa Adat bisa mengajukan permohonan Pelaksanaan PKM kepada Pemkot Denpasar untuk memutus mata rantai penyebaran Pandemi Covid-19.
“Bahkan dalam pelaksanaan Perwali Nomor 32 tahun 2020 sendiri terkait tentang PKM secara prinsip pelaksanaannya sudah bisa dikatakan berjalan dengan baik sebagai upaya untuk bisa memutus penyebaran mata rantai Covid-19. Walaupaun istilah PKM tidak ada dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2018, namun PKM ini merupakan terobosan baru dari Pemkot Denpasar,” paparnya.
Wayan Subawa menambahkan kalau dalam pelaksanaan PKM terkandung dua makna yakni filosofis dan yuridis. Secara filosofis sebagai wujud, niat, semangat atau tanggung jawab pemerintah dalam memberikan perlindungan kepada masyarakat dalam hal kesehatan sesuai UUD 1945.
“Sedangkan secara yuridis bisa sebagai payung hukum bagi Desa, Kelurahan dan Desa Adat dalam melaksanakan PKM yang berarti pemerintah Kota Denpasar menghargai hak dan aspirasi masyarakat sesuai kebutuhan masing-masing,” tambahnya. (sus)