BI Dukung Program Digitalisasi di Sektor Pertanian
(Baliekbis.com), Penerapan digitalisasi pertanian di sisi hulu diharapkan akan mengubah cara bertani, perilaku petani, hingga cara penyediaan input. Kemudian, digitalisasi sisi hilir akan memperluas cakupan pasar, efisiensi harga, hingga cara penjualan produk.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Rosmaya Hadi menjelaskan Bank Indonesia sangat mendukung dan menaruh perhatian pada kebijakan dan program digitalisasi di sektor pertanian.
“Hal ini tidak semata untuk mendukung transformasi struktur ekonomi daerah yang semakin berkinerja dan resilien, tetapi juga dalam rangka mendukung program stabilitas inflasi dan inklusi keuangan,” jelas Rosmaya saat Webinar Transformasi Ekonomi Balinusra dengan tema “Balinusra Menuju Pertanian 4.0”, Selasa (14/9).
Webinar juga dihadiri Gubernur/Wakil Gubernur se-Balinusra, Deputi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), serta stakeholder eksternal di Bali seperti akademisi, organisasi perangkat daerah, perbankan, pelaku usaha dan lembaga vertikal.
Bank Indonesia menurut Rosmaya berupaya memberikan dukungan pada digitalisasi pertanian secara end-to-end. Di hulu, Bank Indonesia memfasilitasi penggunaan IoT (internet of thing) untuk mendukung good agriculture practices.
Sementara di hilir, Bank Indonesia fokus dalam memfasilitasi on-boarding UMKM binaan dengan pemanfaatan teknologi digital.
Arifin Rudyanto selaku Deputi Bidang Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas menjelaskan faktor produktivitas tenaga kerja akan menjadi kunci pertumbuhan sektor pertanian. Tantangan ke depan ialah meningkatkan literasi teknologi kepada petani muda sehingga digitalisasi pertanian 4.0 dapat terwujud.
Di samping itu, upaya untuk menjadikan Balinusra sebagai salah satu lumbung pangan nasional dapat ditempuh melalui pengembangan pertanian dari hulu ke hilir, serta pengembangan pertanian berbasis korporasi.
Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati menggambarkan tantangan dalam mengembangkan pertanian terutama pada sisi produktivitas, misalnya jumlah produksi padi dan luas lahan panen padi mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
Beberapa penyebab penurunan di antaranya disebabkan oleh regenerasi sumber daya pertanian yang lambat (mayoritas petani sudah berumur di atas 45 tahun), tingkat kesejahteraan petani yang rendah dan pemanfaatan teknologi yang juga masih rendah.
Dikatakan, strategi pertanian provinsi Bali ke depan adalah dengan mengintegrasikan sektor pertanian dengan sektor industri untuk meningkatkan value added sektor pertanian sehingga lebih bernilai tinggi.
Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Laiskodat memaparkan bahwa lahan kering di NTT masih sangat luas sehingga potensi untuk bisa digarap masih sangat besar. Namun untuk memproses lahan tersebut dibutuhkan pula alat berat sebagai pendukung, sehingga salah satu permasalahan utama adalah pendanaan terhadap badan usaha milik daerah.
Harapan ke depannya, perbankan maupun lembaga non-bank dapat memberikan bantuan kredit yang rendah akan risiko ke sektor pertanian di NTT.
Gubernur Nusa Tenggara Barat, Zulkieflimansyah menjelaskan kondisi pertanian yang ada di NTB sudah relatif baik atas dukungan dari pemerintah setempat dan Bank Indonesia dalam mengembangkan program Mahadesa dan NTB Mall.
Dengan adanya program tersebut, UMKM dapat sangat terbantu dari segi produksi hingga pemasaran, sehingga pertanian di NTB relative lebih stabil dan minim akan permasalahan, harapan kedepannya pemerintah maupun Bank Indonesia dapat lebih focus untuk mengembangkan program Mahadesa dan NTB Mall yang sudah ada.
Profesor M. Firdaus selaku guru besar IPB, menambahkan bahwa ke depannya pertanian akan memberikan harapan baru bagi perekonomian Balinusra, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Revolusi pertanian 4.0 akan menjawab tantangan mengenai produktivitas dan harga. Hal terpenting adalah penerapan skema inclusive closed-loop untuk korporatisasi badan usaha pertanian mikro. (ist)