Buktikan dengan Surat Paslon 2 Ajak Prajuru Rapat, De Gadjah: Desa Adat Tidak Perlu Berpolitik

(Baliekbis.com), Pasangan calon (paslon) gubernur nomor urut 1, Made Muliawan Arya alias De Gadjah, mengkritik Wayan Koster terkait keterlibatan desa adat dalam politik praktis pada perhelatan Pilkada Bali.

Kritik tersebut disampaikan De Gadjah dalam debat perdana yang diadakan oleh KPU Bali pada Rabu malam (30/10/2024).

“Bagaimana sikap paslon 2 terkait keberadaan desa adat? Apakah setuju prajuru desa adat terlibat dalam politik praktis?” tanya De Gadjah, menekankan pentingnya menjaga otonomi desa adat dari intervensi politik.

Menanggapi pertanyaan tersebut, calon wakil gubernur I Nyoman Giri Prasta menyatakan bahwa desa adat memiliki hak untuk terlibat dalam politik, mengingat hak pilih adalah hak setiap individu. Ia menambahkan bahwa yang seharusnya tidak terlibat dalam politik praktis adalah PNS, TNI, dan POLRI, sedangkan keputusan untuk terlibat dalam politik tergantung pada masing-masing bendesa adat.

Sementara itu, calon gubernur Wayan Koster menjelaskan bahwa ia tidak pernah melibatkan desa adat secara langsung dalam politik formal. Ia merujuk pada Peraturan Desa Adat No. 4 Tahun 2019 yang mengatur keberadaan desa adat di Provinsi Bali.

“Semua peraturan terkait desa adat diatur dalam Peraturan Desa Adat No. 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Provinsi Bali,” ujarnya.

De Gadjah menegaskan pentingnya menjaga otonomi desa adat yang sudah ada sejak zaman kerajaan sebelum Republik Indonesia berdiri.

“Saya kira desa adat tidak seharusnya diintervensi oleh politik. Biarkan desa adat bertanggung jawab kepada Ida Sang Hyang Widhi dan masyarakatnya,” tegasnya.

Ia juga menunjukkan surat sebagai bukti adanya ajakan dari paslon kepada prajuru desa adat Seririt, termasuk pemangku, ibu-ibu Pakis, dan Pecalang, untuk menghadiri acara pemenangan paslon 2.

“Kalau Pak Koster tidak pernah mengajak desa adat, ini ada suratnya yang menyatakan ajakan itu, lengkap dengan tanda tangan paslon. Ini salah satu dari sekian banyak surat. Jadi, di mana otonominya desa adat?” singgungnya.