C20 Berikan Resolusi Peningkatan Bantuan Krisis Kemanusiaan Dunia di Masa Depan
(Baliekbis.com), Perhelatan G20 atau The Group of Twenty Finance Ministers and Central Bank Governors yang dilaksanakan di Indonesia memberikan peluang besar dalam meningkatkan berbagai sektor khususnya ekonomi ke kancah global. Selain dari sisi nilai ekonomi dan tenaga kerja, pertemuan G20 juga diharap bisa menjadi ajang bagi Indonesia untuk memamerkan berbagai reformasi yang sudah dilakukan.
Melihat besarnya dampak positif dari terpilihnya Indonesia sebagai Presidensi G20 setelah Italia, membuat Dompet Dhuafa tidak ingin kehilangan momentum ikhtiar berharga ini. Hal ini pun dimanfaatkan untuk memberikan resolusi dalam upaya peningkatan bantuan terhadap krisis kemanusiaan melalui acara Civil-20 atau C20 dengan tema “Strategi untuk mencapai SDGs dalam Kesehatan dan kemanusiaan Melalui Bantuan Pendanaan G20”.
Bertempat di Conrad Hotel, Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, acara ini berlangsung pada Rabu (9/3/2022). Turut menghadirkan berbagai tokoh kemanusiaan dari berbagai negara seperti Rachel Ong sebagai Co-coordinator of C20 Vaccine Access and Global Health Working Group, Masaki Inaba dari Japan CSO Network on Global Health, Syamsul Ardiansyah selaku Coordinator of C20 SDGs and Humanitarian WG, Jyotsna Mohan dari Asia Development Alliance, dan Pungkas Bahjuri Ali dari Bappenas.
Pada kesempatan tersebut, Syamsul Ardiansyah menyampaikan dalam paparan materinya bahwa G20 perlu bertindak terhadap keadaan krisis kemanusiaan yang terjadi di dunia, hal tersebut lantaran belum optimalnya bantuan pendanaan yang ada. Pasalnya, catatan Humanitarian Insight 2022 krisis kemanusiaan yang terjadi terdapat 241 Juta Jiwa yang membutuhkan bantuan kemanusiaan dengan ekspetasi dana sebesar 42,25 Miliar USD akan tetapi yang baru terpenuhi hanya sekitar 1,25 Miliar USD saja.
Senada dengan penyampaian dari Syamsul Ardiansyah, Rachel Ong melalui sambungan daring juga menyatakan perlu adanya upaya kemitraan dari setiap lembaga kemanusiaan untuk meningkatkan efektivitas dalam pendanaan dan pemberian bantuan terhadap krisis kemanusiaan yang terjadi. “Kebutuhan Utama Kemanusiaan seperti Kesehatan dan Kesejahteraan beriringan dengan upaya perdamaian keadilan dan kuatnya bantuan institusi terkait. Betapa pentingnya membangun kemitraan dalam upaya penegakan nilai-nilai kemanusiaan khususnya kesehatan,” terang Rachel Ong.
Selain itu, Masaki Inaba dalam kesempatannya juga mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 masih terus berlangsung, ditambah lagi dengan adanya permasalahan lainnya seperti konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. “Pandemi belum berakhir dan ada permasalahan geopolitik yang menyebabkan permasalahan pendanaan bantuan kemanusiaan menjadi catatan penting dalam krisis kemanusiaan seperti konflik yang terjadi di Ukraina-Rusia saat ini yang menghambat kerja sama pangan sehingga memberikan dampak yang lebih panjang satu tahun lebih misalnya,” jelas Masaki Inaba.
Tidak jauh berbeda dengan apa yang disampaikan pemateri sebelumnya, Jyotsna Mohan menginginkan semua pihak meninjau kembali apa yang sudah dilakukan suatu negara untuk mencapai SDGs. “Menjadi catatan penting tidak semua negara memiliki indikator yang kuat terhadap proses SDGs, bahkan kita perlu mempertanyakan kembali apa yang sebuah negara butuh kan untuk mencapai SDGs. Ada kalanya kita harus mendengarkan kelompok marginal dalam proses mencapai SDGs di suatu negara,” ungkapnya.
Pemerintah yang dalam hal ini Bappenas mengharapkan adanya keterlibatan masyarakat dalam usaha untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan. Bukan hanya bantuan kemanusiaan, Pungkas Bahjuri Ali yang sekaligus Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas sadar betul kesehatan dan kebutuhan akan makan juga harus ditingkatkan. “Masyarakat Sipil memiliki peran penting dalam upaya realisasi bantuan kemanusiaan seperti soal kesehatan dan kebutuhan makan,” tutur Pungkas Bahjuri Ali.