Ceritakan Suka Duka Penelitian Ajang Internasional, “Jejak Spiga di Negeri Gajah Putih” Resmi Diluncurkan
Huruf demi huruf di atas keyboard laptop dipilihnya sembari mengingat tiap detik pengalaman yang berkesan selama di Thailand. 17 Agustus 2020, sebuah buku berjudul “Jejak Spiga di Negeri Gajah Putih” karya Azmi, siswa kelas 3 SMP PGRI 3 Denpasar, bersama 7 teman seangkatan di sekolahnya terbit dan diluncurkan.
(Baliekbis.com), Selama 5 bulan semenjak mewabahnya pandemi covid-19 pada Maret 2020 para pelajar khususnya SMP di Kota Denpasar melangsungkan pembelajaran dari rumah mereka masing-masing. Begitu pula yang dilakukan oleh Azmi, Zabrina, Reva, Agita, Arya, Komang, Agnes, dan Wulan, siswa penelitian SMP PGRI 3 Denpasar. Setiap hari mereka belajar dari rumah mengandalkan materi yang dikirim oleh guru mata pelajaran. Selain itu, melalui grup WhatsApp juga tiap jadwal pelajarannya mereka berdiskusi dengan guru bersangkutan. Selain belajar, waktu yang mereka miliki selama di rumah juga mereka manfaatkan untuk membuat tulisan tentang pengalaman mereka di awal tahun 2020.
Setiap hari mereka belajar dari rumah mengandalkan materi yang dikirim oleh guru mata pelajaran. Selain itu, melalui grup WhatsApp juga tiap jadwal pelajarannya mereka berdiskusi dengan guru bersangkutan. Selain belajar, waktu yang mereka miliki selama di rumah juga mereka manfaatkan untuk membuat tulisan tentang pengalaman mereka di awal tahun 2020.
Tulisan kisah awal 2020 mereka bermula ketika ditawarkan untuk mengikuti lomba penelitian tingkat internasional oleh pembina ekstrakurikuler penelitian. Dalam cerita yang dituliskan, mereka mengungkapkan keraguan dan membayangkan tawaran yang datang pada mereka akan menjadi angin lalu karena ragu akan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki untuk dapat mengikuti laga bergengsi di Thailand itu walau mereka sempat mendengar kisah kakak kelas yang terlebih dahulu pada tahun 2019 berlaga di ajang serupa. Tiap usaha dan proses pembuatan penelitian mereka ceritakan dalam buku tersebut.
Hingga dalam tersebut mereka ungkapkan tawaran untuk ke Thailand bukan lagi angan-angan melainkan kenyataan saat sebuah surat pengumuman lolos diterima. Suka duka dalam mengumpulkan dana keberangkatan juga mereka ceritakan dalam buku setebal 78 halaman. Proses pembuatan es krim hingga dini hari, lalu menjual es dengan kojong berbahan daun, hingga ditolak menitipkan es di warung depan sekolah menjadi kisah lucu yang termuat dalam buku mereka.
Rasa haru dan bangga yang dirasakan diceritakan saat hari keberangkatan ke Thailand tiba. Selain itu, kisah mereka selama 2 hari di Singapore untuk transit saat keberangkatan dan kepulangan serta 9 hari selama di Thailand tak lupa mereka tuliskan dalam bukunya yang bercover dominasi kuning dan hitam. Usia Komang yang kala di Thailand menginjak 14 tahun serta surprise yang diberikan teman setim pada dirinya dikemas dalam tulisan menarik nan apik oleh siswa perawakan kurus dan rambut hitam ini pada bagian tulisannya. Jatuh hati akan wisata River City dikenang Agnes, hingga kerinduan Reva pada orang tuanya turut meramaikan buku yang diedit oleh Madyapadma Journalistic Park.
Usia Komang yang kala di Thailand menginjak 14 tahun serta surprise yang diberikan teman setim pada dirinya dikemas dalam tulisan menarik nan apik oleh siswa perawakan kurus dan rambut hitam ini pada bagian tulisannya. Jatuh hati akan wisata River City dikenang Agnes, hingga kerinduan Reva pada orang tuanya turut meramaikan buku yang diedit oleh Madyapadma Journalistic Park.
Bagi Reva, buku karyanya dan temannya dibuat dengan tujuan memotivasi dan menginspirasi pelajar lainnya untuk berkarya. Zabrina pun sependapat dengan Reva terkait pembuatan buku yang diluncurkan secara virtual ini. “Saya membuat buku ini agar bisa sedikit menginspirasi orang lain dari cerita perjuangan panjang kami, serta keyakinan dalam setiap prosesnya yang akhirnya membuahkan pengalaman serta hasil yang tak akan pernah terlupakan,” ujar Zabrina.
Dalam proses penulisan buku Jejak Spiga di Thailand, ragam pandangan bermunculan, terutama dari orang tua siswa para penulis. Seperti orangtua Agita dan Arya yang bangga atas capaian anaknya. Namun berbeda dengan Agnes yang awalnya sempat dipandang sebelah mata oleh kedua orangtuanya atas usahanya. “Orangtua saya awalnya tidak percaya, bahkan sempat marah waktu saya menulis cerita-cerita terakhir di buku ini, karena saya mengerjakannya hingga tengah malam,” ungkap siswa yang bernama lengkap Agnesheia Sheshilia Febry Ayudha.
“Orangtua saya awalnya tidak percaya, bahkan sempat marah waktu saya menulis cerita-cerita terakhir di buku ini, karena saya mengerjakannya hingga tengah malam,” ungkap siswa yang bernama lengkap Agnesheia Sheshilia Febry Ayudha.
Mengenang hari hari saat mereka menulis, melalui wawancara jarak jauh via WhatsApp, Azmi mengesankan saat dirinya harus terburu-buru menyelesaikan cerita bagian 7 hingga 11. Bagi Arya, tanya jawab dengan editor dan menulis beberapa hal memalukan yang dialami teman-temannya menjadi kesan paling menarik baginya.
Harapan kecil dipanjatkan dari para penulis kepada pembaca yang telah membaca buku ini. “Setelah membaca buku ini, para pembaca bisa membuka pikiran bahwa sekali gagal belum tentu selanjutnya akan gagal lagi. Saya ingin para pembaca menumbuhkan semangat mereka dalam menggapai sesuatu yang mereka inginkan. Serta saya berharap para pembaca dapat memetik pelajaran berharga dari pengalaman kami semua yang tertuang dalam buku ini,” harap Reva, siswi yang berlaga dengan penelitiannya tentang ramuan penambah stamina tubuh.
Melihat keberhasilan dari siswanya, Kepala SMP PGRI 3 Denpasar mengaku bersyukur dan berharap siswa SPIGA lainnya dapat meneladani dan mengambil hikmah dariproses pembuatan buku dan cerita yang tertuang. Begitu pula melalui rekaman singkat berdurasi 1 menit yang dikirim melalui WhatsApp, apresiasi turut disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kota Denpasar. “Selamat atas diluncurkan buku jejak Spiga di negeri gajah putih yang merupakan karya siswa SMP PGRI 3 Denpasar,” ucap I Wayan Gunawan.
Selain itu, pria yang tampil di depan kamera dengan baju putih dan masker hijau itu berharap buku tersebut menjadi momen untuk meningkatkan budaya literasi di kalangan siswa di Kota Denpasar. Dalam acara peluncuran dan bedah buku yang dilakukan secaravirtual pada 17 Agutus 2020, menurut pengamat buku Nyoman Gede Tryadhi, buku Jejak Spiga di Thailand dikemas dengan menarik. ”Asik banget. pemilihan warna cover cerah, sejalan dengan bukunya yang menggambarkan bagaimana anak-anak muda dan satu pembina mencari pengalaman yang cerah.
“Dalam buku ini juga jelas diceritakan jejak mereka menuju Thailand. Buku ini bagai sebuah catatan perjalanan, mereka bercerita dengan jujur, tidak ada kesan dipaksa-paksakan dan tidak terkesan menyombongkan pengalaman mereka. Benar-benar dituliskan sesuai dengan yang mereka dapatkan dan mereka lihat,” kesan Tryadhi sembari mengingat dirinya yang juga pada 2018 mengikuti ajang yang sama di Thailand.
Kesan tersendiri juga disampaikan Rama Gerald Jade, pembina penelitian di SMP PGRI 3 Denpasar. Menurut pria yang akrab disapa Kak Rama, mendorong siswanya untuk menulis dan menghasilkan buku bukan sebatas dilihat dari bukunya saja. “Bagi saya ini dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka dan semangat mereka kedepannya dalam menjalani hidup. Apalagi, pengalaman membuat buku dan keterampilan menulis yang dimiliki sangat berguna sepanjang hayat, terlebih nantinya di dunia kerja,” acap Rama, lelaki berusia 18 tahun kelahiran Denpasar.
“Bagi saya ini dapat meningkatkan rasa percaya diri mereka dan semangat mereka kedepannya dalam menjalani hidup. Apalagi, pengalaman membuat buku dan keterampilan menulis yang dimiliki sangat berguna sepanjang hayat, terlebih nantinya di dunia kerja,” acap Rama, lelaki berusia 18 tahun kelahiran Denpasar.
75 tahun sudah Indonesia merdeka dari penjajahan. Namun masih banyak keterbatasan yang terjadi ditemukan. Ditambah lagi situasi pandemi covid-19 membuat sekolah harus ditutup dan belajar dari rumah. Dampaknya banyak pelajar di Kota Denpasar menyuarakan tidak bebas mengembangkan potensi dan bakat yang dimiliki. Melihat perjuangan dan karya yang dihasilkan oleh siswa SMP PGRI 3 Denpasar dapat memberi jawaban dari masalah keterbatasan pengembangan potensi siswa di tengah wabah virus corona. Semangat berkarya 8 pelajar tersebut diharapkan menjadi cahaya dalam peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia. (ist)
Melihat perjuangan dan karya yang dihasilkan oleh siswa SMP PGRI 3 Denpasar dapat memberi jawaban dari masalah keterbatasan pengembangan potensi siswa di tengah wabah virus corona. Semangat berkarya 8 pelajar tersebut diharapkan menjadi cahaya dalam peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia. (ist)