Corridor Film Festival, Kolaborasi Budaya Bali dan Australia
(Baliekbis.com), Puluhan penonton dari Bali dan Australia memenuhi area Taman Baca Kesiman pada Sabtu (13/1) pukul 18.00 WITA. Beberapa di antaranya menikmati kudapan khas Bali dan Australia yang terhidang di atas meja mulai dari jaje Bali, beef sausage roll, sate ayam, lamington, mirengue, hingga babi guling. Sementara lainnya asik berbincang di depan layar yang terbentang.
Tak berapa lama, proyektor mulai memutarkan film dalam rangkaian Corridor Film Festival edisi pertama. Corridor Film Festival merupakan sebuah perayaan kolaborasi dua institusi pendidikan, University of Western Australia (UWA) School of Design dan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, yang pada tahun ini bekerjasama dengan Taman Baca Kesiman, dan didukung oleh Australian Consulate-General Bali dan Department of Foreign Affairs and Trade, Australian Government.
Acara ini menghadirkan 15 film pendek pilihan, 9 film dari UWA dan 6 film dari ISI Denpasar. Paul Trinidad, salah satu pengajar UWA adalah inisiator pertama dari acara ini. Paul juga merupakan kordinator dari Bali Studio VISA2270, sebuah program studi tur dari School of Design UWA. Bali Studio memiliki 18 mahasiswa yang saat ini tengah menempuh studi di Bali selama periode 8-19 Januari 2018, yang salah satu agendanya adalah menghadiri Corridor Film Festival. Bali Studio disponsori oleh New Colombo Plan (NCP), UWA Scholarship, dan Australian Consul General Bali. Corridor Film Festival adalah festival film pertama yang diselenggarakan oleh UWA School of Design.
Dalam perjalanannya menginisiasi acara ini, Paul kemudian menggandeng Program Studi Fakultas Film dan Televisi (FTV) ISI Denpasar, yang dalam hal ini sama-sama memiliki agenda produksi film secara reguler. Bapak Nyoman Arba Wirawan, salah satu pengajar yang juga sempat menjadi ketua program studi FTV ISI Denpasar menyambut baik kolaborasi ini.
“Sebagaimana makna katanya, Corridor, atau koridor dalam bahasa Indonesia, yang dalam KBBI berarti tanah yang menghubungkan dua bagian negara, saya berharap kolaborasi ini dapat menjadi penghubung kebudayaan dua negara, Indonesia dan Australia. Tentunya juga dapat menjadi bentuk persahabatan antara mahasiswa ISI Denpasar dengan UWA School of Design. Saya sangat berterima kasih pada Paul Trinidad dan semoga dapat berlanjut hingga ke tahun-tahun berikutnya,” ujarnya dalam sambutan di Taman Baca Kesiman.
Paul Trinidad juga menambahkan, meskipun karya-karya mahasiswa yang ditampilkan dalam festival ini masih terbilang pemula, namun itu tidak menyurutkan semangat dari festival ini. “Kami datang ke Bali untuk belajar mengenai kebudayaan, sekaligus berusaha untuk melakukan hal-hal bermanfaat selama kami di sini. Kami berharap dapat belajar banyak dari pertukaran budaya ini dan semoga bermanfaat pula bagi semua orang,” ujar Paul.
Mulai pukul 19.00 WITA hingga pukul 21.30 WITA mahasiswa dari UWA School of Design dan ISI Denpasar, juga publik lainnya yang hadir di Taman Baca Kesiman menyaksikan kelima belas film yang terproyeksi di layar. Sesekali muncul gelak tawa dan teriakan ngeri dari penonton sepanjang pemutaran. Film-film dari kedua institusi hadir dengan karakternya masing-masing. Film-film pendek dari UWA School of Design yang dikemas dengan durasi yang cukup pendek, kurang dari 10 menit, mengedepankan pendekatan eksperimental, melalui eksplorasi bentuk yang variatif dengan cerita-cerita personal tentang keseharian yang dekat dengan para pembuat filmnya.
Film-film dari UWA School of Design yang berpartisipasi dalam festival ini, yakni Ah Ma, Bohram, Do You Sense What I Sense, En Route, Would You Like That Rare, Medium Or Well Done?, Shape of An Idea, The Surveyors, Blueprints For Rabbit Tales, dan Place In Space And Time. Sementara film-film dari ISI Denpasar yang dikurasi oleh Nyoman Arba Wirawan sebagian adalah film-film tugas akhir mahasiswa yang merekam lokalitas masyarakat Bali dengan berbagai problematikanya, mulai dari pernikahan beda kewarganegaraan, fenomena ilmu hitam, hingga persaudaraan antara warga Hindu dan Muslim.
Film-film dari ISI Denpasar yang diputar dalam festival ini adalah Kiwa Tengen, Misteri Giri Tolangkir, Nganten, Lintang Ayu, Bersaudara, dan Siap Selem. Acara malam itu ditutup dengan pemberian kenang-kenang berupa buket bunga dan buku dari ISI Denpasar pada UWA School of Design dan foto bersama dosen dan mahasiswa dari kedua institusi. (ist)