“Creator Generation Goes to Bali”, Latifa Al Anshori: Atasi Hoax Perlu Orang-orang Kritis
(Baliekbis.com),Latifa Al Anshori (Kreator Nongkrong) mengatakan literasi digital tidak hanya berbicara soal anak muda tapi juga orang-orang tua harus menjadi perhatian. Sebab merekalah yang memiliki tendensi untuk langsung menyebarkan.
“Harus lebih berani untuk mengklarifikasi dan mencari google dan sumbernya. Hoax tidak cuma bisa membodohi, tapi juga bisa menipu orang. Jadi perlu orang-orang kritis,” ujar Latifa dalam acara Creator Generation Goes to Bali dengan tema
‘Workshop for Being An Impactful and Positive Content Creator’ di Kanda Restaurant, Sanur, Kamis (14/11/2019).
Workshop kerja sama Siber Kreasi-Kominfo yang menghadirkan sejumlah narasumber itu untuk membahas bagaimana cara memproduksi sebuah konten menarik dan positif. Latifa mengaku antusias peserta terbilang baik dan bersemangat. “Saya lihat banyak yang ingin mengetahui tips doesn’t and do bagaimana kita semestinya melakukan kreasi untuk konten-konten dan juga bagaimana kita bisa lebih tepat melakukan literasi digital karena itu hal yang sangat penting,” ujarnya.
Melihat puluhan peserta dari kalangan mahasiswa dan pelajar SMU yang sangat antusias, ia optimis ke depannya kreator di Bali akan memproduksi konten-konten yang bagus dan tentu saja positif,” tambahnya. Belakangan ini banyak masyarakat ingin menjadi konten creator tapi kebanyakan justru creator-creator yang kontennya negatif. “Bad news is the good news”. Manusia dan human behavior terlihat membuat konten-konten yang bisa membuat orang tertarik.
Hal ini tidak hanya dilakukan di sosial media, tapi juga media offline, dalam kampanye-kampanye politik juga dilakukan. “Perlu bergerak sesuai dengan apa yang cocok dengan kita sendiri. Fokus dengan konten apa yang kita mau,” paparnya. Ia menambahkan perkembangan literasi digital dengan perkembangan content sharing yang positif sejauh ini belum maksimal.
Perlu lebih melek secara digital, banyak senior-senior kalau sudah dengar hoax, langsung sharing. Tips untuk personal branding digital yakni sering muncul di tv, branding organisasi dan warna itu penting. Banyak hal-hal kecil yang memengaruhi, termasuk interaksi itu dan networking itu perlu.
Sekretaris Eksekutif Siber Kreasi Ivana Maida menambahkan pihaknya ingin ke daerah-daerah untuk mengunjungi para konten kreator di setiap daerah agar mereka bisa lebih produktif dan juga mengedukasi mereka mengenai tips dan trik daripada produksi konten di sosial media.
Dalam kegiatan ini pula, peserta ditantang untuk membuat konten berdasarkan tiga tema yang ada. Tema tersebut terdiri dari #saring sebelum sharing, #stop bullying dan #lindungi data pribadimu.
“Kami berharap produksi konten positif akan semakin masif kemudian kita bisa menjadi corong-corong atau suara-suara untuk literasi digital buat anak muda khususnya dan masyarakat pada umumnya. Dan juga untuk membudayakan lagi etika-etika dalam bijak bersosial media,” ungkap Ivana Maida.
Narasumber Herlambang mengulas cara mengajak masyarakat pengguna sosmed untuk membuat konten yang positif. Hal itu bisa diawali dari menggambar, project tugas akhir di kuliah, ingin menyampaikan sesuatu yang positif ke orang-orang. Mulai melihat bahwa Indonesia memiliki banyak kekayaan. Setelah itu mulai bekerja sama dengan berbagai brand untuk terus berkarya dan membawa manfaat untuk masyarakat luas.
Contohnya dengan literasi digital. Soal menaikkan traffic dan melambungkan nama, menurutnya yang penting adalah konsisten, namun bila hanya konsisten saja tidak cukup, perlu ada tujuan mau dibawa kemana. Pada akhirnya dari link ke link akan banyak tujuan, akan banyak timbul dari keseharian sendiri, banyak diskusi, banyak sharing.
Tips dan trik untuk personal branding adalah mengangkat isu-isu budaya seperti binatang dan reservasinya, menyuarakannya dengan menggambar, mengangkat isu-isu yang perlu dijadikan atensi oleh masyarakat.
Narasumber Melliana Hardi (yackikuka) melihat penggunaan sosmed di Bali dan literasi digitalnya
sudah cukup baik.
Oktora Irahadi mengatakan
mesin memiliki pengaruh yang sangat besar. Engagement mengenai konten negatif yang besar, dipengaruhi oleh 2 hal yakni literasi digital yang kurang dan mesin. Masyarakat, hampir 63% orang kurang bisa membedakan mengenai jurnalisme dan pendapat. (bas)