Damai itu Upaya dan Harus Dimulai Dari Diri Sendiri
(Baliekbis.com), Damai itu adalah sebuah kondisi yang dirasakan dan dibutuhkan upaya untuk menemukannya. Damai harus ditemukan di dalam diri sendiri yang bisa kita akses dengan mendisiplinkan diri melalui tujuh lapisan diri dari unsur yang paling kasar ke unsur yang paling halus. Pada dasarnya, semua orang suka damai dan indah. Hanya saja tidak semua orang mau mengupayakannya. Sebagian dari kita jumawa dengan kecerdasan rasio padahal rasio itu sering menipu diri sendiri. Untuk menemukan damai, seseorang harus rajin berlatih dan mendisiplinkan diri dengan welas asih. Hal itu dikatakan oleh salah satu Steering Committee Gema Perdamaian, Ida Rsi Wisesanatha saat Sarasehan Damai Tokoh Pariwisata di Gong Perdamaian, Kertalangu, (1/10) malam.
Menurut Ida Rsi, ada elemen di otak manusia yang mengandung morfin alami yang disebut endorfin. Ini bisa dibangkitkan melalui meditasi yang bermutu, olah raga yang bermuru, tidur yan berkualitas dan sex yang berkualitas. Beliau mengajak para peserta sarasehan untuk berlatih menemukan diri masing-masing. “Mari kita bersama-sama ajak teman-teman kita untuk menemukan makna damai di dalam diri masing-masing,” ajaknya. Beliau yakin, setiap orang yang hidupnya tidak damai pasti hidupnya tak sehat alias sakit.
Salah satu peserta bernama Imran Jamal menambahkan, damai itu muncul ketika kita bersosialisasi saling menghormati satu dengan yang lain dan disetarakan. “Damai itu muncul ketika saya dan yang lain tidak merasa terancam, ketika kita saling menerima,” ujarnya. Bagi tokoh Pariwisata sekelas Ketua PHRI Bali, Dr. Ir. Cokorde Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace, damai itu adalah syarat mutlak dan modal dasar bagi industri pariwisata. Untuk menemukan kedamaian di Bali, pihaknya mengajak masyarakat untuk selalu menjaga alam baik secara sekala maupun niskala. Cok Ace menegaskan bahwa ada kekuatan lain yang tak dapat dilihat yang sesungguhnya “memiliki” Tanah Ibu Pertiwi Bali. Kekuatan inilah yang mesti dijaga dengan baik agar Bali selalu damai dan nyaman.
Bagi Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, perdamaian dan kerukunan tak cukup hanya dibicarakan tapi harus diupayakan dan diperjuangkan. Penglingsir Agung mengakui salute dengan semangat para pengayah Gema Perdamaian yang sangat semangat untuk menjalankan tugas. “Perdamaian dan kerukunan hidup antar sesama warga adalah harga mati sebagaimana kita memegang teguh konsensus berbangsa dan bernegara Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI” ujarnya. Menurut Ida Penglingsir, para tetua Bali telah mewariskan norma-norma adiluhung seperti Vasudhaiva Kuthumbhakam yang artinya Kita semua bersaudara. Ada juga konsep menyama braya sagilik saguluk salunglung sebayantaka. Kata Ida Penglingsir ini telah menjadi pedoman bagi orang Hindu di Bali. “Bahwa semua agama itu baik dan mulia sehingga semua perlu dihormati,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Indonesian Hotel General Manager Association IHGMA Daerah Bali, I Nyoman Astama, S.E, CHA mengurai makna DAMAI menjadi 5 huruf yakni D (Dharma=Kebajikan), A (Anresangsia=Tak mementingkan diri sendiri), M (Maitri=Kesetiakawanan sosial), A (Arjawa=kejujuran) dan I (Ingat kepada Ida Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Mahaesa). Jika makna kata DAMAI itu dipegang dengan teguh, maka kedamaian pasti akan bisa diwujudkan mulai dari diri sendiri lalu menyebar ke orang lain.
Sarasehan Damai Tokoh Pariwisata itu dihadiri tak kurang dari 250 tokoh dan stakeholder pariwisata Bali. Ini adalah rangkaian dari acara Gema Perdamaian yang telah dimulai sejak 1 Agustus lalu dan akan berakhir pada puncak acara pada Minggu 7 Agustus 2017. Masyarakat diharapkan hadir dalam puncak acara Gema Perdamaian pada 7 Oktober nanti di Monumen Bajra Sandhi sisi Timur seraya menjadikan Puncak Gema Perdamaian sebagai “Hari Raya Kita Bersama”. (Merta)