Dampak Rusia-Ukraina, Atnews: Antisipasi Krisis Pangan di Bali
(Baliekbis.com), Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan menyatakan bahwa tantangan Indonesia ke depan antara lain adalah masalah pangan, dan juga energi.
Fenomena itu disimpulkan, kiranya karena ada dampak dari pandemi Covid-19 dan dilanjutkan dengan adanya perang Rusia-Ukraina.
Banyak negara yang mulai was-was, dengan menunda eksport pangan, guna kepentingan dalam negeri-nya. Dalam sejarah pangan dunia, sebagian besar bagian dunia ini pesimis dengan permasalahan pangan.
Hanya pada tahun 1965-1970, dunia tercatat optimis dengan masalah pangan, karena India sukses melaksanakan revolusi hijau.
Pangan adalah masalah klasik dan utama.
Karena kehidupan harus ditunjang oleh ketersediaan pangan yang memadai. Hal ini sudah semua orang memahami dan mewacanakan. Namun tidak semua pejabat berkenan melaksanakan proses pembangunan yang mengutamakan masalah pangan, petani, dan pertanian. Selalu saja terjadi, hal yang urgen, tetapi diprogramkan sebagai sesuatu yang tidak urgen.
Hal yang analogis tampaknya terjadi juga di Bali. Belum tercatat adanya fokus pemerintah pada masalah pangan, petani, subak, dan pertanian. Secara konsep sudah memadai. Setelah Covid-19 adalah wacana Pemda Bali berkait dengan pembangunan yang berlandaskan Ekonomi Kerthi Bali, ada Pergub No. 99 Tahun 2018, dll.
Namun implementasinya tidak terlihat secara nyata. Fenomena ini tercermin dari catatan Bank Indonesia Perw. Bali yang mencatat Nilai Tukar Petani (NTP) di Bali tahun 2021 adalah 96,05.
Sedangkan NTP Nasional adalah 104,3. Kemiskinan juga meningkat, meski ekonomi Bali membaik. Hal ini menandakan bahwa petani Bali saat ini merugi dan tertekan oleh kemiskinan.
Bila merugi dan miskin, siapa yang akan mau menjadi petani? Kalau tidak ada petani, dan tidak ada sawah, maka masalah pangan di Bali akan menjadi dilema besar. Krisis pangan bisa saja terjadi.
Untuk itulah Atnews mengambil inisiatif untuk menyelanggarakan dialog yang berkait dengan permasalah pangan. Dengan mengusung tema “Tantangan dan Solusi Menghadapi Krisis Pangan di Bali”
Kegiatan itu diselenggarakan dalam rangka Mengenang 77 tahun Puncak Pertemuan Rahasia Gerakan Bawah Tanah Perang Kemerdekaan RI di Bali (MPB) 16 Agustus 2022, HUT ke-77 Kemerdekaan RI,17 Agustus 2022,HUT ke-58 Menwa Ugrasena Bali 29 September 2022 dan Ke-4 AtNews Media online 18 Oktober 2022 yang mengusung tema “Lingkungan Hijau Selamatkan Masa Depan”.
Hal itu disampaikan Direktur Utama Atnews I Wayan Artaya didampingi Pemred Atnews Bagus Ngurah Rai ketika usai melaksanakan dialog di Monumen Perjuangan Bangsal (MPB) Dalung Badung, Senin (15/8).
Dialog tersebut dipandu oleh AA Istri Dessy Sri Wangi S.Psi menghadirkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho, Penyuluh Utama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ir I Made Oka Parwata MMA, Rektor Universitas Dwijendra dan Ketua HKTI Provinsi Bali Dr. Ir. Gede Sedana M.Sc MMA, Ketua STISPOL Wira Bhakti Denpasar dan Dosen Pertanian Universitas Udayana (Unud) Prof. Dr. Ir. I Wayan Windia S.U, Ketua Senat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unud Dr. I Nyoman Mahendra Yasa, S.E.,M.Si. yang juga Mantan Dekan FEB Unud, Ketua KITA Indonesia dan Founder Agro Learning Center (ALC) Denpasar Ir. Nyoman Baskara M.M, Ketua Nawa Cita Pariwisata Indonesia (NCPI) Provinsi Bali Agus Maha Usadha yang juga Wakil Ketua Umum (WKU) KADIN Bali Bidang Pariwisata dan Investment.
Acara berlangsung hampir selama dua jam memang banyak terungkap berbagai tantangan masalah pangan dan energi memang tidak bisa dihindari 100 persen.
Namun dapat ditangani dengan ikhtiar masyarakat, kepekaan, dan simpati untuk ikut mendukung dan berkontribusi dalam memberdayakan petani, memaksimalkan UMKM produk lokal, meningkatkan kreativitas untuk hilirisasi hasil panen petani agar lebih memiliki nilai yang lebih.
Disamping penguatan pada hulu, dan adanya keberpihakan pemerintah kepada para produsen (petani) baik kebijakan, anggaran dan pemasarannya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Trisno Nugroho mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) baik Provinsi, Kabupaten/Kota untuk membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pangan dalam rangka pengendalian inflasi di daerah.
Dalam memudahkan realisasi, pihaknya telah mengajak studi banding BUMD Pemprov DKI.
Kunjungan dimulai dengan penjelasan dari masing-masing Pimpinan Perusahaan BUMD Pangan Jakarta dan dilanjutkan melihat langsung ke 3 (tiga) lokasi BUMD Pangan DKI Jakarta, yaitu (1) PD Pasar Jaya, (2) Perumda Dharma Jaya, serta (3) PT Food Station Tjipinang Jaya. T PID yang turut hadir sebagai peserta dalam studi banding ini ialah Kab. Badung, Kab. Bangli, Kab. Jembrana, Kab. Tabanan dan Kab. Buleleng.
Trisno Nugroho menyebut studi tiru TPID Provinsi Bali 2022 merupakan tindak lanjut dari High Level Meeting T PID Provinsi Bali. Salah satu rekomendasi yang disampaikan pada HLM adalah pendirian bagi yang belum dan menjadikan Perusahaan Daerah (Perusda) pangan untuk meningkatkan profesionalitasnya dan membantu pengendalian inflasi di Provinsi Bali. Studi tiru ini dilakukan dalam bentuk penjelasan, diskusi dan kunjungan lapangan.
Trisno berharap studi tiru ini dapat memberikan pemahaman yang mendalam dan memotivasi proses pendirian, proses bisnis, peran BUMD Pangan dalam pengendalian inflasi daerah, dan membantu ketersediaan pangan melalui distribusi dan perdagangan komoditas pangan.
Lebih lanjut, studi banding juga diharapkan mampu membuka peluang untuk terjadinya Kerja Sama Antar Daerah (KAD) antara Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Bali antara Iain produk pertanian, peternakan dan perikanan yang surplus di Provinsi Bali.
Menurutnya, gerakan nasional dan daerah dalam penanganan inflasi pangan memang harus mulai dari sekarang, dimulai dari menanam cabai di pekarangan, operasi pasar yang rutin.
“Anggaran operasi pasar ini memang harus disiapkan, BUMD Pangan ini memang jadi kebutuhan bagi Pemda agar bisa ikut kendalikan harga di pasar,” imbuhnya.
Disamping, teknologi pangan bisa ditingkatkan pada daerah-daerah sektor pertanian. Sejatinya, Trisno Nugroho juga sudah mengungkapkan berulang kali agar enam kabupaten di Bali fokus kembangkan pertanian. Sedangkan pasarnya sudah ada pada tiga daerah yang sudah dikenal dengan industri pariwisata yakni Badung, Denpasar dan Gianyar.
Namun trend belakangan ini, banyak daerah berusaha kembangkan sektor pariwsata. Padahal awalnya sebagai daerah lumbung padi (Tabanan), dalam 10 tahun terakhir condong terjadi peningkatan sektor pariwisata bukan sektor pertaniannya.
Ditekankan pula, Bali memang harus memiliki Pasar Induk agar memudahkan mengatur distribusi pangan dan kendaraan logistiknya. Misalnya Pasar Galiran itu sudah mirip Pasar Induk tetapi perlu disempurnakan.
Sedangkan, Penyuluh Utama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali Ir I Made Oka Parwata mengajak petani meningkatkan kualitas produksi. Mengingat kepemilikan lahan sempit, diharapkan memilih komuditas yang berorientasi ekspor.
Tranformasi petani terus digenjot agar mengarah pada pertanian organik, smart farming.
Rektor Undwi dan Ketua HKTI Provinsi Bali Gede Sedana senada dengan Ketua STISPOL Wira Bhakti Denpasar dan Dosen Pertanian Unud Prof Windia mengungkap, petani belum memiliki daya tawar. Kondisi itu yang menyulitkan petani keluar dari kemiskinan.
Sedana menambahkan, dalam mewujudkam ketahanan pangan memang diperlukan sistem yang mengatur dari hulu hingga hilir. Kondisi yang lemah pada posisi petani tidak bisa dibiarkan begitu saja.
Sedangkan, Prof Windia menilai pemerintah belum memihak kepada produsen (petani), namun cendrung memihak pada konsumen.
Apabila harga produksi petani naik, cendrung masyatakat ribut dan mengeluh. Padahal kenaikan harga barang panen petani itu, kesempatan peningkatan pendapatan petani agar hidupnya lebih layak.
Dirinya melakukan penelitian, rata-rata petani bekerja hanya tiga jam, selebihnya bekerja sektor lain demi bisaenyambung hidup. Mirisnya lagi, pendapatan petani bisa lebih rendah dibandingkan seorang pengemis.
Keseriusan pemerintah dalam perhatikan pertanian mungkin sulit terjadi, jika belum ada bencana yang membuat tersentuh. Padahal prediksi terhadap subak di Bali bisa hancur pada tahun 2030 di tengah arus alih fungsi lahan dan pesatnya pembangunan di jalur-jalur hijau.
“Konversi lahan pertanian untuk pemukiman dan industri sekitar 2.000 ha per tahun sebelum pandemi, dan ada pakar pertanian yang memperkirakan jika konversi lahan pertanian terus berlangsung, Sistem Subak yang melegenda itu diperkirakan akan punah tahun 2030,” ujarnya.
Ketua Senat FEB Unud Mahendra Yasa juga mengungkapkan, kantong-kantong kemiskinan ada pda sektor pertanian dan nelayan.
Di tengah bangkitnya pariwisata pasca pandemi, apakah pertanian akan tetap menarik. Pertanyaan itu sungguh patut dicermati dalam menjaga ketahanan pangan Bali.
“Bertani jangan singgah saja, ketika sektor lain tidak bisa jalan. Pertanian baru jadi pilihan terakhir,” ungkapnya.
Untuk itu, diharapkan adanya pembangunan pertanian yang maju, efisien, dan tangguh, meningkatkan hasil dan mutu produksi.
Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, peternak, dan nelayan. Memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Termasuk menunjang pembangunan industri dan meningkatkan ekspor.
Ketua Kita Indonesia Baskara justru mengajak memilih pemimpin yang benar-benar konsen terhadap pertanian. Jika belum diawali dari kebijakan politiknya, dinilai sulit pada tataran berikutnya.
Untuk itu, momentum pemilihan kepala daerah DPR dan DPRD pada ajang Pemilu 2024 harus dijadikan ajang mengetahui visi misi mereka dalam bidang pertanian.
Menurutnya, Provinsi Bali anggaran pertanian baru realisasi 1,8 persen dari APBD, pihaknya sudah sempat memperjuangkan hingga 5 persen, namun nampaknya belum hisa realisasi.
Agus Maha Usadha tetap mengajak anak muda agar tetap mendukung pertanian dari berbagai sektor keilmuan. NCPI Bali yang anggotanya dari berbagai sektor bisa menjadi wadah dalam memajukan pertanian Bali.
Bahkan dirinya melakukan soft launching Koperasi Mahesa Agro Wisata (K-MAW) untuk membantu menjawab kendala-kendala pembangunan pertanian di tengah kemajuan investasi pariwisata Pulau Dewata. (ist)