Dewan Komisaris BPR di Bali Menyelenggarakan FGD
(Baliekbis.com), Bertempat di UC Silver Restaurant, hadir sebanyak 49 anggota Dewan Komisaris di lingkungan DPD Perbarindo Bali untuk mengikuti diskusi (FGD Komisaris) setengah hari dengan tema “Menyusun Laporan Pengawasan Rencana Bisnis”, untuk memenuhi Pasal 22 Ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 37 /POJK.03/2016 tanggal 25 November 2016 tentang Rencana Bisnis BPR dan BPRS.
Terdapat empat point penilaian yang harus dipenuhi dalam laporan pengawasan rencana bisnis yang wajib dilaporkan oleh Dewan Komisaris ke OJK, yaitu a) pelaksanaan Rencana Bisnis berupa penilaian aspek kuantitatif maupun kualitatif terhadap realisasi Rencana Bisnis; b) faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja BPR antara lain faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, dan likuiditas yang mengacu pada ketentuan mengenai penilaian tingkat kesehatan BPR; c) penerapan tata kelola dan manajemen risiko dan d) upaya memperbaiki kinerja BPR, apabila menurut penilaian yang bersangkutan kinerja BPR terdapat penurunan kinerja.
Ketut Supamuda yang bertindak selaku pemrakarsa, mengatakan bahwa dirinya hanya memediasi keinginan para Komisaris agar disediakan wadah untuk dapat bertemu dan diskusi. “Sebenarnya sudah lama para anggota Komisaris ingin mengadakan pertemuan dan berdiskusi satu sama lain, tapi tidak tersedia wadah dan belum ada yang bertindak sebagai inisiator,” katanya.
Penyelenggaraan FGD telah dilaporkan oleh inisator acara dan mendapat sambutan baik dari Ketut Wiratjana selaku Ketua DPD Perbarindo Bali meski tidak berkesempatan hadir. Demikian juga tanggapan dari Ketut Komplit, mantan Sekretaris DPD Perbarindo Bali yang ikut hadir dalam FGD Komisaris mengatakan wadah seperti ini sangat perlu dibuat agar aspirasi para Komisaris tersalurkan secara terfokus. “Dan saya mengapresiasi kepada inisator bahwa acara ini dikemas bukan dalam bentuk pelatihan tapi diskusi dan temu kangen, sehingga terlihat kesetaraan antar sesama Komisaris,” jelasnya.
Selain membahas materi penyusunan laporan pengawasan rencana bisnis, diskusi juga menyangkut tentang struktur organisasi, tugas dan tanggung jawab komisaris dan masalah permodalan. Masalah permodalan, diskusi terasa semain menghangat. Menurut Pasal 13 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 5 /POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti Minimum Bank Perkreditan Rakyat, ada kewajiban dari BPR untuk memenuhi modal inti minimum sebesar 3 miliar rupiah paling lambat 31 Desember 2019 untuk BPR yang memiliki modal inti kurang dari 3 miliar rupiah dan sebesar 6 miliar rupiah untuk BPR yang memiliki modal inti lebih besar dari 3 miliar rupiah tapi lebih kecil dari 6 miliar rupiah paling lambat 31 Desember 2019.
Menyikapi hal tersebut, Ketut Wardana selaku Komisaris di PT. BPR Sinar Kuta Mulia berharap ada diskusi antara BPR di Bali dengan OJK. “Semoga dalam waktu dekat ada diskusi antara BPR di Bali dengan OJK, mengingat kondisi perkekonomian yang masih belum pulih. Kita sama-sama sampaikan kendala di lapangan secara riilnya,” pungkas Ketut Wardana.
Made Sumatra, Komisaris Utama BPR Mitra Sri Sedana Mandiri, Ubud lebih bersikap realistis. “Usaha tetap dilakukan namun apabila tidak ada jalan lain lagi kita harus patuh terhadap regulasi yang sudah dibuat oleh otoritas,” katanya. Akhirnya tidak ketinggalan pula tanggapan muncul dari Nyoman Sender, seorang praktisi bankir senior yang sudah malang melintang di industri perbankan. Ia berpendapat regulator pasti kesulitan membuat aturan kasus perkasus. Peraturan yang dibuat adalah untuk berlaku umum. “Kalau mau melepaskan ego dan sedikit legowo, saya optimis masih ada lentera kecil di lorong kegelapan. Siapa tahu. Misalnya sesama BPR melakukan merger atau akuisisi. Masih ada cara,” tutupnya. Penyelenggaraan FGD kali ini berjalan sukses dan para peserta berharap akan ada lagi pertemuan-pertemuan berikutnya yang membahas agenda atau permasalahan lainnya. (ksu)