Dialog Bali Gate #1 Menelisik Potensi Seni Rupa Indonesia Timur
(Baliekbis.com), Bentara Budaya Bali (BBB) bekerja sama dengan Gurat Institute menyelenggarakan dialog budaya Bali Gate #1 pada Minggu (16/06), membincangkan seputar kebudayaan dan potensi seni rupa di Indonesia Timur. Dialog yang berlangsung di Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, Ketewel, Gianyar ini Bukan saja memaparkan perihal kekayaan seni budaya berikut perkembangan peradaban di wilayah Indonesia Timur, namun juga pentingnya wacana ini, serta berbagai peluang dan tantangan yang menyertainya.
Tampil sebagai narasumber yakni antropolog Dr. I Ngurah Suryawan, serta kurator seni rupa I Wayan Seriyoga Parta.Keduanya sama-sama pernah melakukan kajian seni budaya di wilayah Indonesia Timur. Ngurah Suryawan, yang merupakan dosen Universitas Negeri Papua, melakukan banyak riset di Papua, dan Seriyoga Parta, yang juga pengajar di Universitas Negeri Gorontalo, membuat kajian di Kei (Maluku).
Menurut Wayan Seriyoga Parta, wacana seputar perkembangan medan seni rupa di Indonesia Timur ini cukup penting untukkembali diungkap. Hal ini menimbang ke-Indonesia-an dalam seni rupa selama ini hanya berpusaran pada perkembangan yang terjadi di daerah Jawa dan Bali saja. Hampir tidak pernah tersentuh pembahasan tentang perkembangan yang terjadi di luar itu. Persoalan ini menyelimuti seni rupa Indonesia yang daerah begitu luas terdiri dari beribu-ribu pulau yang membentang luas dari Sabang sampai Merauke.
“Selama puluhan tahun terakhir, wacana perkembangan seni rupa Indonesia sungguh tidak berimbang. Padahal potensi daerah sangat beragam, semisal di Maluku Utara, potensi seni rupa di sana sangat luar biasa. Kalaupun ada pembacaan tentang seni rupa daerah, cenderung hanya mengisi pembahasan tentang khasanah kesenian tradisi, atau bahkan seni yang dikategorikan sebagai seni primitif, “ ungkapnya.
Hal senada diungkapkan Ngurah Suryawan, bahwa menurutnya konteks Indonesia Timur sangat penting diperhatikan karena kekayaan seni budaya yang sangat beragam. “Namun, seni itu kurang terpublikasi. Semoga kehadiran media media baru saat ini dapat memperkenalkan seni budaya tersebut sehingga kita dapat melihat seni yang lebih beragam,” ujarnya.
Meski demikian, tak dipungkiri masih terdapat sejumlah hambatan dalam upaya pengelolaan program program seni budaya atau ruang ruang ekspresi yang memadai. Dalam konteks Papua, Suryawan mengharapkan dapat dirancang sebuah ekosistem seni budaya yang melibatkan partisipasi masyarakat dan ekspresi seni budayanya. “Salah satu cara untuk melepaskan diri dari problematika di Papua itu adalah pendidikan dan hubungan luar. Namun tentu permasalahan tidak selesai begitu saja, maka dari itu saya percaya perlu ada gerakan yang harus diinisiasi bersama,” ungkapnya.
Sementara itu, dalam ranah kesenirupaan, Seriyoga Parta menyampaikan bahwa pemerintah, melalui Galeri Nasional dan Direktorat Kesenian Kemendikbud sebetulnya telah membuatprogram program ke daerah. Misalnya Pameran Keliling Galeri Nasional yang telah dilakukan di Kalimantan Tengah, Sulawesi, dll. atau “Pameran Besar Seni Rupa 2019” pula sedang berjalan hingga akhir bulan ini.
Akan tetapi, diakuinya riset program ini tidak mendalam, sehingga banyak perupa dari daerah tidak digandeng untuk menjalankannya bersama-sama. “Seharusnya program tersebut dapat merefleksikan seni di daerah dan memaknai seni rupa yang ada,” kata Seriyoga.
Bali Gate (gerbang Bali) sebuah ruang berbagi berbagai pemikiran yang melibatkan pegiat dari lintas disiplin. Program ini diinisiasi oleh Gurat Institute (GI) khususnya divisi Litbang yang selama ini bergerak membuat kajian, dokumentasi dan publikasi, mengupayakan sebuah ruang untuk mendialogkan berbagai topik terkait dengan pembahasan seni dan budaya dari perspektif yang multidisiplin. Seiring dengan semangat pengembangan dan kesadaran akan pentingnya kerjasama atau kolaborasi, mendorong kami untuk proaktif menjalin kerjasama antar lembaga demi kemajuan bersama.
Menurutnya Seriyoga Parta, kehadiran program Bali Gate berupaya mendorong aktivitas dan proses berkesenian sekaligus sebagai sarana melakukan pembacaan dan riset untuk memetakan seni rupa di Indonesia.
Bali dari masa lampau hingga kini tetap memilki peran penting, oleh sebabnya membangkitkan kembali wacana keterbukaan Bali sebagai sebuah pintu masuk peradaban sangatlah menarik, karena ia memiliki catatan sejarah tentang centre point yang dilalui jalur rempah, juga pusat di masa kerajaan, hingga masa kolonial dan kemerdekaan. Bali dapat menjadi pintu masuk untuk meninjau kembali peradaban masa lampau untuk pijakan di masa kini menuju masa depan. (ist)