Dialog di Radio, Ny. Putri Koster Paparkan “44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru Pertanian Kerthi Bali”
(Baliekbis.com), Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali, Ny. Putri Koster yang didampingi oleh dua (2) narasumber lainnya yakni : Prof. I Made Damriyasa, Koordinator Kelompok Ahli Bidang Pembangunan Pemerintah Provinsi Bali dan Prof. I Made Supartha Utama, Kelompok Ahli Bidang Pangan, Sandang dan Papan, mengisi program “Ngobrol Bareng Santai” di Radio Gema Merdeka, Rabu (8/3).
Ketua TP PKK Provinsi Bali sebagai ex officio Gubernur Bali memiliki tugas untuk selain mensosialisasikan 10 program Tim Penggerak PKK sebagai perpanjangan tangan TP PKK pusat, juga bertugas ikut membangun dan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam mendukung kesejahteraan masyarakat, salah satunya dengan mensosialisasikan program yang tertuang dalam visi dan misi pembangunan.
Disampaikan Ny. Putri Koster lagi, bahwa saat ini sudah terwujud 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru dengan enam (6) sektor unggulan pembangunan Bali, salah satunya pengembangan perekonomian Bali melalui pertanian kerthi Bali. “Bali yang memiliki potensi penghasil pangan seperti beras, garam, sayur mayur dan buah harus dapat memanfaatkan hasil panen pertanian oleh masyarakat lokal Bali, agar jangan sampai masyarakat Bali mengalami kelaparan di bumi sendiri lantaran tidak bisa memasarkan hasil panen pertaniannya”, ungkapnya.
Pembangunan tidak akan terwujud apabila tidak terjadi sinergitas antara pemimpin (pemerintah) daerah dengan masyarakat Bali, sehingga paling tidak kita semua akan mampu bergerak mewujudkan pembangunan dan kesejahteraan. “Saat ini sudah ada 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru yang terwujud dengan berbagai perbaharuan untuk kepentingan bersama dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan”, pungkasnya.
44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru bidang pertanian kerthi Bali terus digodok dengan berbagai upaya mewujudkan perbaikan pertanian dengan sistem penerapan organik. Dengan maksud agar kualitas bahan pangan yang dihasilkan memadai dan sesuai dengan standar kesehatan. “Kesehatan tubuh kita itu sangat bergantung pada kualitas dan mutu makanan yang kita cerna, oleh sebab itu pemerintah provinsi Bali terus berupaya menghasilkan bahan pangan yang sehat dan sesuai dengan kualitas kesehatan yang diperlukan tubuh. Jika petani Bali mampu menggunakan pupuk organik untuk menghasilkan bahan pangan, dan sebaliknya juga masyarakat kita juga mau memanfaatkan bahan pangan yang dihasilkan petani ini, maka sirkulasi perekonomian kita di Bali serta merta juga akan pulih dan berputar merata”, ungkap Ny. Putri Koster.
Kekuatan mengelola rumah tangga dengan memanfaatkan dan menata halaman rumah dengan menanam bahan pangan, juga menunjukkan hasil bahwa sekecil apapun usaha kita dalam memenuhi kebutuhan hidup akan meringankan kita secara tidak langsung, contohnya dengan HATINYA PKK yang sudah diterapkan oleh sejumlah kader TP PKK di 9 Kabupaten/ Kota se-Bali.
“Dengan visinya, Gubernur Bali mengajak masyarakat untuk menuju dan bersama mewujudkan Bali Era Baru. Salah satunya terkait dengan konsep perekonomian kerthi Bali, secara fundamental perekonomian Bali tidak seimbang karena diatas 55% Bali tumbuh ditengah sektor pariwisata,” ungkap Prof. I Made Damriyasa/ Koordinator Kelompok Ahli Bidang Pembangunan Pemerintah Provinsi Bali.
Namun setelah Covid-19 melumpuhkan dunia, memberikan dampak yang begitu besar terhadap perekonomian Bali yang memang selama ini tertopang oleh sektor pariwisata. Hal ini mengharuskan Kepala Daerah Bali (Gubernur Wayan Koster dan jajarannya) mengambil langkah baru untuk mengembangkan perekonomian Bali melalui konsep ekonomi kreatif dengan mengadopsi perkembangan digital, yang juga di suport secara langsung oleh perguruan tinggi dan masyarakat Bali secara keseluruhan.
Hal yang dilakukan dalam memperbaiki sistem pertanian dari hulu sampai ke hilir sampai tuntas. Dimana perbaikan sistem di hulu adalah bagaimana kita memperbaiki pertanian dari hulu dengan menerapkan atau memperbaiki sistem organik (penggunaan pupuk organik, bibit organik), setelah itu kita upayakan industrinya seperti apa dan selebihnya di hilir kita harus juga mengupayakan pemasaran hasil pertanian ke depannya, sehingga Gubernur Bali Wayan Koster membuat regulasi dengan membuat PERGUB Nomor 99 Tahun 2019, yakni pemanfaatan produk hasil perkebunan, pertanian dan kelautan serta perikanan oleh pihak hotel, supermarket dan restoran di Bali.
“Terkait dengan sistem pertanian pangan kerthi Bali, kita harus sesuaikan dengan nilai-nilai sosial, kemanusiaan, ekological dan spiritual di Bali, untuk menjaga kehidupan kita berkelanjutan karena untuk kita membangun sistem pertanian, semuanya harus Terintegrasi antara satu dengan yang lainnya. Salah satunya kita juga harus mampu menyesuaikan dengan dinamika perkembangan konsumen, yang mana ada konsumen krama Bali, tourism dan ekspor antar pulau. Kita perhatikan nilai-nilai konsumsinya,” ungkap Prof. I Made Supartha Utama/ Kelompok Ahli Bidang Pangan, Sandang dan Papan.
Pihaknya mengatakan bahwa filosofi sat Kerthi mengandung nilai-nilai yang banyak dicari oleh konsumen diluar Bali, yang mengandung nilai kemanusiaan, nilai sosial, nilai ekologi dan nilai spiritual yang pada dasarnya sudah berkembang sejak jaman dahulu dan sudah memenuhi nilai Sat Kerthi.
Terlihat juga penyelarasan nilai yang berkelanjutan dalam pertanian Bali yang sejak dahulu dijaga oleh petani dan masyarakat kita, contohnya sistem terasering yang merupakan pola pengairan sawah secara merata dan tidak merusak lingkungan, dengan tidak melupakan ucapan terimakasih terhadap semesta dan sang pencipta melalui sarana banten yang dilaksanakan setelah panen.
Tetap harus integrated antara mutu dan nilai pangan harus dipadukan sehingga adanya integrasi antara nilai ekstrinsik dan nilai intrinsik. Selain itu, sistem rantai pasok harus dijadikan sistem nilai yang terintegrasi, kolaboratif dan memuliakan nilai sosial, nilai kemanusiaan dan nilai ekologi.
Dengan topografi yang unik, memungkinkan kita mampu mengembangkan tanaman yang komersial seperti strawberry dan tanaman lain yang biasanya dikembangkan di wilayah sub tropis. Sehingga petani harus memiliki sistem pemasaran yang jelas, agar tidak lagi terkesan bebas. “Misalnya petani tanpa sistem dan pengembangan teknologi akan bekerja sesuai musimnya, yang biasanya pada musim hujan petani enggan menanam cabai, sehingga menyebabkan harga cabai tinggi atau inflasi pada musim penghujan, karena petani tidak akan mau mengambil resiko”, ungkapnya. (pem)