Dialog HKTI Bali dengan Dr. Mangku Pastika, Teknologi dan Produk Organik Harus Diprioritaskan Hadapi Tantangan Pertanian
(Baliekbis.com),HKTI Bali menggelar Dialog Tani Bersama DPD RI Perwakilan Bali Dr. Made Mangku Pastika dengan tema “Menumbuhkan Minat Generasi Muda di Sektor Pertanian”. Dalam diskusi yang berlangsung di Kantor Dinas Pertanian Bali, Rabu (11/3/2020) sore dihadiri sejumlah pelaku pertanian termasuk generasi milenial itu terungkap begitu kompleksnya masalah yang dihadapi sektor pertanian di Bali.
Ada sekitar 11 masalah yang ada sebagaimana dipaparkan Ketua HKTI Bali Prof. Dr. N. Suparta, di antaranya makin berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi, sulitnya air untuk pertanian hingga minimnya minat generasi muda bertani. “Kepemilikan lahan usaha tani juga kecil, dan banyak yang mengalihkan pertanamannya sehingga berdampak pada daya serap air,” jelas dosen Unud ini.
Ketersediaan air yang semakin berkurang juga berdampak pada terjadinya penelantaran tanah pertanian. Dari sisi produksi, pemasaran menjadi kendala. Meski demikian sesungguhnya kalau dilihat kebutuhan masyarakat terhadap produk pertanian seperti pangan terus meningkat. Ini sebenarnya peluang yang besar.
Sebagaimana diungkapkan salah seorang pelaku usaha pertanian dari Bilok Sidan Badung yang mengaku mengalami kesulitan ketika produksinya bagus. “Mau kemana dipasarkan dan bagaimana menangani produk yang melimpah ini, kami tak punya ruang simpan agar hasil produksi bertahan lebih lama,” ujarnya.
Banyaknya masalah pertanian tersebut, menurut Dr. Mangku Pastika harus segera bisa dicarikan solusinya. Sebab pertanian ini penting. “Selama hidup, manusia perlu pertanian. Karena pertanian yang menyediakan kita bahan makanan. Bertani yang baik sejatinya juga sama dengan beryadnya. Sebab dengan bertani kita memberi makan bagi yang lain. Ini sama dengan kita beryadnya,” jelas Gubernur Bali periode 2008-2018 yang tengah mperdalam pendidikan agama ini.
Karena itu langkah-langkah kongkrit harus bisa dilakukan bersama. Sebab kendala pertanian bukan semata bersifat teknis juga non teknis. “Ini saya alami ketika menjabat Gubernur dimana proyek yang akan dilakukan di salah satu kabupaten ditolak. Padahal itu sangat dibutuhkan petani,” jelas mantan Kapolda Bali ini mencontohkan.
Di sub sektor perikanan juga menghadapi kendala dalam hal penyediaan bibit. Sejumlah tempat pembenihan ikan kini tak jalan akibat terbentur kebijakan. Akibatnya harus mendatangkan benih dari luar yang harganya jadi lebih mahal.
Meski tantangan pertanian begitu besar, Mangku Pastika mengatakan semua harus tetap berupaya, sebab pertanian ini menyangkut kelangsungan hidup. Menurutnya ke depan dengan keterbatasan lahan, penerapan teknologi modern untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi sudah harus bisa dilakukan. Pertanian organik yang memiliki banyak keunggulan juga harus dijalankan.
Dengan hasil bagus ini akan membuat generasi muda tertarik bertani. Mangku Pastika mencontohkan rasa nasi di Jepang yang gurih ternyata karena kecepatan proses dari panen hingga jadi beras yang tak sampai sehari. “Sementara petani kita menyimpannya cukup lama sehingga mempengaruhi rasa,” ujarnya. Singapura juga yang ingin swasembada sayur dan udang. Padahal wilayahnya hanya 1/7 Bali. “Ini bisa jalan karena teknologi dan komitmen,” tambahnya.
Terkait alih fungsi lahan yang begitu tinggi sebenarnya sudah ada UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. “Kalau ini bisa dijalankan, maka alih fungsi bisa dikendalikan,” ujar Mangku Pastika. (bas)