Diskusi “Dampak PLTU Celukan Bawang”, Tanaman Petani Jadi Korban
(Baliekbis.com), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana bersama Greenpeace dan YLBHI-LBH Bali mengadakan diskusi publik yang bertemakan “Dampak PLTU Batu Bara Celukan Bawang” di kampus FISIP Sudirman Universitas Udayana, Denpasar, Selasa (20/2). Dalam diskusi yang berlangsung cukup panjang tersebut terungkap akibat adanya PLTU itu sebagian tanaman petani mati secara perlahan.
“Tanaman kelapa kami mati secara perlahan karena menjadi kerdil. Dan juga disambar petir akibat operan dari penangkal listrik yang dimiliki PLTU,” ujar salah seorang peserta diskusi, Ketut Mangku Wijana yang merupakan warga Desa Celukan Bawang yang tinggal sekitar 200 meter dari PLTU.
Sementara Dewa Putu Adnyana,S.H., pembicara dari YLBHI-LBH Bali mengatakan pembangunan hendaknya mencerdaskan dan menyejahterakan masyarakat. Salah satunya adalah hak mendapatkan lingkungan yang layak. “Tetapi yang terjadi adalah pembangunan PLTU ini malah menyengsarakan rakyat. Suatu perusahaan seharusnya sejak awal menjelaskan secara transparan. Namun di Celukan Bawang perusahaan pada awalnya tidak berani menjelaskan dan beredar isu kalau mau bangun pabrik kecap atau cat, ” ujarnya.
Sedangkan Suryadi Darmoko dari Walhi Bali mengatakan lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan kehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. UUD 1945 Pasal 28H ayat 1 pada intinya menentukan bahwa setiap manusia berhak mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Namun faktanya, ketentuan yang ada dalam pasal tersebut sangat sulit untuk diwujudkan karena kualitas lingkungan hidup yang semakin lama semakin menurun, bahkan telah mengancam kelangsungan hidup manusia. “Turunnya kualitas lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh beberapa pembangunan yang mengabaikan pelestarian lingkungan hidup,” tegasnya.
Sebelumnya masyarakat Celukan Bawang bersama Greenpeace Indonesia didampingi Tim Kuasa Hukum YLBHI-LBH Bali telah mendaftarkan gugatan ke PTUN Denpasar, Rabu (24/1). Gugatan diajukan terkait izin lingkungan PLTU Batu Bara Celukan Bawang 2 x330 MW. Gugatan diajukan tiga orang perwakilan masyarakat yang terdampak di Celukan Bawang Buleleng dan Greenpeace. “Kami mengajukan gugatan ini salah satunya karena SK yang diterbitkan tanpa melibatkan masyarakat yang akan terkena dampak,” ujar salah satu penggugat Ketut Mangku Wijana saat itu.
Fakta lainnya yang memperkuat masyarakat melakukan gugatan adalah pengembangan pembangunan PLTU Batu Bara Celukan Bawang 2×330 MW ternyata tidak masuk ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Nasional maupun Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah. Dalam RUPTL Nasional 2017-2026 secara jelas telah dinyatakan bahwa Provinsi Bali sebagai destinasi wisata dunia juga memiliki sumber daya Energi Baru Terbarukan (EBT) yang melimpah. Berdasarkan data dari RUPTL Nasional 2017-2026, beban puncak sistem kelistrikan Provinsi Bali tertinggi adalah pada tahun 2016 sebesar 860 MW yaitu pada bulan Oktober 2016. Sementara daya dipasok dari pasokan kabel bawah laut Jawa-Bali 400 MW dan Pembangkit 150 kv sebesar 998 MW. “Dari data tersebut sudah jelas bahwa jaringan listrik Jawa-Bali sudah mengalami kelebihan kapasitas,” tegas Dewa Adnyana. (jean)