Diskusi “Empat Konsensus Bangsa untuk Menjinakkan Politik Identitas”, Dr. Mangku Pastika, M.M.: Kampus Harus Cetak Mahasiswa yang Kritis untuk Membangun Bangsa
Empat Pilar yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika mengandung nilai-nilai luhur yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat dan menjadi panduan dalam kehidupan ketatanegaraan untuk mewujudkan bangsa dan negara yang adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat.
(Baliekbis.com), Anggota MPR RI Dr. Made Mangku Pastika,M.M. mengatakan ada kecenderungan pemahaman nilai-nilai empat pilar yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika yang mulai pudar. Berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan yang terjadi saat ini tidak terlepas karena abai dan lalai dalam pengimplementasian empat pilar itu dalam kehidupan sehari-hari.
“Banyak yang tak paham apalagi mengamalkannya. Menyebut lima sila dalam Pancasila mungkin banyak yang tak hafal. Ini tentu akan berdampak pada potensi kehancuran kalau tidak diantisipasi.
Jadi sosialisasi empat pilar kebangsaan ini penting khususnya bagi generasi muda yang akan mewarisi bangsa,” ujar Mangku Pastika yang juga Anggota DPD RI saat Sosialisasi Empat Konsensus Bangsa
di Auditorium Dwi Tunggal Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar, Jumat (3/5).
Sosialisasi dipandu Dr. Kadek Januarsa Adi Sudharma, S.H., M.H., CCD mengangkat tema “Penguatan dan Penegakan Nilai-Nilai Empat Konsensus Bangsa untuk Menjinakkan Politik Identitas” diikuti ratusan mahasiswa menghadirkan narasumber akademisi Undiknas Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos.,MSi. dan Dr. Drs. I Nyoman
Subanda, MSi. Hadir mendampingi Mangku Pastika, Tim Ahli Nyoman Baskara, Ketut Ngastawa dan Nyoman Wiratmaja.
Mangku Pastika mengingatkan mahasiswa agar jangan hanya menghafal dan mengutip buku. Ciri khas mahasiswa itu kritis, berani dan cerdas. Jangan diam saja melihat hal yang tidak benar. Dan Universitas punya tanggung jawab mencetak mahasiswa yang kritis untuk membangun bangsanya.
“Saya bangga Undiknas mampu melakukan hal itu. Apalagi kampus ini telah bekerja sama dengan lembaga (universitas) luar negeri. Ini sangat luar biasa dan saya harap bisa go international.
Universitas itu pabrik pemimpin dan intelektual,” tegas mantan Gubernur Bali dua periode ini.
Mangku Pastika yang sempat meninjau kampus juga memuji fasilitas yang ada. “Semoga makin hari gedung yang megah ini diisi orang-orang cemerlang. Tak ada gunanya gedung mewah kalau hanya diisi orang yang katrok,” pesannya.
Pada sosialisasi, Mangku Pastika mengulas satu persatu sila dari Pancasila. “Sistem musyawarah kita apa masih, sebab yang terjadi sekarang ‘one man one vote’. Siapa yang menang itu berkuasa. Kalau politik identitas tak bisa dijinakkan maka bisa membawa kehancuran,” pesannya.
Menjawab pertanyaan mahasiswa, dijelaskan politik identitas makin laku karena dibarengi dengan money politics. “Berbagai cara (politik identitas) dilakukan untuk bisa menjadi pemimpin dan berkuasa. Sebab berkuasa itu dianggap enak dan nikmat. Kuncinya kita harus pahami dan amalkan Pancasila ini
untuk menjinakkannya,” ungkap Mangku Pastika.
Mewakili Rektor, AA Sri Rahayu Gorda mengatakan Undiknas punya tanggung jawab untuk menjaga empat pilar kebangsaan ini. Ia berharap melalui seminar ini mampu menambah wawasan mahasiswa sehingga bisa menjaga bangsa ini.
Narasumber Dr. Ni Wayan Widhiasthini, S.Sos.,MSi. mengatakan politik identitas yang lahir di Amerika ini tidak muncul begitu saja. Di Indonesia politik identitas menguat saat era reformasi. Widhiasthini memaparkan terkait ideologi transnasional yang merupakan ideologi yang menyebar dan dianut oleh banyak negara akibat perbatasan ekonomi dan sosial antarnegara semakin kabur. Bahkan ideologi transnasional menjadi antitesis dari nasionalisme. “Yang dianggap paling efektif adalah dibungkus agama. Ini menjadi produk neo kolonialisme,” ujar akademisi Undiknas ini.
Dr. Subanda menjelaskan belakangan ini politik uang makin dominan. Bahkan money politics ini begitu masif dan terang-terangan seperti adanya serangan fajar. Identitas dianggap paling efektif untuk mencapai tujuan. Sehingga masyarakat jadi pragmatis.
Ke depan menurutnya masyarakat harus cerdas dalam memilih pemimpin. “Perlu pemimpin hebat agar bisa mensejahterakan rakyat,” ujar dosen politik Undiknas ini. (bas)