Diskusi Media, Bisnis Properti Masih Numplek di Bali Selatan
(Baliekbis.com), Turunnya transaksi properti serta harga yang masih tinggi menjadi topik menarik dalam Diskusi Media tentang Properti Jelang Akhir Tahun 2016 ini, di Ayucious Restoran Renon, Selasa (29/11/2016). Namun bagi Bali yang pertumbuhan ekonominya masih cukup baik yakni diprediksi 6,5 persen hingga tahun ini, bisnis properti itu masih memberikan harapan, sebagaimana yang disampaikan narasumber dari Bank Indonesia, Bank Mandiri, Dispenda serta pelaku bisnis properti dalam hal ini Arebi (Asosiasi Real Estate Broker Indonesia) Bali.
Koordinator Arebi Bali Putu Subada bahkan mengatakan properti di tahun 2017 akan bisa tumbuh lebih baik dengan didukung sejumlah indikator seperti sejumlah kemudahan perizinan, keringanan pajak dan tumbuhnya pariwisata yang dominan membawa imbas bagi ekonomi masyarakat. Namun Subada juga mengingatkan kalau harga properti di Bali masih sangat mahal karena tingginya harga tanah. “Harga di Bali lebih mahal dari Jakarta,” jelasnya. Untuk itu ia mengingatkan perlunya ada pemerataan pengembangan properti di Bali yang mana saat ini masih numplek di Bali Selatan yakni Badung dan Denpasar.
Peranan pengambil kebijakan dan bank sangat penting dalam pemerataan pengembangan properti ini. Sebagaimana disampailkan Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Causa Iman Karana maupun dari pihak Bank Mandiri, ada beberapa daerah yang masih minim pembangunan bisnis propertinya. Misalnya di Kabupaten Bangli dan Jembrana. Ke depan ini perlu ditingkatkan agar bisa lebih merata. Namun Iman Karana mengatakan optimis tahun 2017 bisnis properti akan lebih meningkat sejalan dengan semakin membaiknya pertumbuhan ekonomi Bali.
Menurut Iman Karana perekonomian Bali tahun 2017 diprediksi akan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan tahun 2016. Perekonomian tahun 2017 akan tumbuh di kisaran 6,20 persen hingga 6,60 persen, sementara tahun 2016 ini diprediksi pertumbuhan hingga 6,5 persen. Tingginya pertumbuhan ekonomi Bali karena perekonomian Bali ditopang oleh sektor pariwisata yang terus tumbuh, transportasi, konstruksi dan sektor lainnya. “Tapi yang dominan mendongkrak pertumbuhan ekonomi masih sektor pariwisata,” ujarnya. Karena itu, tambahnya sektor pariwisata ini harus dijaga bersama dengan baik. Dikatakan masalah keamanan dan penyakit menular masih menjadi isu yang bisa mempengaruhi pariwisata.
Meningkatnya kunjungan wisatawan ke Bali menurut Causa selain karena turis yang datang semakin banyak juga bervariasi. Terkait properti, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali itu menambahkan pihaknya optimis akan semakin membaik. “Dari survey kami untuk Denpasar dan Badung menjelang akhir tahun ini permintaan properti mulai naik,” jelasnya. Hal itu akan terus berlanjut hingga tahun 2017 mendatang. Menyangkut adanya kredit macet di bisnis properti ini menurutnya hanya sebagian kecil saja. Di bank umum dikatakan NPL (non performing loan/kredit macet) properti ini masih terjaga dengan baik. Bahkan pihak Bank Mandiri mengaku masih stabil. Untuk mendukung properti, Bank Mandiri bahkan menyediakan Mandiri KPR dan Mandiri Multiguna. Untuk KPR ini nilainya mulai Rp45 juta hingga RP 15 miliar.
Regional CEO Bank Mandiri Kanwil XI Bali-Nusa Tenggara Maswar Purnama mengatakan penyaluran kredit properti Bank Mandiri di tahun 2016 ini menunjukkan peningkatan. Dan dengan kondisi ekonomi yang diprediksi akan lebih baik tahun depan, maka dunia properti akan semakin meningkat. Bank Mandiri secara nasional menargetkan pertumbuhan kredit sekitar 15 persen. Bahkan untuk properti Bali bisa lebih tinggi karena pertumbuhan ekonominya cukup bagusi. Masih prospeknya bisnis properti juga dibenarkan Koordinator Arebi Putu Subada. Subada mengakui transaksi properti memang ada penurunan.
Namun belakangan ini sudah mulai meningkat. Transaksi properti di Bali masih dominan rumah tapak. Namun di kota-kota besr seperti Jakarta, apartemen yang banyak diminati. Ia optimis di tahun 2017 permintaan properti akan meningkat. Dalam upaya memacu pertumbuhan properti, Subada mengatakan perlu penyebaran ke daerah-daerah yang belum padat serta pemberian insentif, mengingat harga rumah di Bali lebih tinggi dari Jakarta. Sementara Tagel Sidarta dari Dispenda Denpasar mengakui kalau transaksi properti turun di tahun 2016 ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Mengacu data BPHTB, realisasi transaksi hingga Oktober 2016 ini baru sekitar 67 persen (Rp 70 miliar) dari target. (bas)