Diskusi “Revolusi Mencetak Pemimpin Hindu”, Pemimpin Itu Pengabdi, Bukan Minta Dilayani
(Baliekbis.com), Pemimpin dalam Hindu adalah pengabdi, pengayah bukan yang harus dilayani melainkan melayani masyarakat. Masyarakat adalah subjek yang harus dilayani bukan diperas.
Demikian antara lain mengemuka dalam diskusi yang mengangkat tema “Revolusi Mencetak Pemimpin Hindu” yang berlangsung di Ruang Pancasila Sek. DPD RI Perwakilan Bali, Renon, Denpasar, Selasa (30/4).
Diskusi menghadirkan narasumber Anggota DPD RI Dr. Made Mangku Pastika,M.M., Akademisi Dr. Kadek Surpi yang juga penulis buku, tokoh agama serta puluhan mahasiswa. Pada diskusi juga mengemuka adanya keprihatinan karena pemimpin perempuan di kancah politik yang masih sedikit.
Pada kesempatan tersebut Mangku Pastika mendorong agar anak muda mau dan siap menjadi pemimpin. “Buat diri kita layak jadi pemimpin. Semua punya bakat, tapi harus dibentuk agar bisa naik kelas. Dan saya yakin itu bisa dilakukan,” ujar mantan Gubernur Bali dua periode ini.
Secara sistematik dan terstrukrur orang itu harus dibentuk agar siap menjadi pemimpin. Jadi dia perlu dilatih, disiapkan dan tentu punya mental juara dan jujur. “Naikkan cc-nya agar punya keyakinan kuat. Jangan gampang dicekoki,” tambah Mangku Pastika.
Hal senada disampaikan akademisi Dr.I Gede Sutarya,M.Ag. yang menegaskan seorang pemimpin yang mampu mengkristalkan aspirasi masyarakat seharusnya lahir di Hindu.
“Pemimpin mesti punya komitmen kuat terhadap negara. Pemimpin tidak boleh melakukan kekerasan, dia perlu bernegosiasi dalam menyelesaikan masalah, tidak boleh menyengsarakan rakyat,” tegas mantan wartawan itu.
Akademisi Dr. Kadek Surpi mengatakan keprihatinannya karena terjadi krisis kepemimpinan dan melihat banyak muncul pejabat tetapi tidak memberikan dampak yang besar. “Pemimpin yang muncul cc-nya kecil,” tegas mantan jurnalis ini.
Menurutnya pemimpin tidak boleh hanya karena dapat rekomendasi. Jadi ke depan perlu ada pelatihan kepemimpinan agar bisa menghasilkan pemimpin yang mampu mencarikan solusi atas masalah yang ada. “Mari kita bergandengan tangan menggelar pelatihan kepemimpinan Hindu. Jangan sampai pemimpin bisa lahir karena sebungkus nasi kuning sebelum pencoblosan atau uang Rp200 ribu. Semestinya bisa lahir pemimpin Hindu di berbagai tingkatan,” tambahnya.
Diingatkan, Pemimpin Hindu semestinya berkomitmen terhadap dharma, sehingga tidak akan berbuat yang merugikan rakyat. Hindu itu satu, tidak ada pemisahan Hindu. Kegiatan pelatihan kepemimpinan dapat membekali hal-hal dasar dan meningkatkan cc anak muda. “Mari belajar menulis, berkarya dan berkontribusi,” ajaknya.
Ketua MHDI Putu Dika juga menegaskan mestinya kehadiran seorang pemimpin bisa memberi solusi atas masalah yang ada. “Jadi pemimpin yang mau dicetak harusnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan sekarang,” tegasnya.
Peserta diskusi lainnya juga mengingatkan
pemimpin harus miliki kecerdasan spiritual maupun intelektual. Pemimpin itu pantang menyerah dan harus percaya diri. (bas)