Djamur Hadirkan “Gift From the Street”
(Baliekbis.com), Merayakan 9 tahun keberadaannya, Djamur, komunitas street art Bali, mengadakan pameran di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, bypass Ketewel, Gianyar. Berkonsep pameran proses, eksibisi yang bertajuk “Gift From The Street” ini telah dimulai sedari Sabtu, (22/12), dan akan berlangsung hingga 5 Januari 2018.
Awal proses pameran mereka di BBB Sabtu kemarin dimaknai pula talkshow bersama kurator, I Made Susanta Dwitanaya dan seniman Komunitas Djamur, ditayangkan secara langsung melalui saluran youtube Bentara Budaya Bali.
Sebagaimana konsepnya, yakni pameran proses, Komunitas Djamur kali ini bukan semata menghadirkan karya yang sudah jadi, melainkan akan membentuk suatu proses cipta langsung atau on the spot.
Sejalan pameran, diselenggarakan pula serangkaian kegiatan, antara lain pertunjukan akustik sekaligus perayaan 9 tahun Komunitas Djamur, Rabu (27/12) serta workshop & artist talk pada Rabu (3/01) pukul 16.00 WITA. Sebagai puncaknya yakni closing after party pada Jumat (5/01), menampilkan pertunjukan musik dan performing.
Pada pameran kali ini, Komunitaas Djamur akan menyikapi fenomena sosial budaya, mengkritisi hiruk pikuk dunia politik tanpa tergelincir jadi partisan, juga bayang bayang bencana ekologis, hingga persoalan life style dalam masyarakat urban. Ekspresi kesenian yang akan dibuat mulai dari karya mural, grafiti, stensil, patung, object art, hingga performance art dengan merespon secara menyeluruh ruang publik BBB.
Kurator pameran ini, I Made Susanta Dwitanaya, mengungkapkan bahwa ruang publik kini telah menjelma menjadi arena pertarungan berbagai macam kepentingan. Korporasi dengan bilboard bilboard iklan menjamur menjajah ruang ruang publik. “Dalam kondisi ‘polusi’ visual yang kini dihadapi publik atas ruangnya menjadikan street art memiliki posisi yang menarik dicermati dalam konteks ruang publik” ujarnya.
Dalam konteks seni rupa Bali, street art telah menjadi “jalan” kreatif beberapa seniman muda, kelompok maupun personal. Mulai marak pada akhir dekade 90an hingga awal era milenial di dekade 2000an, seturut munculnya kesadaran untuk menggali kemungkinan kemungkinan estetik dan artistik baru. Hasil karya street art pun beragam, ada berupa mural, painting body, dan lainnya yang kini masih berkembang pesat.
Menurut Ketua Komunitas Djamur, Mang Gen, upaya menghadirkan suatu pameran yang tak biasa ini bermula dari kejenuhan mengunjungi pameran kebanyakan. Harapannya, pameran proses “Gift From The Street” ini dapat memberikan variasi bentuk pameran dan sekaligus memberi pengetahuan kepada masyarakat yang hadir untuk menelisik lebih dekat bagaimana proses mural tersebut dibuat.
Djamur adalah salah satu komunitas perupa muda di Bali, berdiri tahun 2007, yang dalam perkembangannya diidentikkan sebagai salah satu komunitas street art di Bali khususnya mural. Pemilihan nama komunitas ini bermakna agar komunitas ini dapat berkreativitas di mana pun, sama halnya dengan tumbuhan jamur yang dapat tumbuh di mana-mana. Beberapa karya Komunitas ini dapat dilihat di sekitar Jalan Nakula, Jalan Setia Budi, Jalan Pakis Aji, dan terdapat pula di beberapa daerah lainnya.
Namun komunitas ini tidak pernah “fanatik” untuk menyekat ekspresi kesenian mereka sebagai seniman ruang publik. Berbagai aktivitas berkesenian seperti pameran di ruang-ruang kebudayaan dan art space pun kerap mereka jajagi sebagai sebuah bentuk perayaan sekaligus upaya terobosan kreatif guna menghasilkan karya unggul yang lebih kontekstual dengan publik luas.
“Selama berproses ini kami dibebaskan untuk mengekspresikan diri dalam sebuah media. Idenya pun kami bawa dari personal masing-masing sesuai dengan keahlian dan aliran yang sedang diikuti. Dalam pameran ini pula banyak teknik yang teman-teman gunakan. Kalau saya khusus membuat lukisan realis ini yang nantinya akan dikombinasikan dengan beberapa properti penunjang” ungkap Sangut, salah satu seniman dari Komunitas Djamur.
Adapun personil komunitas Djamur yang terlibat dalam pameran ini antara lain; Mankgen aka Genetik, Arde Wiyasa aka Sangut, Anak Agung Gede Wira Merta, Icha Capunk , Perwira Kusuma, Arsew Made, Gede Sumarjaya aka Bull, Gede Agustinus Darmawan aka Timbool, I Kadek Surya Darma aka Goswah, Gung Risma, I Wayan Wasudewa aka Datuk Artwork, Gede Bambang Yoga, Jombol, I Nyoman Suradman, I Ketut Bagia Yasa, Gede Adi Semarajaya.
Sebelumnya, Bentara Budaya Bali bekerjasama dengan Galeri Nasional Indonesia juga menyelenggarakan pameran street art serangkaian program World Culture Forum (WCF) 2016 yang kembali dilangsungkan di Bali pada 10-14 Oktober 2016, merujuk tajuk “Budaya Untuk Bumi yang Terbuka, Toleran dan Beragam”. Para seniman street art yang terlibat tergabung dalam Komunitas Pojok, Komunitas Djamur dan Slinat. Mereka berkarya secara on the spot di Bentara Budaya Bali, sebagaimana proses cipta alami mereka selama ini. (ist)