Dongkrak Keterwakilan 30 Persen Perempuan di Legislatif, BKOW Bali Gelar Edukasi Politik Caleg Perempuan
(Baliekbis.com), Amanat UU Pemilu bahwa minimal harus ada 30 persen kuota calon anggota legiskatif (caleg) perempuan yang diajukan partai politik (parpol) dalam Pemilu Legislatif (Pileg) memang sudah terpenuhi. Namun angka ini hanya “sangar” di atas kertas.
Sebab realitanya, caleg perempuan yang akhirnya terpilih menjadi anggota legislatif tidak mencapai 30 persen. Sebagian besar caleg perempuan berguguran dalam kontestasi Pileg dan kalah bersaing dengan caleg laki-laki.
Untuk itu di Pileg 2019 ini, BKOW (Badan Koordinasi Organisasi Wanita) Bali mengharapkan kuota minimal 30 persen perempuan tidak hanya berhenti sebatas caleg. Tapi harus segitu juga yang terpilih sebagai anggota legislatif.
“BKOW Bali berkomitmen mendorong agar lahir lebih banyak anggota legislatif dari kalangan perempuan. Salah satunya upaya yang dilakukan BKOW Bali adalah program pendidikan politik bagi caleg perempuan,” kata Ketua BKOW Bali Dr. A.A.A. Ngurah Tini Rusmini Gorda, S.H.,M.M.,M.H., di Denpasar, Rabu (26/9).
Bahkan pada 17-23 Oktober ini akan diadakan program pendidikan, pencerahan dan pemberdayaan politik bagi seluruh caleg perempuan di Bali. Kegiatan ini melibatkan pembicara dari akademisi, pengamat politik, politisi dan anggota legislatif serta kalangan pengusaha termasuk praktisi media massa. “Kami akan bekerja sama dengan perguruan tinggi yang punya prodi politik atau administrasi publik untuk mendukung program pendidikan politik caleg perempuan,” tegas tokoh perempuan yang akrab disapa Gung Tini itu.
Lalu pada 30 November akan diadakan lomba orasi politik untuk mengukur sejauh mana kemampuan caleg perempuan ini menyampaikan visi misi dan program yang menjadi bekal penting ketika terpilih sebagai wakil rakyat di legislatif.
Dengan program pemberdayaan perempuan dari sisi politik melalui pendidikan politik ini diharapkan mampu mendongkrak semangat caleg perempuan mencapai keterwakilan 30 persen di parlemen.
“Kalaupun tidak tercapai 30 persen keterpilihan sebagai anggota legislatif, paling tidak angkanya minimal di kisaran 15 persen untuk di DPR RI, DPRD Bali maupun DPRD Kabupaten/Kota se-Bali,.Sebab saat ini masih anggota legislatif perempuan di Bali masih di kisaran 9 persen,” harap Gung Tini yang juga Ketua IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia) Bali itu.
Menurut Tini Gorda yang juga Dewan Penasehat GK (Gerakan Kemajuan) Ladies Bali itu keterwakilan perempuan di lembaga legislatif tidak hanya penting dari aspek perimbangan jumlah antara laki-laki dan perempuan. Apalagi populasi Indonesia separuhnya berjenis kelamin perempuan.
Namun yang paling esensial adalah kehadiran lebih banyak anggota parlemen perempuan diharapkan prioritas kebijakan (legislasi) ataupun penganggaran (budgeting) yang lebih responsif menjamin kepentingan kaum perempuan. Misalnya terkait dengan isu pengentasan kemiskinan, pemerataan pendidikan, dan layanan kesehatan.
Namun jika berkaca dari pengalaman tiga siklus pemilu yakni 2004, 2009, dan 2014, kuota gender yang mewajibkan partai untuk menempatkan perempuan sedikitnya 30 persen di daftar calon tetap (DCT) belum mendongkrak keterpilihan perempuan secara signifikan. Artinya kuota caleg perempuan minimal 30 persen terpenuhi, namun jumlah yang terpilih ibarat “jauh panggang dari api”.
“Saya bosan dengar aturan caleg perempuan minimal 30 persen dari tahun 2004 tapi kuota 30 persen keterwakilan anggota legislatif perempuan di parlemen belum pernah terjawab,” pungkas Ketua Yayasan Perdiknas Denpasar itu.
Catatan sejarah menunjukkan bahwa proporsi anggota legislatif perempuan yang terpilih gagal mencapai affirmative action 30 persen hasil Pileg 2014 baik di tingkat DPR RI, DPRD Bali maupun DPRD Kabupaten/Kota. Untuk di tingkat DPR RI justru proporsi tersebut mengalami penurunan dari 18,2 persen pada tahun 2009 menjadi 17,3 persen di tahun 2014.
Padahal, kandidat perempuan yang mencalonkan diri dan masuk dalam daftar pemilih dari partai politik mengalami peningkatan dari 33,6 persen tahun 2009 menjadi 37 persen pada 2014.
Pada Pileg tahun 2014, ternyata hanya mampu menghasilkan keterwakilan perempuan di legislatif sebanyak 97 kursi (17,32 persen) di DPR, 35 kursi (26,51 persen) di DPD, dan rata-rata 16,14 persen di DPRD serta 14 persen di DPRD kabupaten/kota.
Sementara untuk DPR RI dapil Bali tidak ada caleg perempuan yang lolos langsung ke Senayan. Beruntungnya kemudian ada satu anggota Dewan perempuan wakil Bali yakin Tutik Kusuma Wardhani yang merupakan PAW (Pergantian Antar Waktu).
Sedangkan untuk DPRD Bali ada lima anggota legislatif perempuan hasil Pileg 2014 atau setara 9 persen dari total 55 anggota Dewan. Dua diantaranya dari PDI P dapil Karangasem yakni Ni Kadek Darmini dan Ni Made Sumiati (belakangan mundur karena maju calon Wakil Bupati Karangasem). Satu dari Hanura dapil Buleleng yakni Ni Made Arini dan satu anggota Dewan petahana Partai Demokrat dapil Denpasar Yani Utami Dwi Suryadi. (wbp)