Dr. Abdillah Ahsan: Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kawasan Desa Wisata di Bali Bisa Dijadikan ‘Role Model’
(Baliekbis.com), Kepala Demografi FEB UI Dr. Abdillah Ahsan menegaskan salah satu upaya menekan jumlah perokok yang terus meningkat dengan menaikkan harga rokok. Ia juga mengapresiasi upaya Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kawasan Desa Wisata di Bali.
“Upaya penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kawasan Desa Wisata ini patut didukung bahkan ini bisa jadi role model bagi daerah lain di Indonesia,” ujar Ihsan yang juga dosen FEB UI ini pada Diseminasi Hasil Penelitian dan Diskusi Lintas Sektor terkait Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kawasan Desa Wisata, Rabu (29/11) di Denpasar.
Kegiatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat tersebut digelar Program Studi Kesehatan dan Keselamatan Kerja Universitas Bali Internasional bekerja sama dengan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Pengurus Daerah Bali.
Ihsan mengatakan ia sejak tahun 2005 mendukung Perda Rokok khususnya untuk menaikkan harga rokok dan cukainya. Dengan harga rokok yang cukup tinggi, diharapkan bisa membatasi orang untuk membelinya.
Ia juga melihat masih banyak kota yang belum memiliki Perda KTR ini. “Bahaya rokok bagi kesehatan sangat besar. Sementara kualitas SDM ditentukan dua hal yakni pendidikan dan kesehatan. Kalau sakit-sakitan tentu mengurangi produktivitas,” tambahnya.
Yang mengkhawatirkan saat ini perokok perempuan meningkat tajam, naik dari 1 persen jadi 5 persen. “Dan 60 persen pria di rumah tangga miskin merokok, sedangkan di luar negeri cuma 10 persen,” ujarnya.
Karena itu ia mendukung berbagai upaya untuk menekan bertambahnya jumlah perokok, khususnya di kalangan anak muda yang meningkat signifikan.
“Jadi pemasangan tanda KTR di tempat-tempat wisata sangat penting agar orang yang datang tahu selain juga mengurangi iklan tentang rokok,” tambahnya. Terkait masih banyaknya warga (miskin) yang merokok dikatakannya karena harganya terjangkau apalagi bisa beli eceran (ketengan).
Sementara pemantik diskusi Made Adhyatma P.N. Kusuma, SKM., M.KKK yang membawakan materi “Evaluasi Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Pada
Destinasi Wisata dalam Kawasan Desa Wisata di Provinsi Bali” dan Agnes Ayu Biomi, S.Si.,M.Erg. tentang “Pengetahuan Masyarakat dan Perspektif
Pengelola Terkait Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Kawasan Desa Wisata (Studi Pada Dua Desa Wisata Kategori Mandiri di Provinsi Bali)” pada intinya kedua peniliti dari Universitas Bali Internasional ini merekomendasikan perlunya diadakan sosialisasi kembali secara berkelanjutan terkait peraturan peraturan daerah Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Juga pemantauan menyeluruh dalam upaya mendorong Desa Wisata dengan menyusun kebijakan implementasi regulasi Kawasan Tanpa Rokok (melalui pararem desa) dan kebijakan khusus terkait penerapan KTR untuk sektor wisata khususnya desa wisata, dikarenakan sektor pariwisata termasuk ke dalam padat karya.
Dijelaskan Bali telah memiliki regulasi KTR Perda No.10 Tahun 2011, dimana di dalam Pasal 9 tempat umum yang diatur salah satunya tempat wisata. Namun di beberapa destinasi wisata di kawasan desa wisata belum ditemukan papan informasi Kawasan Tanpa Rokok. Juga ditemukan wisatawan merokok sembarangan dan di titik keramaian. Menurutnya kepatuhan destinasi wisata dalam kawasan desa wisata terkait penerapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok masih kurang.
Dari penelitian, wisatawan sebagian besar mendukung adanya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di destinasi wisata dan ini tidak akan mempengaruhi kunjungannya ke destinasi tersebut. Pengelola sebagian besar juga mendukung adanya penerapan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, hanya perlu adanya regulasi yang jelas dan disosialisasikan.
Pada desiminasi ini tampil sebagai Pembahas dari Diskes Provinsi Bali, Disparda Bali, I Wayan Gede Dharma Yuda (Kepala Desa Mas Ubud), Dr. I Made Kerta Duana, S.K.M., MPH. dari Udayana Central yang membawakan materi “Pentingnya Penegakan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Pada Destinasi Wisata dan Implikasinya Terhadap Pariwisata” dan Ketua IAKMI Bali Ni Made Dian Kurniasari, SKM., MPH.
Dian mengatakan rokok menjadi masalah kesehatan yang harus ditanggulangi bersama karena bukan hanya menyangkut kesehatan juga ekonomi. Bali sesungguhnya sudah punya Perda, tapi implementasinya masih perlu ditingkatkan. “Karena itu penting menyusun strategi sehingga kebijakan bisa diterapkan. Perlu sidak kepatuhan Perda ini,” harapnya. (bas)