Dr. Mangku Pastika, M.M.: Bali Perlu Ciptakan Investor (Lokal)
(Baliekbis.com), Anggota Komite II DPD RI Dapil Bali Dr. Made Mangku Pastika,M.M. mengatakan masuknya investasi bisa menciptakan usaha baru sekaligus membuka lapangan kerja sehingga dapat meningkatkan income masyarakat.
“Jadi Bali perlu investor, tapi yang lebih penting bagaimana bisa menciptakan investor lokal. Sebab saat ini ada pendapat kalau Bali didominasi pemodal (besar) dari luar seperti yang terjadi di industri pariwisata,” ujar Mangku Pastika saat menjadi narasumber pada Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Perizinan dan Non Perizinan, Pembinaan PTSP Kabupaten/Kota se Provinsi Bali, Pelaksanaan Dokumentasi Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat, Senin (25/10).
Rakor diselenggarakan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Provinsi Bali dipandu Dr. Nyoman Subanda.
Untuk itu tambah mantan Gubernur Bali dua periode ini, ke depan orang lokal yang punya modal (uang) diharapkan mau berinvestasi di kampungnya. “Bali butuh investor untuk membangun sekaligus menciptakan lapangan kerja sehingga ke depannya bisa menjadi tuan di negerinya sendiri,” tambah Mangku Pastika yang juga sebagai Anggota BULD DPD RI ini.
Sebagai Anggota BULD yang merupakan alat kelengkapan baru di DPD sehingga banyak berhubungan dengan kepentingan daerah. Seperti adanya UU Cipta Kerja yang dinilai banyak manfaat positifnya, meski cukup banyak pula regulasi yang harus disempurnakan. “Yang penting bisa memberi manfaat untuk wujudkan kesejahteraan,” jelasnya.
Di awal paparannya, Mangku Pastika menjelaskan keberadaan DPD yang mewakili daerah di pusat. Anggota DPD berasal dari non parpol dan dipilih langsung rakyat. “Ada 4 yang terpilih mewakili Bali untuk membawa aspirasi daerah ke pusat.
Komite II membawahi urusan ekonomi, pertanian, perhubungan, energi, BUMN/BUMD dan hal menyangkut ekonomi lainnya seperti perizinan.
Mengingat tugas-tugas di birokrasi yang cukup berat dan bisa membawa resiko pidana, mantan Kapolda Bali ini mengingatkan agar
mengikuti NSPK (Norma Standar Prosedur Kriteria).
Dijelaskan setiap peraturan sesungguhnya baru sebatas hipotesis sebelum dapat diimplentasikan. Peraturan, kebijakan maupun rencana biasanya dibuat berdasarkan teori, model atau hipotesis mengenai sebab dan akibat. Sehingga selalu mengandung insentif yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu atau disinsentif untuk tidak melakukan sesuatu.
“Biasanya sulit untuk mengevaluasi asumsi-asumsi perilaku sebelum sebuah kebijakan dilaksanakan. Seringkali akibat yang ditimbulkan kebijakan belum tentu sesuai dengan perkiraan sebelumnya,” ujarnya.
Keberhasilan implementasi sebuah peraturan antara lain sangat tergantung dari faktor tiadanya hambatan eksternal, ada dukungan otoritas, tersedianya resources yang memadai, pemahaman & kesepakatan terhadap tujuan, komunikasi dan koordinasi lancar, good policy.
UUCK harus mampu menjawab tuntutan semakin tinggi terhadap pertanggungjawaban yang diberikan penyelenggara negara atas kepercayaan yang diamanatkan kepada mereka. Masyarakat mesti mendapatkan manfaat dari pelayanan yang diberikan instansi pemerintah. Harus mampu mengurangi atau menghilangkan expectation gap yang cukup tinggi antara public servant dengan masyarakat (direct users).
Sejalan dengan prinsip Otonomi Daerah yang bukan otonominya pemerintah daerah dengan birokrasinya ataupun elit-elit lokal semata, melainkan otonomi seluruh komponen masyarakat.
Sehingga dapat terealisasi pelayanan yang lebih “dekat, cepat, tepat, murah, mudah, adil, dan memuaskan” kualitas pelayanan publik dalam rangka mewujudkan ataupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (bas)