Duatmika-Suastama Pamerkan ‘Kenangan Masa Kecil’ di Santrian Art Gallery Sanur

Pameran ini menyoroti pentingnya menjaga warisan budaya dan mengingatkan kita akan kerinduan terhadap kesederhanaan yang semakin sulit ditemukan.

(Baliekbis.com), Duet perupa Made Duatmika dan Wayan Suastama memamerkan karya-karyanya di Santrian Art Gallery Sanur Denpasar mulai 10 Januari hingga 28 Februari 2025.

Pameran yang mengangkat tema “Path of Time, a Returning” dibuka Made Djirna dengan pemotongan pita, disaksikan Owner Santrian Art Gellery Ida Bagus Gede Sidharta Putra serta puluhan undangan dari berbagai kalangan. Gusde Sidharta dalam sambutan singkatnya berharap pameran pertama di awal tahun 2025 oleh dua perupa ini bisa memberi benefit.

Pameran ganda ini menampilkan karya-karya Made Duatmika dan Wayan Suastama yang berbagi kerinduan akan kenangan-kenangan masa kecil dengan hal-hal yang tidak lagi sama seperti masa kanak-kanak mereka.

Jejak Waktu, Masa Kembali

Made Duatmika dan Wayan Suastama, dua sahabat yang telah terlibat dalam lingkaran seni yang sama sejak muda, berbagi kenangan-kenangan dari latar belakang kehidupan di desa. Duatmika berasal dari Jembrana dan Suastama dari Tabanan, masing-masing dengan budaya lokal yang sama meskipun berbeda.

Keduanya merupakan anggota Militant Art Group dan mereka sekarang bersama dalam pameran ini. Kedua seniman merasakan kerinduan terhadap “masa lalu,” bukan hanya rumah tinggal yang merupakan tempat fisik, tetapi sebagai masa -kenangan akan rumah masa kecil yang kini terasa berbeda.

Kerinduan ini menjadi benang merah dalam karya mereka. Karya Made Duatmika mengungkapkan kenangan masa kecilnya dengan warna dan emosi yang sangat ekspresif, dengan fokus pada kerbau air -sebuah simbol budaya Jembrana.

Karyanya memadukan kesederhanaan memori-memori yang sangat polos dengan teknik warna dan tekstur yang matang. Dalam seri ‘Path of Time, a Returning’, ia mengkomunikasikan kenangan masa lalu dengan humor dan kehangatan, menciptakan karya yang penuh dengan keceriaan dan nostalgia.

Sementara karya Wayan Suastama, yang terinspirasi oleh filosofi Hulu dan Teben di Tabanan, menggabungkan elemen tradisional dengan eksplorasi imajinatif yang bebas.

Karya-karyanya menunjukkan keseimbangan antara manusia, alam, dan hewan. Kemungkinan bisa diterjemahkan simbol-simbol seperti harimau sebagai lambang kekuatan dan keseimbangan ekosistem yang kini rapuh.

Emas, dalam karyanya berkesan nilai kehidupan yang berharga dan hubungan spiritual antara semua makhluk hidup.

Kerinduan untuk Rumah

Meskipun Duatmika dan Suastama memiliki pengalaman hidup yang berbeda, keduanya berbagi kerinduan untuk kembali ke rumah, ke desa, ke masa yang lalu. Karya mereka, yang berakar pada kenangan masa kecil, menyampaikan perasaan ini dalam cara yang saling melengkapi.

Pameran ini menyoroti pentingnya menjaga warisan budaya dan mengingatkan kita akan kerinduan terhadap kesederhanaan yang semakin sulit ditemukan. (ist)

Leave a Reply

Berikan Komentar