Duckweed (Lemna minor): Tanaman Kecil dengan Peran Besar dalam Bioremediasi

(Baliekbis.com), Pencemaran air merupakan masalah serius yang terus berkembang di banyak negara, termasuk Indonesia. Aktivitas manusia, terutama dalam sektor industri, pertanian, dan urbanisasi, menjadi penyumbang utama pencemaran air. Pembuangan limbah industri dan pertanian yang tidak terkontrol ke badan air menyebabkan peningkatan kadar polutan, seperti logam berat, senyawa organik berbahaya, dan nutrisi berlebih. Akibatnya, terjadi degradasi kualitas air yang berdampak pada lingkungan dan kesehatan manusia (Smith et al., 2020). Salah satu bentuk pencemaran air yang paling umum di banyak negara adalah eutrofikasi. Eutrofikasi terjadi ketika terdapat kelebihan nutrien, seperti nitrogen dan fosfor, di dalam air, yang memicu pertumbuhan cepat organisme seperti alga (Martinez et al., 2021).

Ledakan alga, yang merupakan konsekuensi dari eutrofikasi, menciptakan berbagai masalah. Ledakan alga tidak hanya mengurangi keindahan visual badan air, tetapi juga menyebabkan penurunan kadar oksigen di dalam air, sehingga membahayakan organisme akuatik lainnya. Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan gangguan besar dalam ekosistem akuatik, termasuk kematian ikan dan organisme lainnya. Selain itu, gangguan ini juga mempengaruhi kualitas air yang dimanfaatkan untuk kegiatan manusia, seperti perikanan, pertanian, dan pariwisata, yang secara tidak langsung berkontribusi pada penurunan ekonomi lokal di wilayah yang terpengaruh (Jiang et al., 2019).

Sebagai salah satu destinasi pariwisata terbesar di Indonesia, Bali tidak kebal terhadap masalah pencemaran air. Peningkatan jumlah wisatawan, bersama dengan pembangunan infrastruktur pendukung seperti hotel, restoran, dan fasilitas lainnya, menciptakan tekanan besar pada sumber daya air lokal. Peningkatan jumlah limbah domestik yang dihasilkan dari aktivitas wisatawan sering kali tidak disertai dengan sistem pengelolaan limbah yang memadai, sehingga menyebabkan pencemaran air di wilayah perkotaan dan sekitarnya (Arya & Prasetya, 2019). Jika tidak segera diatasi, pencemaran ini dapat mengancam daya tarik pariwisata Bali, yang bergantung pada kelestarian alam dan keindahan perairan.

Untuk mengatasi masalah pencemaran air, berbagai solusi telah diusulkan, termasuk penggunaan teknologi konvensional seperti pengolahan limbah mekanis dan kimia. Namun, metode ini sering kali mahal dan tidak ramah lingkungan. Alternatif yang lebih berkelanjutan adalah bioremediasi, sebuah teknik yang memanfaatkan organisme hidup, termasuk tanaman dan mikroorganisme, untuk menghilangkan atau menetralkan polutan di lingkungan. Salah satu tanaman yang telah terbukti efektif dalam bioremediasi adalah Lemna minor, atau yang lebih dikenal dengan nama duckweed (Zhao et al., 2018).

Mengenal Lemna minor (Duckweed)

Lemna minor atau duckweed adalah tanaman air yang tersebar luas dan mudah ditemukan di berbagai jenis perairan, mulai dari kolam kecil hingga badan air yang lebih besar seperti danau atau sungai. Duckweed biasanya membentuk lapisan hijau di permukaan air yang tenang dan sering kali dianggap sebagai gulma karena pertumbuhannya yang sangat cepat. Namun, di balik ukurannya yang kecil dan pertumbuhannya yang cepat, duckweed memiliki potensi besar dalam membersihkan air dari polutan dan nutrisi berlebih (Cairns et al., 2020).

Secara morfologi, duckweed adalah tanaman kecil dengan ukuran daun sekitar 1-5 mm. Meskipun berukuran kecil, duckweed memiliki kemampuan untuk tumbuh sangat cepat, terutama di lingkungan yang kaya akan nutrisi. Pertumbuhan yang cepat ini menjadikannya pilihan ideal untuk proyek-proyek bioremediasi yang bertujuan untuk mengurangi kandungan polutan dalam air dengan cepat. Duckweed dapat menggandakan massanya dalam waktu hanya beberapa hari di bawah kondisi yang tepat, sehingga mampu menyerap nutrisi dan polutan dari air dengan cepat (Martínez-Hernández et al., 2020). Selain kemampuannya menyerap nutrisi, duckweed juga mampu menyerap polutan lain seperti logam berat yang sering ditemukan di air yang tercemar. Hal ini menjadikan duckweed sebagai salah satu spesies tanaman air yang paling umum digunakan dalam proyek bioremediasi (Wang et al., 2015). Selain itu, duckweed juga bisa digunakan dalam berbagai skala, mulai dari sistem kecil di rumah tangga hingga proyek bioremediasi skala besar di danau atau sungai yang tercemar (Cairns et al., 2020).

Bagian Tanaman Duckweed yang Berperan dalam Bioremediasi

  1. Frond (Daun Apung)
    Frond atau daun apung adalah bagian utama dari duckweed yang bertanggung jawab dalam proses penyerapan polutan dari air. Daun duckweed memiliki luas permukaan yang cukup besar untuk ukurannya yang kecil, memungkinkan tanaman ini untuk menyerap nutrisi seperti nitrogen dan fosfor dengan efisien (Ali et al., 2021). Nitrogen dan fosfor adalah dua nutrisi yang seringkali menyebabkan eutrofikasi, sehingga kemampuan duckweed dalam menyerapnya sangat penting dalam mengurangi risiko ledakan alga. Selain itu, daun duckweed juga memiliki kemampuan untuk menyerap logam berat seperti kadmium, timbal, dan merkuri, yang sering ditemukan di air yang tercemar akibat aktivitas industri (Cairns et al., 2020). Pertumbuhan duckweed yang pesat didorong oleh proses fotosintesis yang efisien. Duckweed dapat tumbuh dalam berbagai kondisi, tetapi pertumbuhannya paling optimal di lingkungan yang kaya nutrisi dan sinar matahari. Dalam waktu singkat, duckweed mampu menciptakan biomassa dalam jumlah besar, yang kemudian dapat dipanen untuk mengurangi jumlah polutan yang terserap (Vermaat & Hanif, 2019).
  2. Akar Serabut
    Akar duckweed adalah akar serabut kecil yang menggantung di bawah daun apung. Meskipun ukurannya kecil, akar ini memiliki peran penting dalam menyerap polutan dari air. Akar duckweed mampu menyaring partikel-partikel kecil di dalam air, termasuk logam berat dan senyawa organik berbahaya lainnya (Yang et al., 2017). Selain itu, akar duckweed juga menjadi habitat ideal bagi mikroorganisme yang mendukung proses bioremediasi. Mikroorganisme ini membantu menguraikan polutan organik yang terlarut dalam air, memperkuat kemampuan tanaman dalam memurnikan air yang tercemar (Fan et al., 2019).

Cara Penggunaan Lemna minor dalam Bioremediasi

Penggunaan duckweed dalam bioremediasi dapat diterapkan di berbagai skala, dari kolam kecil hingga proyek skala besar. Berikut adalah langkah-langkah umum dalam penerapan Lemna minor sebagai agen bioremediasi:

  1. Identifikasi Lokasi
    Langkah pertama adalah mengidentifikasi perairan yang tercemar. Ini bisa berupa kolam, sungai, atau danau yang mengalami peningkatan kandungan nutrisi atau pencemaran logam berat. Identifikasi ini penting untuk menentukan tingkat pencemaran dan kebutuhan akan tanaman duckweed (Li et al., 2019). Analisis kualitas air diperlukan untuk mengetahui kadar polutan utama yang ingin dikurangi.
  2. Persiapan Tanaman
    Setelah lokasi tercemar diidentifikasi, duckweed perlu diperbanyak atau dibudidayakan di tempat khusus sebelum disebar ke perairan yang lebih besar. Duckweed memiliki kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat, sehingga dalam waktu singkat dapat diproduksi dalam jumlah besar untuk proyek bioremediasi (Kurniawan et al., 2021).
  3. Penyebaran Duckweed
    Duckweed disebarkan di permukaan air yang tercemar. Karena duckweed adalah tanaman apung, penting untuk memastikan bahwa permukaan air cukup terbuka untuk mendukung pertumbuhan optimal. Tanaman ini membutuhkan sinar matahari yang cukup untuk melakukan fotosintesis, yang akan mendukung pertumbuhan cepat dan penyerapan polutan (Liu et al., 2021). Penyebaran duckweed yang merata di seluruh badan air akan memastikan efektivitas dalam menyerap nutrisi dan polutan.
  4. Pemantauan dan Pengelolaan
    Selama proses bioremediasi, penting untuk memantau kualitas air secara berkala. Pemantauan ini mencakup pengukuran kadar polutan yang terserap oleh duckweed serta pertumbuhan tanaman itu sendiri (Zhao et al., 2018). Jika duckweed tumbuh terlalu padat, tanaman harus dipanen untuk mencegah terjadinya masalah baru, seperti penurunan kadar oksigen di air akibat kepadatan tanaman (Santoso et al., 2018). Duckweed yang dipanen dapat digunakan lebih lanjut untuk berbagai keperluan.
  5. Pemanfaatan Biomassa Duckweed
    Setelah duckweed dipanen, biomassa yang dihasilkan dapat digunakan untuk berbagai keperluan. Duckweed yang telah menyerap polutan tidak boleh dibuang begitu saja karena bisa menjadi sumber kontaminasi baru. Namun, duckweed dapat diolah menjadi kompos, pakan ternak, atau bahkan diubah menjadi bahan bakar hayati (Martínez-Hernández et al., 2020). Pengolahan duckweed menjadi produk yang bermanfaat dapat menjadi langkah lebih lanjut dalam upaya mengatasi pencemaran air, serta memberikan nilai ekonomi dari tanaman ini.

Kesimpulan

Duckweed, atau Lemna minor, adalah tanaman kecil yang memiliki potensi besar dalam bioremediasi air. Kemampuannya untuk menyerap nutrisi berlebih, logam berat, dan senyawa berbahaya lainnya menjadikannya pilihan yang sangat baik dalam menangani masalah pencemaran air yang semakin kompleks. Di Bali, di mana pariwisata dan kesehatan ekosistem sangat bergantung pada kualitas air, penerapan duckweed sebagai agen bioremediasi dapat memberikan solusi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dengan pendekatan yang tepat, penggunaan duckweed dapat membantu memulihkan kualitas air dan melindungi ekosistem yang berharga ini untuk generasi mendatang.

oleh: I Gede Ivan Budi Pratama

Leave a Reply

Berikan Komentar