Eko Cahyono: Perlu Regulasi Rumah Vertikal untuk Warga Berpenghasilan Rendah di Bali
(Baliekbis.com), Pengamat properti H.M. Eko Budi Cahyono, S.E.,M.M.,M.H. mengatakan kebutuhan rumah bagi warga berpenghasilan rendah sangat tinggi khususnya di wilayah perkotaan. Namun harga tanah yang mahal membuat warga berpenghasilan rendah sulit memiliki rumah.
“Untuk itu kehadiran rumah susun perlu dipikirkan untuk mengakomodir kebutuhan warga berpenghasilan rendah. Pemerintah perlu merancang regulasi terkait rumah vertikal atau rumah susun komersial di Bali,” ujar Eko Cahyono yang juga caleg DPR RI dapil Bali nomor urut 2 dari PKB (Partai Kebangkitan Bangsa), Kamis (15/11) di Denpasar.
Pihaknya mendorong Pemprov Bali perlu membuat regulasi rumah vertikal di Bali. “Warga di perkotaan butuh rumah dengan harga terjangkau. Salah satu solusi bisa dengan rumah vertikal,” ujarnya. Menurut Eko, keterbatasan lahan di perkotaan memicu tingginya harga tanah sehingga tidak bisa dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah. “Saya kira hunian vertikal menjadi solusi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal bagi warga yang bermukim di perkotaan. Khususnya mereka yang berpenghasilan rendah. Termasuk juga bagi kalangan milenial yang baru masuk ke dunia kerja,” tegas ekonom yang juga pendiri Ekonomi Bali Creatif itu.
Diakui salah satu tantangan dalam pengembangan rumah vertikal di Bali selain belum ada aturan spesifik misalnya berupa Perda, imbuh Eko, adalah soal aturan ketinggian bangunan yang diatur maksimal 15 meter atau tidak boleh lebih tinggi dari pohon kelapa.
“Namun bisa saja diakali tetap pembangunan rumah vertikal ini ketinggiannya tidak melebihi 15 meter. Untuk fasilitas umum bisa dibuat di lantai paling bawah atau di basement,” ujar konsultan ekonomi manajemen keuangan dan properti itu.
Memang diakui batas ketinggian bangunan 15 meter ini dianggap kurang efisien bagi rumah vertikal. Karena kalau rumah vertikal terlalu pendek, jadi tidak efisien karena bahan bangunannya dan tanah yang mahal. Soal kemungkinan munculnya kekumuhan, tambah Eko yang pernah mengabdi sebagai Tenaga Ahli Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal itu sebenarnya tak perlu dikhawatirkan.
Ke depannya, ia berharap bisa ada regulasi rumah vertikal khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Bukan untuk orang kaya yang ingin punya apartemen atau kondominium. Mantan pengurus Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi Bali itu menambahkan kehadiran rumah vertikal ini juga untuk mengatasi tingginya laju alih fungsi lahan. Kalau di perkotaan rumah vertikal ini dilarang, maka alih fungsi lahan akan meluas. Zona hijau akan banyak dipakai membangun rumah.
Yang penting rumah vertikal ini diatur zonasinya. Dimana boleh dibangun dan di daerah mana tidak. Dari pengamatannya bangunan vertikal bukan hal baru di Bali. Misalnya di Badung ini boleh bangunan vertikal untuk hotel dan kondominium. Tapi kenapa justru untuk rumah vertikal yang murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah malah tidak boleh. “Seharusnya pemerintah punya perhatian pada masyarakat yang berpenghasilan rendah yang belum punya rumah sendiri,” keluh Eko yang juga mantan pengurus REI (Real Estat Indonesia) Bali itu. (emc)