Etika dan Estetika Busana Ke Pura Harus Sesuai Adat Bali
(Baliekbis.com), Belakangan ini banyak sekali terjadi penyimpangaan cara berpakaian ke pura dan pakaian pengantin, yang sudah tidak sesuai dengan pakem, bahkan belakangan ini pakaian adat ke pura ada yang sudah tidak sesuai dengan etika dan estetika. Salah satunya adalah menggunakan “ kamen jadi” dengan belahan di tengah yang cukup tinggi yang digunakan saat bersembahyang ke pura. Apakah hal itu melanggar etika atau tidak, hal inilah yang menjadi sorotan dari nara sumber Pande Putu Wijana dan Tjokorda Abhinanda Sukawati, pada gelaran workshop Busana Tradisional Bali dan Modifikasi di Gedung Khsirarnawa Art Center Denpasar, Minggu (28/7).
Pakaian adat baik itu ke pura ataupun busana pengantin, hendaknya pada upacara yang bersifat sacral seperti pernikahan secara adat hendaknya memakai busana sesuai dengan pakem daerah masing-masing yang mengandung makna filosofi yang tinggi. Seperti ditegaskan narasumber asal Gianyar Pande Putu Wijana, busana ke pura boleh boleh saja mengikuti trend yang berkembang saat ini. Namun harus tetap diingat, tetap harus memperhatikan estetika dan etika dimana kita berada.
Desainer yang dikenal dengan nama Tude Togog ini mencontohkan, saat ini dikalangan perempuan sedang ngetren pemakaian kamen jadi. Memang sekilas sangat simple dan gampang dipakai, tidak ribet. Namun jika ditelisik lebih mendalam, apakah kamen jadi itu sudah sesuai dengan etika berbusana adat kita di Bali? ditegaskan, secara estetika mungkin bagus, tapi secara etika apakah itu sudah benar, apalagi jika kamen tersebut belahan nya ditengah, yang bisa menimbulkan persepsi yang berbeda bagi yang melihatnya. Bagi Tude Togog, kamen itu adalah selembar kain yang dililitkan di pinggang hingga menutupi mata kaki. Bukan kain yang berbentuk rok, dengan belahan di ditengah.
“Salah besar jika model kamen jadi apalagi ada belahan ditengahnya disebut “kamen” dalam arti busana adat di Bali. Itu adalah rok,” tegas Tude Togog. Hal senada pun di tegaskan oleh narasumber sekaligus desainer kondang Tjokorda Abhinanda Sukawati atau lebih dikenal dengan panggilan Cok Abi. Cok Abi yang mengupas tuntas tentang busana adat pengantin. Menurutnya busana pengantin itu terdiri dari tiga tahapan ada busana pengantin nista, madya dan utama. Busana ini sangat berkaitan dengan rentetan upacara yang mengikutinya. Jangan sampai busana penganti utama tapi upacaranya mengambil yang nista. Cok Abi menghimbau untuk busana pengantin modifikasi lebih baik menggunakan kain tradisional sebagai kearifan local. Ia juga menekankan, busana pengantin modifikasi juga hendaknya nyaman digunakan dan juga mengedapkan nilai etika dan estetika.
“Saya sarankan bagi para pengantin, saat upacara adat lebih menggunakan busana pengantin trasional, dan modifikasi digunakan saat resepsi. Semua sudah ada aturannya sesuai dengan desa, kala patra,” papar Cok Abi. Sementara itu, untuk busana ke pura dan busana pengantin modifikasi, rancangan busana di rancang oleh desainer muda berkat asal Gianyar Dika Saskara. Rancangan Dika kali ini juga menonjolkan kain tradisional yang dibalut dengan sentuhan modern dalam busana pengantin modifikasi. Hadir pada kesempatan workshop tersebut Pj.Ketua TP.PKK kabupaten Gianyar Ny. Ketut Rochineng berserta anggota TP.PKK lainnya. Selain belajar tenatng bagaiman berbusana adat yang benar, juga turut memberi support pada wakil Kabupaten Gianyar dalam parade busa adat ke pura dan busana pengantin. (eni)