Film Dokumenter “1880 MDPL” Terbaik di DFF 2017
(Baliekbis.com), Film Dokumenter “1880 MDPL” karya sutradara Riyan Sigit Wiranto dan Miko Saleh (Aceh) keluar sebagai Film Terbaik Denpasar Film Festival (DFF) 2017. Puncak pelaksanaan Denpasar Film Festival berakhir Minggu malam (10/9) yang ditandai dengan penyerahan penghargaan kepada jawara film dokumenter “1880 MDPL” oleh Wakil Walikota I GN Jaya Negara di Istana Taman Jepun Denpasar. Hadir pula dalam kesempatan tersebut para penggiat film, dan Slamet Rahardjo Djarot selaku Ketua Dewan Juri.
Pelaksanaan Denpasar Film Festival menjadi agenda rutin Pemkot Denpasar melalui Dinas Kebudayaan Kota Denpasar bekerjasama dengan insan kreatif penggiat film di Kota Denpasar. Memasuki tahun kedelapan pelaksanaan Denpasar Film Festival mendapat apresiasi dari Wakil Walikota I GN Jaya Negara dengan peningkatan hasil karya dari peserta setiap tahunnya. Menurut Jaya Negara film sebagai 16 sektor ekonomi kreatif yang capaiannya semakin positif karena banyak film Indonesia meraih lebih dri 1 juta penonton. Kenyataan ini film menjadi primadona ekonomi kreatif indonesia dalam menggerakan roda perekonomian masyarakat. Dimasa depan subsektor film menjadi sektor penting dalam kuliner, fashion dan kerajinan.
Pemerintah pusat juga menempatkan ini sebagai sub sektor penting dalam pengembangan ekonomi kreatif yang tak terlepas dari empat pilar yang harus bergerak yakni akademika, dunia usaha, komunitas dan pemerintah. Penyelenggaraan Denpasar Film Festival mula-mula datang dari komunitas pecinta film kemudian mendapatkan dukungan baik dari pemerintah dan kalangan dunia usaha yang melibatkan intelektual dan akademisi guna mendapatkan masukan ilmiah. Geliat ekonomi kreatif adalah tumbuh dan berkembangnya kreatifitas ekonomi kreatif. Hal ini tak mungkin dilakukan pemerintah sendiri sehingga Pemkot Denpasar terus mendorong dan berupaya mendampingi dan tumbuh kuat menjadi tonggak eknomi kreatif di Denpaaar. Semoga langkah ini akan menjadi langkah awal dalam mengembangkan subsektor ini di Kota Denpasar dan dapat turut mensejahterakan masyarakat Denpasar.
Menurut Slamet Rahardjo Djarot, Film“1880 MDPL” mampu menyisihkan empat unggulan lainnya berkisah tentang kehidupan Petani Kopi di sebuah dataran tinggi di Aceh, tepatnya di Desa Merah Jernang Kecamatan Atu Lintang Kabupaten Aceh Tengah. Desa ini juga termasuk daerah Transmigrasi yang dibuka pada tahun 1997. Masyarakat petani kopi setempat sudah berupaya keras memanfaatkan lahan yang ada untuk bertanam kopi, namun hasilnya tidak pernah memuaskan karena tanah di ketinggian 1880 meter di atas perlukaan laut (MDPL) itu tidak begitu subur, nyaris untuk tanaman apa pun. Karena itu mereka harus mencari sampingan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, bahkan terpaksa membuka lahan baru di hutan. “Film ini merupakan potret jernih tentang situasi kehidupan masyarakat di mana setiap pesan disampaikan melalui rangkaian gambar yang rapi dan efektif,” ujar Slamet Rahardjo Djarot.
Selain “1880 MDPL”, juri memberi apresiasi cukup tinggi untuk film “Anak Koin” (Chrisila Wentiasri, Bandar Lampung) dan menganugerahinya Penghargaan Khusus. “Anak Koin” menarik perhatian juri karena kemampuannya menuturkan kisah tentang anak jalanan secara cukup dekat dan apa adanya. Dari film itu tergambar bukan hanya sisi buruk si tokoh, melainkan sisi baiknya pula. Film unggulan lainnya, “Perahu Sandeq” (Gunawan Hadi Sucipto, Jogja). Disamping itu pertimbangan ketat, Dewan Juri menetapkan tiga film terbaik Juara 1 “Urut Sewu” (Dewi Nur Aeni, Karanggayam, Kebumen, Jawa Tengah) Juara 2 “ROB” (Fatimatuz Zahra, Pekalongan, Jawa Tengah), Juara 3 “Penambang Pasir Citanduy” (Dwi Novita Sari, Pelajar, Majelang ). (Pur)