Fragmentari “Bhuto Ijo” Semarakkan Petitenget Festival, Puluhan Pemangku Siaga Antisipasi Kerauhan Massal
(Baliekbis.com), Petitenget Festival yang akan berlangsung selama tiga hari dari tanggal 14-16 September 2018 di pantai Petitenget, Kerobokan, Badung dipastikan akan berlangsung meriah dan juga penuh nuansa mistis. Betapa tidak, festival yang baru pertama kali digelar Desa Adat Kerobokan ini mencoba membangkitkan spirit dan “menghidupkan” raksasa mistis Bhuto Ijo.
Sosok raksasa sakti ini dikenal dalam legenda sebagai pahlawan penjaga dan pelindung daerah Kerobokan sepeninggal Dang Hyang Nirartha yang yang melanjutkan perjalanannya menuju Pura Uluwatu. “Untuk itu sosok Bhuto Ijo ini dijadikan ikon Petitenget Festival kali ini,” ujar Ketua Panitia Petitenget Festival, AA Bagus Bayu Joni Saputra saat jumpa pers Petitenget Festival, Selasa (11/9) di Alila Hotel Petitenget, Kerobokan, Badung. Hadir dalam acara tersebut Kepala Dinas Pariwisata Daerah (Kadisparda) Badung Ir. I Made Badra M.M., Sekretaris PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia) Badung yang juga Ketua BVA (Bali Villa Association) I Gede Ricky Suparta, dan Bendesa Adat Kerobokan AA Putu Sutarja.
Menurut Bayu Joni Saputra nuansa keangkeran ‘Bhuto Ijo’ yang unik akan merasuk ke dalam setiap unsur penyelenggaraan festival, dan kisahnya yang menarik akan diceritakan dalam bentuk fragmentari Bhuto Ijo yang memukau oleh narasi seorang dalang.
Nuansa mistis festival ini dan “lahirnya kembali” sosok raksasa Bhuto Ijo juga semakin terasa dengan keberadaan patung Bhuto Ijo di areal Pantai Petitenget tempat festival berlangsung. Bahkan sosok Bhuto Ijo ini telah disupat (diupacarai) melalui berbagai rangkaian upakara atau ritual untuk “menyatu” dalam patung ini. Ada pula semacam pelinggih sanggar tawang di dekat patung Bhuto Ijo ini untuk masyarakat dan pemangku setempat menghaturkan persembahan.
Hal itu juga untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan selama Petitenget Festival. Misalnya mengantisipasi kerauhan masal pada 2 ribu penari Bali yang akan menampilkan Tari Tenun yang juga akan memecahkan rekor MURI. Apalagi suasana mistis juga kian terasa dengan adanya penampilan calonarang kolosal dan juga wayang wong.
Kekhawatiran publik akan adanya kerauhan massal ini tentu berkaca pada adanya kerauhan massal saat peluncuran Tari Rejang Sandat Ratu Segara pada Pembukan Tanah Lot Art and Food Festival II pada Sabtu (18/8) di Tanah Lot, Tabanan.
Namun menurut Joni Saputra, kalaupun ada kerauhan pada penari, itu hal lumrah di Desa Adat Kerobokan. “Sebab kerauhan itu bukti pragina hadir. Asal kerauhannya tidak berlarut-larut,” terang pria yang akrab disapa Gus Joni itu.
Namun berbagai upaya antisipasi tetap dilakukan. Baik melalui rangkaian ritual seperti matur piuning, nunas tirta, ngelarung ke Segara Kidul dengan sesajen persembahan kacang-kacangan dan bunga melati. Lalu menghaturkan lalaban (sesajen) untuk Bhuto Ijo. Termasuk juga melakukan pasupati pada patung Bhuto Ijo yang ada di Pantai Petitenget.
Panitia juga menyiapkan puluhan pemangku untuk menangani jika ada kerauhan massal. “Semua pemangku siaga dengan membawa tirta untuk mencegah kerauhan meluas. Balawista dengan jet ski juga siaga antisipasi kerauhan di laut,” beber Gus Joni.
Selama bertahun-tahun, wilayah yang angker ini (Petitenget) diyakini menjadi kediaman ‘Bhuto Ijo’ secara perlahan-lahan telah berkembang menjadi sebuah destinasi wisata dunia yang dinamis namun tetap dijiwai dan dipenuhi roh yang meriah.
Saat ini, Petitenget menjadi tempat yang senantiasa bertumbuh dengan merangkul semua budaya. Namun tetap menjadi destinasi yang ‘gaul’ dan mencerminkan karakteristik raksasa yang ceria. Petitenget Festival (Kerobokan Arts & Spirit 2018) dengan ikon “Bhuto Ijo” ini mengangkat tema “Experience A Festival Centurie in The Making.” Festival juga dimeriahkan dengan berbagai kegiatan yang melibatkan ribuan warga dan seniman dari 50 banjar di wilayah Kerobokan, pelaku UKM juga berbagai pelaku pariwisata.
Bahkan ada pentas kesenian yang melibatkan 2 ribu penari Bali yang akan menampilkan Tari Tenun yang indah dan elegan secara bersamaan untuk memecahkan rekor MURI. Serta ada pula 2.500 peserta yoga ketawa. Ada pula pementasan kesenian kontemporer melibatkan sejumlah musisi tanah air dan internasional melalui penampilan band dan DJ kelas dunia. Seperti The Hyndrant, Ray Peni, Gus Teja, Balawan, Dipha Barus dan lain-lain. Hingga kesenian tradisional bondres/komodi Celekontong Mas, calonarang kolosal hingga pementasan wayang wong yang kini dibangkitkan lalu setelah sempat mati suri selama 72.
Juga penampilan Bajang Truna Desa Adat Kerobokan, lomba memasak kuliner asli Bali yakni lawar, lomba memancing, hingga acara pelepasan tukik atau anak penyu. Dimeriahkan pula stand dan pameran kuliner serta berbagai produk UMK yang akan memanjakan lidah wisatawan dan pengunjung. (wbp)