Gebrakan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali, Dr. Ketut Sumedana Membuat Publik Tercengang! 

(Baliekbis.com), Belum dua tahun menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali, Dr. Ketut Sumedana membuat publik tercengang. Gebrakan inovatif dalam penegakan hukum secara tegas, adaptif dan humanis merupakan konsep yang diemban Ketut Sumedana menjaga tanah Bali dan krama Bali di pulau mungil ini.

Satu diantara sejumlah inovasi yang diluncurkan oleh pria kelahiran Buleleng ini yakni Rumah Restorative Justice Bale Kertha Adhyaksa. Program penanganan hukum di level desa adat menjadi konsern Ketut Sumedana. Kini Bale restoratif telah berdiri di beberapa daerah seperti di Bangli, Tabanan, Badung dan Buleleng. Dan pastinya, semua kabupaten dan kota di Bali akan diluncurkan Bale Restorative.

Ketut Sumedana tak ingin semua konflik diselesaikan di kejaksaan, kepolisian dan pengadilan. Ia ingin persoalan hukum di Indonesia khususnya di tanah Bali bisa terselesaikan di tingkat desa guna menekan kerugian material, resistensi hukum dan sosial serta efisiensi sesuai konsep pemerintah pusat.

Inilah ketegasan yang humanis dan inovatif yang telah dilakukan Sumedana di tengah era modern dengan tetap melestarikan adat, tradisi, budaya, agama dan kearifan lokal Bali.

Dalam setiap kesempatan, Ketut Sumedana kerap menyoroti bendesa adat agar berkomitmen jaga Bali dengan fleksibilitas, adaptif dengan perkembangan zaman.

“Menjaga Bali dengan segala kemudahan, kecepatan berbagai upacara dan upakara yang hampir setiap hari dilaksanakan oleh orang Bali. Upacara yang mestinya dilaksanakan secara sederhana tanpa mengurangi makna harus betul-betul dilaksanakan dengan hati, karena bakti itu didasari oleh ketulusan, pengabdian dan pengorbanan, juga didasari atas kesadaran tulus sesuai kemampuan kita,” tulis Ketut Sumedana kepada wartawan media ini, Jumat (25/4).

Mantan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung mengatakan, konsep Yadnya (persembahan suci tulus ikhlas kepada Sang Hyang Widhi Wasa) tidak memberatkan dan tidak membuat orang sampai berhutang.

“Ini yang menjadi perhatian kita bersama. Ayo kita rumuskan bersama untuk membuat mudah, murah dan tidak ada paksaan, betul-betul lahir dari budaya yang adi luhung,” katanya. ‘Jaga Tanah dan Krama Bali, Jangan Sampai Tersisa Pura dan Dewanya Saja’. Sebagai orang Bali, Ketut Sumedana tak ingin laba pura di Bali hilang dan berubah jadi cor beton dan fasilitas lain. Ia ingin tanah Bali sebagai marwah dan jiwa leluhur krama Bali tetap terjaga.

“Jangan sampai berpindah tangan dan berubah wujud menjadi fasilitas lain yang bukan untuk pelestarian budaya dan tradisi. Tak ingin suatu saat terjadi, pura di Bali berdiri hanya dihuni para dewa saja tanpa ada krama Bali,” kata Ketut Sumedana.

Karena ia melihat dalam praktek keseharian, banyak Pura di Bali yang menghabiskan miliaran rupiah untuk yadnya sampai menjual laba pura.

“Lama-lama Pura dikelilingi vila, hotel dan menjadi milik investor. Sedihnya lagi pengemponnya terpinggirkan dan tinggal jauh, akhirnya yang tersisa hanya pura dan Dewa-nya saja, masyarakat tidak ada,” tegasnya.

Untuk itu, Ketut Sumedana mengatakan laba pura harus tetap dijaga oleh krama Bali. Harus diatur dan diproteksi dengan awig-awig (peraturan desa adat). “Tanah Bali yang mempunyai marwah dan jiwa leluhur jangan sampai berpindah tangan, harus ada awig-awig yang mengatur kalaupun disewa harus ada batasan waktunya supaya generasi kita tahu peruntukan Laba Pura tersebut,” katanya.

Kajati Bali dibawah kepemimpin Ketut Sumedana akan menyoroti hal ini secara serius. Untuk itulah, bale restorative justice membantu warga di tingkat desa adat termasuk dalam melindungi laba pura.

Baginya, di setiap desa pasti ada konflik, pertentangan, dan permasalahan. Konflik ini tak semua harus berujung penyelesaian ke pengadilan. “Bisa diselesaikan di Bale Sabha Adhyaksa. Untuk itu, bendesa, tokoh masyarakat, tokoh agama akan berperan penting menyelesaikan masalah di tingkat desa,” tandasnya (ist)

Leave a Reply

Berikan Komentar