Gubernur Bali Buka Seminar ‘Penguatan Moderasi, Merawat Toleransi Antar dan Intern Umat Beragama’
(Baliekbis.com), Gubernur Bali Wayan Koster diwakili Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Provinsi Bali Dewa Putu Mantera, SH.,MH. membuka Seminar ‘Penguatan Moderasi, Merawat Toleransi Antar dan Intern Umat Beragama’ yang ditandai dengan pemukulan gong, Sabtu (19/11) di Hotel Aston Denpasar.
Seminar yang diikuti ratusan peserta dari kalangan mahasiswa, tokoh agama, serta para pengurus PHDI seluruh Indonesia dihadiri langsung Ketum Pengurus Harian PHDI Pusat Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya dan Dirjen Bimas Hindu, Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si. secara daring.
Gubernur dalam sambutannya mengingatkan pentingnya kewajiban untuk menjaga hak pemeluk agama lain dalam menjalankan ibadahnya. “Dalam menjalankan keyakinan, kita harus tetap memperhatikan hak orang lain. Jangan sampai justru dengan ibadah yang kita lakukan malah menimbulkan masalah bagi pemeluk agama atau orang lain,” ujarnya.
Disampaikan, cara pandang dalam beragama secara moderat yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrim harus ditingkatkan. Sehingga terwujud ketertiban dalam masyarakat beragama, melindungi hak-hak pemeluk agama dalam menjalankan kebebasan beragama, mewujudkan ketenteraman dan kedamaian dalam kehidupan keagamaan serta untuk mewujudkan kesejahteraan umat beragama, dimana moderasi beragama akhirnya dapat menghadirkan harmonisasi di dalam kehidupan sebagai sesama anak bangsa.
Dalam mewujudkan moderasi beragama dibutuhkan peran semua pihak baik pemerintah, masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, aktivis ormas keagamaan serta tokoh pemuda lintas agama. “Dengan tema Penguatan Moderasi Beragama menuju Indonesia Toleran, semoga hati dan pikiran kita semua diberikan tuntunan serta petunjuk sehingga apa yang kita laksanakan pada hari ini dapat memberikan dampak positif bagi kita semua,” pesannya.
Sementara Ketum Pengurus Harian PHDI Pusat, Mayjen TNI (Purn) Wisnu Bawa Tenaya mengatakan implementasi sila-sila dalam ideologi Pancasila menjadi kesatuan rangkaian dalam upaya penguatan moderasi beragama, baik intern maupun antarumat beragama di Indonesia. Maka untuk itu seyogyanya peningkatan peran dan kapasitas sumber daya manusia Hindu menjadi penting untuk menghadapi tantangan dunia di era globalisasi.
Dikatakan, moderasi beragama sangat penting ditingkatkan untuk memperkuat eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Salah satu kunci dalam moderasi beragama adalah komunikasi.
“Melalui seminar ini kita ingin membangun SDM Hindu yang lebih baik lagi di masa depan agar dapat berkontribusi merawat toleransi dan menjaga kebhinekaan Indonesia,” ujar Wisnu Bawa Tenaya. Dirjen Bimas Hindu, Prof. Dr. I Nengah Duija, M.Si. Nengah Duija dalam sambutannya melalui daring mendorong Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) untuk meningkatkan kolaborasi dan kerjasamanya dengan Kementerian Agama khususnya Direktorat Jenderal Bimas Hindu untuk bersama-sama mensukseskan program pemerintah, baik moderasi beragama, peningkatan kualitas SDM umat Hindu dan kualitas lembaga keagamaan Hindu.
Dirjen mengatakan, dalam kondisi kekinian banyak hal yang telah hilang di tengah realitas di masyarakat. Ini menjadi tantangan yang besar dalam upaya mensinergikan tata kelola nilai lokal dengan nilai global yang kini sangat sulit untuk dibendung. Karena itu, kunci dari moderasi beragama itu adalah komunikasi. Ketua Panitia penyelenggara Seminar Dr. Ir. I Wayan Jondra,M.Si. mengatakan tantangan terbesar dalam moderasi antarumat beragama adalah kesadaran untuk melakukan introspeksi ke dalam hati masing-masing umat.
“Sebab hakekatnya dalam membangun hubungan relationship antar umat perlu disadari bahwa sesungguhnya masing-masing umat juga memiliki perspektif dan madzabnya sendiri-sendiri, maka hendaklah dikedepankan persamaan-persamaan dan keselarasan pandangan, dan bukan perbedaan yang timbul mengemuka,” tutur Jondra.
Salah satu peserta yakni Ketua PHDI Kecamatan Kuta Dr. Drs I Nyoman Sarjana M.Ikom. berpendapat diperlukan upaya untuk membangun komunikasi yang intensif dengan sesama umat. Hal tersebut menjadi suatu yang penting sehingga tidak lagi ada perspektif keyakinan beragama yang lebih mendominasi. Dan juga perlu dipertajam penafsiran konsep keagamaan yang lebih kontekstual sehingga terbangun pondasi keyakinan yang lebih holistik di masa depan. (bas)