Haru, Pernikahan Unik Pasangan Tuna Netra Katolik di Geraja Katedral dengan Wali Pasutri Muslim
(Baliekbis.com), Mengharukan. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kisah pernikahan unik sepasang tuna netra di Gereja Katolik Roh Kudus Katedral Denpasar dengan wali sepasang suami istri beragama Islam.
Pernikahan Julius Kai Luli Rianghepat dengan Mersiana Fatima pada Jumat, 22 Januari 2021 lalu itu kini menjadi viral. Masalahnya, selain keduanya tuna netra, orangtua Julius yang tinggal di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia dan orangtua Mersiana di Ruteng, Manggarai, Flores tidak bisa hadir akibat Covid 19. Karena itu Julius meminta pamannya Rahman Sabon Nama dan istri yang beragama muslim sebagai walinya.
Rahman kemudian meminta sahabatnya warga Manggarai di Bali, Agustinus Bugis dan istri sebagai wali Mersiana. Berikut sisi lain dari kisah pernikahan tersebut seperti disampaikan Rahman Sabon Nama.
Misa sakramen pernikahan ini dipimpin oleh Pastor Paroki Roh Kudus Katedral Denpasar Romo Herman Yoseph Babey, Pr dan dibantu oleh Pastor Paroki Fransiskus Xaverius Kuta, Romo Evensius Dewantoro Daton, Pr. Pernikahan yang digelar di masa Covid 19 ini mengikuti protokol kesehatan yang ketat dan pembatasan jumlah manusia dalam gereja. Toh tak mengurangi niat para undangan menghadiri acara ini.
Meski sebelum misa pemberkatan, Denpasar diguyur hujan lebat sejak pagi, ternyata tepat jam 10:00 hujan reda. Para undangan yang sebagian besar kerabat Julius di Yayasan Dria Raba dan SLB Negeri 1 Denpasar, juga tampak hadir Ida Ayu Pradnyani, Ketua Yayasan Dria Raba Denpasar, mantan Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan istri serta beberapa tokoh Lamaholot (perantau Flores Timur di Bali).
“Apakah saudara meresmikan perkawinan ini sungguh dengan ikhlas hati?” tanya Romo Babey. “Ya, sungguh,” jawab pasangan yang sedang berbahagia itu. “Bersediakah saudara mengasihi dan menghormati istri saudara sepanjang hidup?” “Ya, saya bersedia,” ucap Julius.
Setelah itu dilanjutkan dengan prosesi tukar cincin. Pasangan tuna netra saling menyematkan cincin di jari manis dengan bimbingan Romo Babey dan Romo Venus.
“Terimalah cincin ini sebagai lambang cinta dan kesetiaanku kepadamu dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus. Amin,” ucapa Julius kepada istrinya dan sebaliknya lalu disambut ciuman di kening dengan tepuk tangan meriah hadirin yang menyaksikan.
Usai sakramen pernikahan dilanjutkan dengan penyerahan barang-barang kudus dari pihak keluarga kepada pengantin baru itu sebagai bekal mereka dalam merajut kehidupan berumah tangga. Penyerahan barang kudus ini diwakili oleh Agus Bugis dan istri dan disaksikan oleh Rahman dan sitrinya. Berlanjut dengan mengantar pasangan pengantin berdoa di depan patung Bunda Maria.
Disaksikan mantan Gubernur NTT
Selanjutnya Romo Babey meminta Julius menyanyikan sebuah lagu sebagai penghormatan terhadap para umat dan undangan yang hadir. Suasana haru sebagian besar penonton meneteskan air mata karena Julius menyanyikan lagu Ina Maria dalam Bahasa Lamaholot yang menggambarkan pujaan kepada Bunda Maria.
Julius Kai Luli Rianghepat lahir di Desa Pepageka, Kecamatan Keluba Golit, Pulau Adonara, Flores Timur pada 15 September 1988 adalah anak pertama dari empat bersaudara buah dari pasangan Karolus Sanga Pure (ayah) dan Lusia Palang Demon (ibu).
Julius lahir normal tapi waktu umur 2 tahun mengalami demam tinggi sehingga step. Mungkin karena pertolongan terlambat sehingga dia mengalami buta. Setelah itu Julius diboyong kedua orangtuanya merantau ke Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia sampai sekarang. Ketiga adiknya lahir di Kota Kinabalau. Karena di Kota Kinabalu tidak ada sekolah Indonesia untuk orang buta makanya setelah besar Julius dikirim pulang ke Flores Timur dan sekolah di SLB di Larantuka, setingkat SMP. Tamat dari situ barulah Julius dikirim melanjutkan tingkat SMA pada SLB Negeri 1 Denpasar tahun 2008.
Sementara Mersiana Fatima lahir di Desa Karot, Ruteng, Kabupaten Manggarai, Flores, pada 25 Mei 1992 adalah bungsu dari empat bersaudara yang semuanya perempuan. Mersiana juga lahir normal tapi waktu umur 2 bulan dia didiagnosa menderita katarak sehingga mengurangi penglihatannya. Jadi Mersi masih bisa melihat tapi sedikit sekali atau low vision tapi masuk kategori tuna netra.
Menurut Rahman yang juga Humas ITB STIKOM Bali itu, kesediaannya menjadi wali Julius karena kedekatan keluarga dan dari awal orangtuanya di Malaysia sudah memastikan tak bisa hadir dan mempercayakan segala urusan pernikahan di Bali kepada Rahman.
“Secara pribadi saya sudah kenal Julius sejak kecil. Keluarga saya memang heterogen, ada yang Islam dan ada yang Katolik, ya Julius mereka itu. Bagi kami di Adonara atau Flores umumnya, biasa saja, tidak ada yang luar biasa. Apalagi pertama kali Julius ke Bali juga tinggal sama saya lalu saya antar ke asrama Dria Raba di Denpasar,” beber Rahman.
Rencana awal, yang menjadi wali Julius adalah keluarga dari Adonara yang akan datang menjelang hari pernikahan. Tapi karena mereka baru kembali dari Manggarai (menemui orangtua Mersiana) sehingga kondisinya kurang fit. Apalagi kalau dia SWAB maka pasti reaktif. Kekhawatiran pengaruh Covid 19 itulah yang membatalkan rencana keluarga dari Adonara ke Bali.
“Lalu saya minta teman, Petrus Seli Tupen dan istrinya jadi wali Julius. Ternyata istrinya sangat trauma dengan Covid sehingga batal. Akhirnya saya dan istri memutuskan kami pasangan suami istri muslim menjadi wali Julius. Lalu saya minta teman dari Manggarai di Denpasar, Pak Agus Bugis dan istrinya menjadi wali Mersi. Saya meyakinkan Pak Agus bahwa urusan adat oleh kedua keluarga sudah dibicarakan di Manggarai pada 9 Januari 2021, lengkap dengan bukti foto pertemuan kedua keluarga tersebut. Sedangkan yang menjadi saksi penikahan adalah pasangan suami istri Yosep Boleng dan Mery Flora,” jelasnya.
Setelah tamat SLB Negeri 1 Denpasar, Julius memilih kos di luar sambil bekerja sebagai penyanyi di beberapa restoran di Denpasar dan menjadi penyiar radio milik Pemerintah Kota Denpasar. Julius memang dianugerahi Tuhan dengan suara emas. Usai misa pemberkatan di gereja itu, Romo Babey mempersilakan Julius untuk menyanyi membuat seluruh hadirin meneteskan air mata.
Rahman menuturkan, selama 13 tahun Julius di Bali selalu berkomunikasi dengannya. “Kalau saya telepon, dia sedang masak, biasanya saya langsung meluncur ke kosnya untuk memastikan bagaimana dia bisa memasak. Saya pribadi khawatir kalau dia masak pakai kompor gas, sangat berbahaya. Ternyata dia masak menggunakan magic jar,” ucap Rahman.
Ada pengalaman unik Julius ketika baru beberapa bulan tinggal di asrama Dria Raba. Suatu hari Julius bersama seorang seniornya ke studio foto di Pasar Sanglah. Waktu berangkat cepat sampai, tapi pulangnya dia merasa lama sekali. Tibalah mereka di sebuah pintu gerbang. Julius ketuk berulang-ulang tapi tidak ada yang buka. Beruntung ada orang lewat, menggunakan sepeda motor dan berhenti. “Woui… kamu ngapain di situ,” teriak orang tadi.
Julius menjawab, “Kami mau pulang ke asrama Dria Raba”. “Itu bukan asrama, itu kuburan,” balas orang tadi. Akhirnya mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Orang yang berbaik hati itu kemudian mengantar mereka kembali ke asrama Dria Raba.
Dua tahun lalu Rahman sempat marah karena tiba-tiba Julius pasang status di facebook sedang berada di Bandung. Tenyata dia ke Bandung untuk menyatakan kesungguhan cintanya kepada Mersiana dan mau mengajaknya menikah. Setelah itu giliran Mersiana melakukan kunjungan balasaan ke Julius di Bali.
Suatu sore di awal Desember 2020, Julius menelepon Rahman, melaporkan bahwa besok mereka mau mengikuti kursus persiapan perkawinan. Rahman kaget setengah mati bercampur marah karena kedua orangtua Julius dan Mersiana belum pernah bertemu. “Tenang aja bapa, semalam saya sudah telepon ke Manggarai,” kata Julius.
Akhirnya Rahman luluh dan berjanji menemui Julius dan Mersiana di gereja besoknya. Setelah bertemu keduanya, malamnya baru Rahman telepon ke keluarga Mersiana di Manggarai dan meyakinkan mereka bahwa sebelum hari pernikahan 22 Januari 2021, ada wakil keluarga Julius dari Adonara akan datang ke rumah orangtua Mersiana di Manggarai.
Menurut Rahman, walapun mereka buta tetapi ada aplikasi Android yang memudahkan komunikasi para tuna netra menggunakan handphone. Makanya mereka bisa main facebook, WA dan lain-lain, Dari Facebook itulah Julius berkenalan dengan Mersiana yang saat itu sudah tinggal di Bandung karena bekerja di pijat Shihatsu. Seperti halnya manusia normal, hubungan mereka juga mengalami pasang surut tapi toh semunya mereka bisa atasi dan berkomitmen membangun rumah tangga. (ist)