HUT Ke-24 FSP PAR Bali, Satyawira: Jangan Bunuh Nyamuk dengan Bom
(Baliekbis.com), Keberadaan Serikat Pekerja (SP) kerap dikaitkan dengan demo dan mogok kerja. Namun di bawah tangan dingin Ketua FSP PAR – SPSI Bali Putu Satyawira Marhaendra, keberadaan tenaga kerja (pariwisata) di Bali terlihat tenang. Nyaris tak ada gejolak yang berarti.
“Kita tak perlu membunuh nyamuk dengan bom. Pekerja yang tergabung dalam SP sudah punya jalur dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi,” ujar Ketua Federasi Serikat Pekerja Pariwisata-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP Par-SPSI) Provinsi Bali Putu Satyawira Marhaendra di sela-sela perayaan HUT ke-24 FSP PAR-SPSI Bali, Senin (5/8/2019) pagi di Gedung SPSI Prov. Bali Jalan Raya Sesetan Gg. Gurita 1/6 Denpasar.
Perayaan HUT yang dirangkai dengan HUT ke-61 Pemprov Bali dan HUT ke-74 Kemerdekaan RI itu, jajaran FSP PAR Bali juga menggelar bakti sosial donor darah yang diikuti 139 anggota.
HUT ke-24 PD FSP PAR SPSI Prov. Bali yang digelar secara sederhana dan berlangsung saat donor darah itu, ditandai dengan pemotongan kue ultah. Sebelumnya seluruh peserta menyanyikan Mars SPSI, lagu Selamat Hari Ulang Tahun dan doa bersama.
Menurut Satyawira, masalah yang dihadapi pekerja tak mesti diselesaikan dengan pengerahan massa pekerja secara besar-besaran. Selain tak efektif juga bisa mengganggu pariwisata itu sendiri.
Pekerja melalui SP sudah memiliki payung hukum yakni UU No.21 Tahun 2002 tentang Berserikat. “Jadi kalau ada masalah yang muncul, kita selesaikan dengan jalur hukum bila cara-cara musyawarah tidak bisa,” jelas Satyawira yang juga Ketua FSP PAR-SPSI Badung ini.
Namun dia menegaskan bila semua pihak yakni antara pekerja dan manajemen/perusahaan sudah sama-sama paham dengan aturan yang ada diyakini tak akan muncul masalah.
Satyawira mengakui memang saat ini baru sebagian kecil pekerja yang memiliki SP di lingkungan tempatnya bekerja. Di Bali baru sekitar 8 ribuan pekerja yang bergabung dalam SP. “Ini yang menjadi PR kami agar ke depannya makin banyak pekerja dinaungi SP,” tambahnya.
Satyawira mengaku kondisi tersebut menjadi tugas bersama. Sebab harus ada keinginan dari pekerja untuk mendirikan SP. “Tak perlu takut sebab sudah ada payung hukumnya. Kita juga siap membantu memfasilitasi,” tambahnya.
Dalam momentum HUT ke-24 FSP PAR-SPSI Bali ini, dia berharap selain bisa meningkatkan profesionalisme agar semakin memiliki daya saing sehingga pariwisata makin meningkat. Juga menumbuhkan jiwa sosial dengan melihat kebutuhan masyarakat seperti dengan donor darah yang rutin dilakukan selama ini. “Jadi kami bukan organisasi eksklusif tapi juga pengabdi sosial,” tambahnya.
Di sisi lain, diakui FSP PAR belum banyak dilibatkan dalam kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan pembangunan pariwisata. Padahal puluhan ribu pekerja terjun di dunia pariwisata. Mereka juga cukup memahami masalah pariwisata yang terjadi, seperti ketika terjadi erupsi. Organisasi ini masih dianggap sebagai pekerja semata. “Padahal SP adalah garda terdepan dan bisa memberi kontribusi bagi pembangunan pariwisata,” tegasnya. (bas)