I Gusti Bagus Arthanegara, Tetap Menulis di Usia 74
(Baliekbis.com), Hobi rupanya tak mengenal usia. Setidaknya itu dilakoni IGB Arthanegara yang kini memasuki usia 74. Meski hari-harinya banyak dihabiskan dengan tugas-tugasnya sebagai Ketua Yayasan IKIP PGRI Bali tidak membuat I Gusti Bagus Arthanegara yang dilahirkan tanggal 21 Januari 1944 di Singaraja melupakan hobinya di bidang sastra. Hobi di bidang sastra sudah digelutinya ketika dirinya masih bersetatus remaja. Kemampuannya untuk menulis buku maupun novel kini terus ditekuninya. Arthanegara, biasa ia dipangil bahkan kini semakin produktif dalam melahirkan karya-karya puisi. Karya puisi yang dituangkan dalam buku menurutnya tidak bisa ditebak. “Sebab dalam menciptakan inspirasi tentu sulit bisa ditebak dan kemunculnya bisa datang tiba-tiba,” katanya sembari tersenyum.
Menurut Arthanegara membuat karya puisi sesungguhnya sangat simple dengan penyampaian bahasa yang indah dan mudah dipahami serta gampang dihapalkan. Melalui karya-karyanya, Arthanegara juga ingin menyindir minimnya generasi muda saat ini yang tertarik berkecimpung dalam proses kreatif melahirkan karya-karya sastra. Anak-anak muda harus didorong untuk gemar menulis. “Bila upaya ini dipacu dengan serius serta mendapat dukungan berbagai pihak, tidak mustahil jika suatu hari Bali akan banyak melahirkan penulis karya sastra, baik puisi, cerpen, pantun, syair, penulis naskah drama, novel, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Karya-karya I Gusti Bagus Arthanegara bahkan sempat menang dibeberapa even lomba serta dimut pada harian-harian yang terbit di Denpasar dan Jakarta. Aktivitasnya di bidang seni juga ditunjukkan dengan keikutsertaan sebagai pengurus Listibiya Bali, Himpunan Peminat Sastra (HPS) Bali, Yayasan Pedalangan Bali, dan lain-lain. Beberapa karyanya yang telah terbit di antaranya Surat Senja (kumpulan puisi), Serba Neka Wayang Kulit Bali, Dalam Bayang-Bayang Cinta (kumpulan puisi), serta beberapa artikel lainnya mengenai kebudayaan. Buku Dunia Kampus Yang Lain, bahkan sangat laris, dan kembali dicetak ulang lantaran tingginya permintaan pembaca yang belum sempat menikmati karyanya. (ist)