I Ketut Purnama Beternak Kambing untuk Biayai Sasana Tinju
(Baliekbis.com),Untuk menjadi juara, para petinju harus berlatih tiap hari selama bertahun-tahun. Dan mereka juga harus mengikuti berbagai kejuaraan. Semua itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Untuk itulah I Ketut Purnama bertekad dengan segala keterbatasan yang dimilikinya, ingin turut mengharumkan nama Indonesia lewat tinju di kancah dunia.
Maka dua tahun lalu, warga Keramas, Gianyar ini mendirikan sasana Wake Boxing Camp. Sasana yang berlokasi di Desa Keramas Gianyar menampung 12 orang petinju muda. Sepuluh orang berasal dari Nusa Tenggara Timur, satu diantaranya wanita. Kehadiran para petinju muda dari NTT, memicu minat 2 pemuda lokal Bali untuk ikut bergabung.
Tekad I Ketut Purnama untuk melahirkan para juara tinju bukan sekadar angan semata. Ia merekrut Julio Bria, petinju sarat prestasi di tingkat nasional dan regional untuk menjadi pelatih tinju di sasananya.
Julio Bria bukan nama sembarangan. Ia memenangi medali emas Sea Games dan juara Piala Presiden yang diikuti petinju kenamaan berbagai negara. Sedangkan di tingkat nasional, Bria adalah langganan peraih medali emas PON dan kejuaraan tinju nasional. Dalam pelatihan sehari-hari, Julio Bria dibantu asistennya, Ariyanto, petinju asal Sumba NTT.
“Potensi orang Indonesia itu besar untuk menjadi juara dunia. Sangat disayangkan jika potensi itu sia-sia. Ini yang melandasi saya mendirikan sasana tinju. Saya berharap tiap hari petinju saya berlatih tiap hari sehingga siap diterjunkan ke berbagai turnamen kapan saja,” kata I Ketut Purnama saat di wawancari media, Minggu, 14 November 2021.
Tekad besar I Ketut Purnama diuji saat pandemi meluluhlantakkan dunia dan negeri ini. Sejumlah usahanya di bidang pariwisata bangkrut. Padahal usahanya itulah yang membiayai operasional sasana Wake Boxing Camp. Untuk jangka pendek, ia masih bisa membiayai dari sisa-sisa tabungan. Namun bagaimana untuk jangka menengah dan jangka panjang?
Dilema buah simalakama. Di sinilah terlihat seberapa besar tekadnya melahirkan para juara. I Ketut Purnama memutuskan sasana tinjunya tetap berjalan seperti biasa. Para petinju harus berlatih rutin setiap hari.
Ia pun mencari sumber pemasukan untuk jangka menengah dan jangka panjang. Dari hasil pemikiran, ia terinspirasi menjadi peternak kambing. “Dari sejumlah kejadian, pariwisata seringkali tergoncang. Saat pandemi, usaha pariwisata betul-betul mati. Saya ingin ada usaha yang berjalan dan menghasilkan pemasukan rutin karena sasana tinju itu harus hidup bertahun-tahun agar menghasilkan juara. Ternak kambing memiliki peluang besar dalam jangka menengah dan jangka panjang,” papar warga Gianyar yang dikenal berjiwa sosial tinggi tersebut baru-baru ini.
Purnama lalu merogoh tabungannya termasuk mencairkan asuransi. Ia dalam tahap pertama mendatangkan 10 biang kambing dan di susul 50 berikutnya. Kambing didatangkan dari Purbalingga Jawa Tengah.
Bersama sejumlah petinjunya, ia belajar beternak kambing. Kandang kambing ia dirikan di tengah sawah berjarak sekitar 300 meter dari sasana tinju. Jika sasana tinju bernama Wake Boxing Camp, untuk ternak kambing, ia namai Wake Farm House.
Setelah setahun berjalan, 60 kambing tersebut beranak pinak hingga saat ini menjadi 125 ekor. “Setidaknya setelah berjumlah 1.000 kambing, keuntungan sudah mulai didapat untuk membantu membiayai sasana, petinju, dan pelatihan,” ujar pria beranak 4 ini.
Ia mengakui beternak kambing bukan persoalan mudah. Penyediaan pakan adalah hal paling berat, sebesar 80 persen biaya ternak kambing adalah di pakan. Ia lalu menyewa sawah untuk ditanami jagung. Daun jagungnya dimanfaatkan untuk pakan kambing setelah terlebih dulu difermentasi.
Semuanya ia lakukan bersama para petinjunya. Mereka di sela-sela latihan tinju, memiliki kegiatan membuat dan memberi makan kambing. Dengan ternak kambing yang terus beranak pinak, I Ketut Purnama mulai bisa tersenyum. Tekadnya untuk melahirkan juara dunia tinju hingga tingkat dunia, menemukan jalan. (ist)