I Ketut Wartha: Mari Membangun Untuk Kemajuan Bersama, Bukan Hanya Kepentingan Kelompok
(Baliekbis.com), I Ketut Wartha, memenuhi harapan masyarakat yang menginginkan ada perubahan di Desa Suwat, Gianyar. Ia pun bersedia maju menjadi calon kepala desa atau perbekel. Atas kepercayaan tersebut, ia bertekad ngayah, mengabdikan diri untuk membangun desa. Bagi dia, rakyat adalah tuan yang harus dilayani sebaik-baiknya. Bukan dimusuhi hanya karena mereka berani kritis atau punya pandangan politik yang beda. “Pemimpin adalah pelayan bagi rakyat. Memimpin harus seperti matahari, menyinari istana si kaya hingga gubuk si miskin. Jangan pernah musuhi masyarakat. Ajak dan rangkul. Ini asas kebersamaan,” ujar Ketut Wartha, Selasa (14/8).
Pensiunan Polri ini menawarkan pola kepemimpinan yang membaur dan menyatu di Desa Suwat. Satu di antara sejumlah hal yang ingin ia perbaiki adalah pola komunikasi atau sinergitas desa dinas dan desa adat. “Perubahan ke arah yang lebih baik itu wajib. Sulit rasanya roda pemerintahan di desa akan berputar tanpa ada komunikasi yang baik antara dinas dan adat,” ujar calon perbekel nomor urut dua ini memberi pandangannya.
Ketut Wartha mengibaratkan keberadaan desa adat dan dinas bagaikan mata uang logam yang satu sisi dengan sisi lainnya tak dapat dipisahkan. Dua sistem dalam pemerintahan desa ini mestinya saling melengkapi. Adat tidak bisa berjalan baik tanpa dukungan dinas. Begitu juga sebaliknya. Sebab adat diyakini sebagai benteng terakhir pertahanan identitas krama Bali maka harus dapat dukungan penuh dari dinas. “Dua sistem pemerintahan ini harus saling mendukung. Tak boleh ada yang merasa di atas, tak boleh ada yang merasa mendominasi karena memegang modal dari bantuan-bantuan yang besar. Mari bersinergi, bekerja bersama sama demi mewujudkan program-program baik di dinas maupun adat,” tuturnya.
Ketut Wartha juga menyoroti pola pembangunan yang dimaknai secara sempit. Bagi dia, pembangunan tidak semata berbentuk fisik, melainkan juga mental. Hal ini agar pengembangan infrastruktur sejalan dengan pengembangan sumber daya manusianya. Terlebih dalam skala nasional, Presiden Jokowi membesut program Revolusi Mental. Ia menilai, secara spesifik di Desa Suwat, ada banyak hal yang bisa dikembangkan seperti mendukung dan mewujudkan wacana desa wisata, mensuport kreativitas anak muda, mendorong warga aktif sebagai pelaku usaha, dan masih banyak hal lainnya yang bisa dioptimalkan. Namun hal-hal tersebut hanya dapat direalisasikan jika pemimpin memiliki karakter berbaur, inovatif, mendengar masukan atau kritik, sabar, terjun langsung ke masyarakat, dan mengakar. “Ingat pembangunan tidak hanya sekadar fisik tapi juga karakter mental atau sumber daya manusia. Ini bukan janji atau teori, tapi niat saya yang tulus untuk memberi perubahan. Jika setiap calon yang baru dianggap obral janji, maka apalah artinya program-program. Dari hal itu nanti masyarakat bisa mengawasi kerja saya,” paparnya.
“Saya tidak anti dengan kritik, saya tidak akan marah jika dikritisi dalam segala aspek kepemimpinan. Dan yang terpenting, saya tidak akan melanggar hal-hal mendasar dan prinsip yang harusnya tidak dilakukan pemimpin seperti menolak memberi tanda tangan atau memaki warganya sendiri. Tidak benar seperti itu. Mari pemimpim dengan damai, membaur demi kemajuan bersama, bukan hanya untuk kelompok tertentu saja,” papar Ketut Wartha. (bas)