ICAEW: Didukung Sektor Ritel dan Layanan Akomodasi, Ekonomi Indonesia Diproyeksikan Tumbuh Sebesar 5,7% di 2022
(Baliekbis.com), Pasca didera pandemi COVID-19, wilayah Asia Tenggara kini mulai melihat pemulihan ekonomi, meski tidak berlangsung secara merata. Ditambah lagi, saat ini terdapat berbagai tantangan eksternal dari luar kawasan yang kian meningkat. Meskipun demikian, para ahli mengungkapkan pada ICAEW Economic Insight Forum Q2, bahwa wilayah Asia Tenggara diperkirakan akan melihat pertumbuhan ekonomi sebesar sekitar 5,8%.
Sementara itu, Indonesia diperkirakan mengalami pertumbuhan PDB di tahun 2022 sebesar 5,7%, meningkat dibandingkan periode tahun lalu sebesar 3,7%. Jumlah ini selaras dengan angka pertumbuhan PDB yang dialami oleh wilayah Asia Tenggara secara keseluruhan. Peningkatan ini menjadi indikator yang menunjukkan kemampuan perekonomian Indonesia untuk kembali bangkit pasca pandemi, dimana kini telah bertransisi menuju masa endemi.
Pertumbuhan yang perlahan membaik ini didukung oleh sektor ritel dan layanan akomodasi di Indonesia yang telah mencapai titik puncak pemulihan positif pada Mei 2022 dengan pelonggaran kebijakan-kebijakan pembatasan. Menurut forum tersebut, pemulihan perekonomian Indonesia pada sektor ritel dan layanan akomodasi juga dinilai cukup dinamis sejak memasuki Q4 2021 hingga saat ini. Permintaan akan jumlah pemasaran pada sektor ritel Indonesia juga dinilai cukup unggul dan mulai stabil di tahun 2022 dibandingkan wilayah Asia Tenggara lainnya.
Meski terdapat hambatan dalam pemulihan perekonomian seperti gangguan pada rantai pasok dan lemahnya permintaan dari China karena aturan karantina wilayah, Indonesia tetap berhasil mempertahankan nilai ekspor ke wilayah China secara stabil. Hal ini membantu Indonesia untuk dapat memulihkan perekonomian dengan tetap berjalannya kegiatan ekspor dari produk dalam negeri. Dibukanya perbatasan dan pelonggaran pembatasan perjalanan juga memberikan peluang besar bagi ekonomi pariwisata Indonesia untuk dapat kembali bangkit. Terjadinya peningkatan yang signifikan ini dapat dilihat dari besarnya persentase perekonomian pariwisata Indonesia yang diprediksi akan mencapai 35% pada tahun 2022. Peningkatan ini dinilai cukup baik dalam proses pemulihan wilayah jika dibanding dengan data perekonomian pariwisata Indonesia pada tahun 2021 yang berada di titik persentase sebesar 10%.
Mark Billington, Managing Director International ICAEW mengatakan dalam pembukaan ICAEW Economic Insight Forum Q2, “Meskipun dampak langsung dari Perang Rusia-Ukraina di Asia Tenggara terbatas, wilayah ini tetap terkena imbas melalui inflasi dan respon kebijakan moneter tingkat global. Kebijakan Nol Covid China juga telah memicu efek domino yang berdampak negatif pada sektor manufaktur, industri, dan pariwisata di wilayah tersebut. Tanpa diragukan, faktor eksternal ini akan cukup meredam tetapi tidak akan sampai menghentikan laju pertumbuhan ekonomi, karena kami berharap pemulihan di sektor jasa akan terlihat bersamaan dengan adaptasi pola hidup yang menyesuaikan situasi Covid.”
Forum tersebut juga turut membahas bahwa meskipun pemulihan ekonomi pasca COVID di wilayah Asia Tenggara tidak merata dengan hadirnya varian Delta, sebagian besar negara-negara seperti Singapura, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam mulai melihat kembalinya tingkat PDB dengan level yang setara sebelum terjadinya pandemi – kecuali Thailand, yang pertumbuhannya masih 2% di bawah tingkat pra-pandemi, dikarenakan industri pariwisatanya masih terus berjuang dengan pembatasan perjalanan dan mobilitas.
Hambatan-hambatan eksternal seperti gangguan rantai pasok, lemahnya permintaan dari China (dengan adanya aturan karantina wilayah), serta dampak dari berlangsungnya perang Rusia-Ukraina turut mempengaruhi tingkat inflasi dan harga komoditas di Asia Tenggara. Meskipun demikian para ahli dalam forum ICAEW Economic Insight cukup optimis, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia Tenggara sebesar sekitar 5,8% atau naik 3,7% dari tahun lalu. Hal ini diprediksi dapat terjadi karena dorongan di sektor pariwisata ekonomi dari pembukaan perbatasan serta pelonggaran peraturan perjalanan.
Berbagai temuan utama dari Economic Forecast telah dipresentasikan oleh Sian Fenner, Lead Asia Economist di Oxford Economics dalam ICAEW Economic Insight Forum Q2 2022 yang diselenggarakan pada 2 Juni 2022. Sian Fenner bersama panelis lain yaitu Julia Leong (FCA), Partner PwC Singapura; Rafizi Ramli (FCA), Founder Invoke Solutions; dan Van Anh Huynh, Customer Success Account Manager Microsoft dalam diskusi mendalam terkait prospek pemulihan ekonomi di wilayah Asia Tenggara yang secara bertahap berubah dari pandemi menjadi endemi, termasuk faktor-faktor seperti kondisi pasar tenaga kerja yang ketat dan kapasitas pakar manufaktur.
Temuan dari negara-negara Asia Tenggara lain dari Economic Insight Forum Q2 2022 meliputi:
-
Perkiraan pemulihan yang lebih baik untuk Singapura, meskipun pertumbuhan dinilai cukup lambat. Pertumbuhan Singapura sebesar 7,6% di tahun 2021 sebagian besar didorong oleh sektor manufaktur dan ekspor, tetapi pertumbuhan itu terhambat oleh adanya tren penurunan yang signifikan selama beberapa bulan terakhir. Namun, terdapat peningkatan besar dalam penjualan ritel dan layanan akomodasi pada bulan Maret dan dengan adanya pelonggaran pembatasan, tanda-tanda pemulihan yang lebih luas untuk sektor jasa juga diperkirakan akan muncul.
-
Pertumbuhan Vietnam meningkat lebih dari 6,5% pada tahun 2022
Vietnam dinilai mampu bangkit kembali dengan cukup cepat pada tahun 2021 dibandingkan dengan wilayah lainnya. Dengan adanya pelonggaran pembatasan dari Q4 tahun lalu yang dibawa ke Q1 tahun ini, telah terjadi pemulihan ekonomi yang cukup signifikan di sektor jasa, didorong oleh pariwisata domestik.
-
Dampak negatif dari kenaikan harga komoditas di Malaysia
Malaysia cenderung terlindungi dari dampak kenaikan harga minyak akibat perang Rusia-Ukraina, dikarenakan Malaysia merupakan eksportir minyak bersih bersama dengan LNG, dengan pendapatan ekspor yang lebih tinggi. Subsidi bahan bakar yang diterapkan oleh pemerintah juga membantu menjaga harga bensin konsumen tetap terkendali. Namun demikian, adanya aturan karatina wilayah tahun lalu dari varian Delta dan ketergantungan yang tinggi pada ekspor ke wilayah China, diperkirakan akan mengurangi pertumbuhan PDB Malaysia antara 1 – 1,5% lebih rendah tahun ini daripada sebaliknya.