IHDN Denpasar Sajikan Kesenian Bernuansa Renungan “Lubdaka”
(Baliekbis.com), “Cerita tentang Lubdaka ini kami suguhkan sebagai unsur mulat sarira atau introspesksi diri,” ungkap I Gede Tilem Pastika sebagai sutradara garapan Komunitas Seni Institut Hindu Dharma Negeri dalam Gelar Seni Akhir Pekan Bali Mandara Nawanatya Minggu (14/10) malam.
Cerita yang disebut-sebut I Gede Tilem Pastika yakni kisah yang sudah tidak asing lagi yakni Lubdaka. Cerita tentang Lubdaka memang erat kaitannya dengan hari raya Siwaratri yang mengisahkan pentaubatan dari Lubdakan yang notabene adalah seorang pemburu. “Kami ingin menyajikan sebuah garapan yang tidak melupakan jati diri kami sebagai kampus yang mempelajari ilmu agama tanpa melupakan unsur seni,” terang Tilem. Tilem yang berprofesi sebagai dosen di IHDN Denpasar berujar bahwa malam perenungan dosa yang dilakukan Lubdaka bukanlah sebuah kisah yang lama-kelamaan hanya menjadi pengantar dongeng atau sebatas untuk menyadarkan saat momen Siwaratri saja.
“Cerita ini sebagai sarana introspeksi diri dan mengingat bahwa siapa kita sebenarnya dan bagaimana kita harus berucap, berpikir, dan berperilaku,” jelas Tilem. Garapan ini pun mengikutsertakan berbagai UKM (Unik Kegiatan Mahasiswa) di IHDN Denpasar, di antaranya UKM tari, tabuh, pesantian, yoga, dan drama.
Tampil di hari Minggu, 14 Oktober 2018 di Kalangan Madya Mandala Taman Budaya, Denpasar membuat penonton yang hadir berdecak kagum. Sebab, tak sedikit pesan yang terdapat dalam garapan ini. Dimulai dari penuturan Dewa Siwa yang mengungkapkan bahwa manusia yang berbuat tidak baik seperti mabuk, zina, dan lainnya akan mendapatkan tempat yamg tidak baik pula. Dalam hal ini Satyam, Shivam, dan Sundaram pun nampak dengan jelas dalam garapan ini.
Garapan yang dimulai pada pukul 19.30 Wita ini pun terasa sangat kaya akan tuntunan sekaligus hiburan. “Kami selalu tampil di Nawanatya, dan kami memang sadar bahwa ini adalah media berkreasi yang dapat digunakan secara liar namun tanpa melupakan akar tradisi,” tambah Tilem. Ia menambahkan berkreasi dengan liar yang dimaksud adalah berkreasi dengan sebebas-bebasnya dengan tetap memegang pakem kesenian tradisi dan tuntunan kebaikan.
Menurut salah satu pemain dalam garapan ini yaitu Gusti Made Dharma Putra yang berperan sebagai Sang Suratma bahwa dirinya mengungkapkan cukup sulit memerankan tokoh yang berkaitan dengan dunia keagamaan. Sang Suratma dikenal sebagai tokoh yang cerdas namun kocak jadi agak sulit dan merasa cukup tertantang, terang Dharma. Sang Suratma yang tak lain adalah salah satu asisten Dewa Yamadipati di Yama Loka yakni dunia antara surga atau neraka, dimana Sang Suratma berperan mencatat dosa dan amal perbuatan manusia semasa hidup.
Dharma yang merupakan alumni IHDN Denpasar merasa bangga dapat terlibat dalam garapan yang berdasar pada kisah Lubdaka ini. “Sebagai alumni saya senang bisa terlibat dan semoga Nawanatya ini bisa menjadi barometer berkreativitas mahasiswa dan seniman muda di Bali,” jelas Dharma menutup pembicaraan. (gfb)