Jiwa Seni Anak Berkebutuhan Khusus, Sumartawan: Mendidik Mereka Perlu Ketelatenan
(Baliekbis.com), Anak-anak berkebutuhan khusus juga memiliki sence of art atau jiwa seni. Dan menjadi pendidik anak berkebutuhan khusus bukanlah hal yang mudah. Perlu keterampilan dan ketelatenan khusus untuk melihat potensi setiap anak. “Saya sendiri tidak yakin awalnya, tapi ternyata anak-anak cepat menangkap seni itu,” ujar Kepala SLB 1 Denpasar, Ketut Sumartawan, Sabtu (2/6). Lelaki yang baru saja diangkat sebagai kepala sekolah pada Februari lalu ini pun mengaku kali ini siswa-siswinya menampilkan garapan yang mengkhusus pada kesenian musik. “Konep garapan ini yaitu mengekspresikan diri dan mengkolaborasikan musik tradisional dengan modern,” tambahnya. Antara satu penyanyi dengan penyanyi lainnya bergiliran tampil. Tak hanya musik, di tengah-tengah penampilan muncul pembacaan puisi.
Mendapatkan kesempatan untuk mengungapkan jiwa seni melalui acara Gelar Seni Akhir Pekan (GSAP) Bali Mandara Nawanatya III, Sumartawan pun mengharapkan agar kegiatan Nawanatya dapat berlanjut secara terus-menerus. “Siapapun yang menjadi pemimpin Bali agar senantiasa memberikan ruang untuk putra putri seniman Bali, khususnya bisa menjadi ruang bagi anak-anak kami,” terangnya. Maju dengan garapan yang lebih kompleks, SLB 1 Badung memutuskan untuk menggarap drama yang bertajuk Taksuning Bali dan tarian penyambutan Selat Segara. “Tari Penyambutan Selat Segara dan drama Taksuning Bali yang intinya menceritakan joged yang berpacu melalui saran dari pihak disbud megenai fenomena joged jaruh,” tutur Gede Sueca. Pria yang membina garapan siswa-siswi SLB 1 Badung ini pun mengaku persiapan yang dilakukan hanya memakan waktu satu setengah minggu. Dirinya pun menambahkan bahwa dengan garapan ini dapat membuat anak didiknya mengenal proses dalam setiap pengalaman berkreativitas.
Melalui kaca matanya, Sueca memberi evaluasi akan kegiatan Nawanatya yang sudah berlangsung ada kali ke-3 ini. “Nawanatya senantiasa menjadi wadah untuk seniman Bali dan anak-anak kami, tetapi gaungnya masih minim dan masih hanya sebatas pada penampil itu saja,” ujarnya. Dirinya pun menawarkan jalan keluar agar Nawanatya dapat memiliki gaung yang lebih luas. “Solusinya jangan dibuatkan event jumat sabtu minggu, buatkan dia festival Nawanatya. Apakah 2 minggu full atau 3 minggu, jangan berkala,” saran Sueca.
Begitulah seni, ia tak memihak siapapun. Ia bebas dan universal. Siswa-siswi kedua SLB tersebut telah membuktikan. Mereka dapat tampil layaknya seniman dengan segudang pengalaman, tanpa harus takut terkurung dalam jeruji keterbatasan.
Latih Sikap dan Emosi Anak
Melatih anak taman kanak-kanak memang menjadi kewajiban tenaga pendidik di dalamnya. Sebagai Kepala TK Kartika, Ni Luh Nyoman Rumiasih menyadari hal tersebut. “Kami hanya mempersembahkan dua garapan, meski sedikit tapi di sini kami ingin melihat detail sikap dan emosi anak melalui garapan ini,” ujarnya. Senada dengan Rumiasih, Kepala TK/PAUD Mandala Kumara – Denpasar Timur, Ni Made Sulastri pun mengaku bahwa mental anak-anak memang diuji dalam sebuah pementasan. “Apapun yang dipersembahkan anak-anak itu spesial dan yang terpenting mereka berani dulu saat tampil,” terang Sulastri (gfb).