Jurnalis di Bali Meningkatkan Kapasitas Menghadapi Serangan Digital
(Baliekbis.com), Sebanyak 21 orang jurnalis berinteraksi meningkatkan kapasitasnya menghadapi serangan digital pada Sabtu, 4 Februari 2023 di Denpasar, Bali.
Pelatihan ini dihadiri sejumlah pengelola media dari Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bali, anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan pewarta warga Balebengong.id. Pelatihan yang didukung AJI dan IMS ini menghadirkan pelatih dari The Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) dan bidang internet AJI.
Salah satu kasus kekerasan terbanyak yang dialami wartawan media mainstream dan juga pengelola-pewarta media warga adalah berbasis digital. Misalnya intimidasi, mencoba mengambilalih akun medsos, doksing, DDoS attack, dan lainnya.
Hal ini menambah beban di tengah acaman UU ITE terkait pencemaran nama baik dan stempel hoaks dari otoritas pada produk berita. Salah satu cara mitigasinya dalah mengenali ancaman-ancaman digital dan memperkuat lapisan keamanan. Melalui pelatihan ini, jurnalis di Bali dan pewarta warga diharapkan menambah keterampilan terkait keamanan data dan aktivitas digitalnya.
Salah satu serangan terbanyak beberapa tahun ini pada website media adalah Distributed Denial of Service (DDoS). Anton Muhajir dari SAFEnet menjelaskan serangan ini secara sederhana terjadi ketika website diserbu banyak pengunjung dan sistem bingung merespon. Trafik kunjungan anomali atau di luar kapasitas. “Konsekuensinya website tidak bisa komunikasi sehingga down,” jelasnya. Serangan pada website ini terakhir terjadi pada website Konde dan Narasi setelah mempublikasikan artikel yang sedang banyak dibicarakan publik. Anton menambahkan serangan digital juga terkait dengan peristiwa politik misalnya aksi protes Reformasi Dikorupsi, Omnibus Law, dan lainnya.
Data SAFEnet melaporkan kasus serangan digital pada media dan jurnalis selama 2022 jauh meningkat dibanding tahun lalu, yakni 62 insiden. Padahal pada 2021 jumlahnya 25 insiden.
Sedangkan AJI Indonesia mendokumentasikan 15 serangan dan gangguan digital dengan jumlah korban setidaknya 43 awak redaksi dan 9 media. Jumlah insiden meningkat dibandingkan tahun 2020 sebanyak 7 kasus dan tahun 2021 mencapai 5 kasus.
Dalam siaran persnya, AJI Indonesia menilai jurnalis di Indonesia berada dalam situasi belum aman bekerja sepanjang 2022. Hal itu ditandai dengan meningkatnya kasus kekerasan, terbitnya pelbagai undang-undang yang membahayakan keamanan jurnalis, serta melemahnya keamanan ekonomi yang mempengaruhi kesejahteraan.
Dari seluruh jenis kekerasan, sepanjang 2022 terjadi 61 kasus yang menyerang 97 orang jurnalis dan pekerja media serta 14 organisasi media. Jumlah kasus ini meningkat dari tahun 2021 yang mencapai 43 kasus. Jenis serangan meliputi kekerasan digital (15 kasus), kekerasan fisik dan perusakan alat kerja (20 kasus), kekerasan verbal (10 kasus), kekerasan berbasis gender (3 kasus), penangkapan dan pelaporan pidana (5 kasus) serta penyensoran (8 kasus).
Sebagian besar pelaku kekerasan yakni sebanyak 24 kasus melibatkan aktor negara yang terdiri dari: polisi (15 kasus), aparat pemerintah (7 kasus) dan TNI (2 kasus). Sedangkan aktor non-negara sebanyak 20 kasus yang melibatkan ormas (4 kasus), partai politik (1 kasus), perusahaan (6 kasus) dan warga (9 kasus). Sisanya, 17 kasus belum teridentifikasi pelakunya.
Tak hanya jurnalis yang rentan, juga warga. Misalnya pencurian data penting di perangkat HP dan komputer karena mengklik file paket android dengan ekstensi apk tipuan. Program ini bisa berjalan otomatis mengakses data penting. Modus ini digunakan untuk memata-matai atau merugikan secara ekonomi. Karena itu pengetahuan untuk membersihkan perangkat dan mengatur keamanannya sangat mendasar bagi siapa saja.
Eviera Paramitha Sandhi, Ketua AJI Kota Denpasar menilai pelatihan ini sangat menarik dan penting. Khususnya untuk jurnalis. Karena jurnalis punya posisi strategis dalam memproduksi informasi. Sehingga posisinya cukup rentan.
I Ketut Adi Sutrisna, Ketua Bidang Cek Fakta AMSI Bali mengatakan acara keamanan digital ini diharapkan dilakukan secara kontinyu. “Apalagi tahun politik, traffic serangan siber meningkat, pishing meningkat. Masyarakat banyak kena itu. Pemahaman, tentang digital, yang menerima sekarang bisa jadi agen meneruskan pengetahuan ini,” harapnya.